Kisah Pemberangusan Prajurit Rakyat di Kalimantan Utara

Jum'at, 16 Oktober 2020 - 05:00 WIB
Dengan basis pasukan ini, dibentuk cikal bakal Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sebagai bagian dari Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU). (Baca juga: Misteri Kampung Kolam dan Mandor Sukmo Ilang Lenyap di Perkebunan Tebu Tanah Deli)

Menurut Lie Sau Fat atau XF Asali, budayawan Tionghoa Kalimantan Barat dan saksi sejarah, ketika peristiwa Dwikora, banyak sukarelawan yang tergabung di Paraku membantu perang dengan Malaysia.

Mereka terdiri dari para pelarian dari Sarawak, yang umumnya etnis Tionghoa dan partisipan komunis, juga sukarelawan dari Singkawang, Bengkayang, dan berbagai wilayah di Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis seperti Melayu, Dayak, dan Tionghoa.

Kodam Tanjungpura pada Mei dan Juni 1964 bahkan sempat memberikan latihan militer pada 28 orang sukarelawan dari SUPP (Sarawak United People Party) yang lari ke Kalimantan Barat dan juga para sukarelawan yang dikirim dari Jakarta. Latihan militer tersebut dilakukan di Dodiktif 18 – Tandjungpura, Bengkayang.

Letnan Kolonel Harsono Subardi, mantan Biro Intel POM Kodam XII Tanjungpura, mengungkapkan, “Saat itu, kita melatih PGRS/Paraku untuk dipergunakan membantu memerdekakan Malaysia. Mereka dilatih oleh RPKAD di Bengkayang.”

Jumlah pasukan PGRS ada sekitar 800 orang yang berbasis di Batu Hitam, Kalimantan Barat, bersama dengan 120 pasukan dari Indonesia dan sedikit kader yang dilatih di RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Partai Komunis Indonesia (PKI) terbukti memiliki keterlibatan dan dipimpin oleh Syarif Ahmad Sofyan Al Barakbah, seorang etnis Arab yang revolusioner.

PGRS beberapa kali melakukan perampokan di Serawak, tetapi lebih banyak lagi berusaha meningkatkan pendukung mereka dari wilayah tersebut. Militer Indonesia tidak menyukai kecondongan PGRS ke sayap kiri sehingga secara umum menghindari mereka.

Paraku/PGRS bahu-membahu bersama TNI dan sukarelawan Indonesia menghadapi pasukan Malaysia yang dibantu balatentara Gurkha, Inggris, dan Australia sepanjang masa konfrontasi.

Wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dengan Kalimantan Utara menjadi garis depan pertempuran.

Seorang peneliti Tionghoa, Benny Subianto, mengungkapkan kehebatan gerilyawan Paraku-PGRS ketika melawan pasukan Gurkha Inggris.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More