Indraswara, Radio Pertama Mengudara di Majalengka
Jum'at, 18 September 2020 - 05:00 WIB
"Penyiarnya juga ya kaya artis, statusnya. Mereka punya banyak penggemar. Saat itu interaksi penyiar dengan fans lewat kartu Pilpen (Pilpen). Lewat kartu itu juga fans minta lagu dan kirim-kirim salam," jelas Reza yang mulai jadi penyiar radio profesional sejak 2003 lalu.
Namun, kejayaan radio itu berangsur surut. Hadirnya gawai canggih dan majunya teknologi, pelan tapi pasti masyarakat mulai beralih ke media lainnya. Medsos, jadi referensi mereka dalam mencari hiburan.
Namun tidak berarti radio benar-benar ditinggalkan. Masih ada sebagian masyarakat yag tetap menjadikan radio sebagai media hiburan.
"Radio memang masih punya tempat, tapi untuk sebagian kalangan saja, nggak seperti dulu. Dari beberapa kali saya main ke beberapa daerah, di sana masih terdengar ada yang nyetel radio dan mereka tahu beberapa nama radio," jelas dia.
"Di Kabupaten Majalengka sendiri kan radio yang terbilang udah tua itu ada Indraswara, Fantasi dan Radika. Nah radio terakhir ini mah kan di bawah Diskominfo," lanjut dia.
Reza tidak menampik, dari sisi penggemar, radio segmnenya cukup terbatas. Usia-usia tua adalah kalangan yang paling banyak ditemukan dari para pendengar radio. Warteg, pasar tradisional, Jebor (pabrik Genteng) adalah tempat-tempat yang masih sering terdengar masyarakatnya mendengarkan radio.
"Mungkin mereka ini yang dulunya emang udah jadi penggemar radio ya. Dan mereka juga tau nama-nama radio," papar dia.
"Perlu peningkatan SDM. Media juga perlu diperbaiki, ada live streaming misalnya. Ya disesuaikan dengan zaman lah. Sehingga kalangan milenial pun visa disentuh," lanjut dia, terkait strategi agar radio tetap bertahan.
Di sisi lain, Kepala Bidang Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Majalengka Yudi Prasetiadi tidak menampik adanya beberapa radio yang belum mendapat izin resmi. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak mengingat tidak punya wewenang untuk memberi tindakan terhadap hal itu.
"Kita hanya koordinasi saja. Penindakan ada di Balmon (Balai Monitoring) Spektrum Frekwensi Radio," jelas dia.
Namun, kejayaan radio itu berangsur surut. Hadirnya gawai canggih dan majunya teknologi, pelan tapi pasti masyarakat mulai beralih ke media lainnya. Medsos, jadi referensi mereka dalam mencari hiburan.
Namun tidak berarti radio benar-benar ditinggalkan. Masih ada sebagian masyarakat yag tetap menjadikan radio sebagai media hiburan.
"Radio memang masih punya tempat, tapi untuk sebagian kalangan saja, nggak seperti dulu. Dari beberapa kali saya main ke beberapa daerah, di sana masih terdengar ada yang nyetel radio dan mereka tahu beberapa nama radio," jelas dia.
"Di Kabupaten Majalengka sendiri kan radio yang terbilang udah tua itu ada Indraswara, Fantasi dan Radika. Nah radio terakhir ini mah kan di bawah Diskominfo," lanjut dia.
Reza tidak menampik, dari sisi penggemar, radio segmnenya cukup terbatas. Usia-usia tua adalah kalangan yang paling banyak ditemukan dari para pendengar radio. Warteg, pasar tradisional, Jebor (pabrik Genteng) adalah tempat-tempat yang masih sering terdengar masyarakatnya mendengarkan radio.
"Mungkin mereka ini yang dulunya emang udah jadi penggemar radio ya. Dan mereka juga tau nama-nama radio," papar dia.
"Perlu peningkatan SDM. Media juga perlu diperbaiki, ada live streaming misalnya. Ya disesuaikan dengan zaman lah. Sehingga kalangan milenial pun visa disentuh," lanjut dia, terkait strategi agar radio tetap bertahan.
Di sisi lain, Kepala Bidang Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Majalengka Yudi Prasetiadi tidak menampik adanya beberapa radio yang belum mendapat izin resmi. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak mengingat tidak punya wewenang untuk memberi tindakan terhadap hal itu.
"Kita hanya koordinasi saja. Penindakan ada di Balmon (Balai Monitoring) Spektrum Frekwensi Radio," jelas dia.
tulis komentar anda