Kisah Pemberangusan Prajurit Rakyat di Kalimantan Utara

Jum'at, 16 Oktober 2020 - 05:00 WIB
Para pentolan Paraku

Wilayah Kalimantan Utara yang juga merupakan koloni Inggris, seperti halnya Semenanjung Malaya, dimasukkan ke dalam teritori Federasi Malaysia oleh para penggagasnya tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan seluruh rakyat Kalimantan Utara.

Penolakan penduduk, khususnya warga Tionghoa, didasari oleh kecemasan akan adanya dominasi warga Melayu Semenanjung Malaya terhadap rakyat Kalimantan Utara.

Pada 2 Desember 1963, Soebandrio, Wakil Menteri Pertama atau Menteri Luar Negeri Indonesia, dan atas nama Koperdasan (Komando Pertahanan Daerah Perbatasan), datang ke Kalimantan Barat dalam rangka kampanye konfrontasi anti Malaysia.

Soebandrio pula yang memperkenalkan Syekh AM Azahari, pemimpin Partai Rakyat Brunei, partai terbesar di Brunei, kepada khalayak di Kalimantan.

Diketahui, Azahari yang memproklamirkan berdirinya Negara Nasional Kalimantan Utara (NNKU) yang meliputi Serawak, Brunei, dan Sabah pada 8 Desember 1962.

Selanjutnya, Azahari bersama kelompok Yap Chung Ho (Sarawak), dan Soebandrio (Indonesia) mengadakan pertemuan di Sintang dan muncul gagasan untuk membentuk suatu pasukan bersenjata.

Pertemuan kedua di Bogor dihadiri Soebandrio, Njoto, Soeroto, Perdana Menteri NNKU Azahari, dan kelompok Yap Chung Ho dari SUPP (Sarawak United People Party).

Dalam pertemuan itu, diputuskan membentuk pasukan bersenjata yang berkedudukan di perbatasan Kalimantan Barat (Asuangsang di sebelah Utara Sambas).

Soebandrio dengan BPI (Badan Pusat Intelijen) Indonesia membantu melatih sepuluh orang anak buah Yap Chung Ho selama sebulan di Bogor, kemudian dibawa ke Asuangsang untuk melatih 60 orang pasukan lagi.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More