Indraswara, Radio Pertama Mengudara di Majalengka
loading...
A
A
A
'Salam-salamnya buat Desi, Deni, Iis, Ratna dan semuanya saja. Buat penyiarnya selamat bertugas aja.' Kalimat di atas terasa cukup popular hingga era awal 2000 an lalu, saat radio masih menjadi media hiburan favorit masyarakat, jauh sebelum hadir gawai dengan segala kecanggihannya. Tidak jarang, ditemukan beberapa orang yang asik mendengarkan satu radio bareng-bareng.
Perasaan senang seketika terbesit ketika nama kita disebut oleh penyiar. Entah karena kartu pilpen (pilihan pendengar, kartu khusus reques lagu dan kirim salam) kita dibaca oleh penyiar, atau nama kita dapat salam dari pendengar lain. Tidak jarang juga, nama udara di radio, bukan nama asli yang dikenal sehari-hari. (Baca: Demo soal Proyek RSUD Leuwiliang Ricuh, Satpol PP Pukuli Mahasiswa)
Antusiasme warga dalam mendengarkan radio akan semakin terasa ketika suatu radio menyiarkan sandiwara atau dongeng. Biasanya, program ini mengudara pada sore dan atau malam hari.
Sandiwara Nini Pelet adalah salah satu program radio yang cukup digemari oleh banyak orang. Tidak jarang, mereka akan rela meninggalkan kegiatan lain, asalkan tidak ketinggalan jalannya cerita dari sandiwara yang bercerita tentang Manusia Siluman Ular penghuni Gunung Ciremai itu. Untuk dongeng Lokal, dikenal juga tokoh Mang Jaya dan Wa Kepoh, yang cukup memiliki penggemar setia banyak.
Secara Nasional, dikenal ada Hari Radio yang jatuh pada tanggal 11 September. Penetapan hari Radio itu merujuk dari berdirinya Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 September 1945.
Di Kabupaten Majalengka , Radio mulai dikenal sekitar 1972 lalu. Indraswara disebut-sebut sebagai radio pertama di kabupaten ini. Berawal di frekwensi AM, radio ini lahir pada 1972 silam.
Seiring berjalanya waktu, stasiun radio ini mengalami perubahan, baik dari frekwensi maupun nama. Kini, radio itu berada di frekwensi FM.
"Awalnya namanya Arfaco. Seiring berjalannya waktu, ada aturan tidak boleh menggunakan Bahasa Inggris, akhirnya ganti jadi Indraswara, sampai sekarang. Kalau alamat studio mah dari awal tetap di sini, hanya bangunannya sudah direnovasi," kata Kepala Studio Indraswara FM, Reza saat berbincang dengan SINDOnews.
Sebagai radio pertama di Majalengka, Indraswara tentunya cukup kenyang pengalaman. Memanjakan para penggemar dengan berbagai hiburan adalah salah satu tinta emas yang ditoreh radio itu. Bahkan, dalam perjalanannya, pernah menghibur pengemarnya dengan mendatangkan penyanyi ibu kota top, kala itu. (Bisa diklik: Kendari Rusuh, Ratusan Massa Mengamuk dan Rusak Sejumlah Tempat)
"Penyiarnya juga ya kaya artis, statusnya. Mereka punya banyak penggemar. Saat itu interaksi penyiar dengan fans lewat kartu Pilpen (Pilpen). Lewat kartu itu juga fans minta lagu dan kirim-kirim salam," jelas Reza yang mulai jadi penyiar radio profesional sejak 2003 lalu.
Namun, kejayaan radio itu berangsur surut. Hadirnya gawai canggih dan majunya teknologi, pelan tapi pasti masyarakat mulai beralih ke media lainnya. Medsos, jadi referensi mereka dalam mencari hiburan.
Namun tidak berarti radio benar-benar ditinggalkan. Masih ada sebagian masyarakat yag tetap menjadikan radio sebagai media hiburan.
"Radio memang masih punya tempat, tapi untuk sebagian kalangan saja, nggak seperti dulu. Dari beberapa kali saya main ke beberapa daerah, di sana masih terdengar ada yang nyetel radio dan mereka tahu beberapa nama radio," jelas dia.
"Di Kabupaten Majalengka sendiri kan radio yang terbilang udah tua itu ada Indraswara, Fantasi dan Radika. Nah radio terakhir ini mah kan di bawah Diskominfo," lanjut dia.
Reza tidak menampik, dari sisi penggemar, radio segmnenya cukup terbatas. Usia-usia tua adalah kalangan yang paling banyak ditemukan dari para pendengar radio. Warteg, pasar tradisional, Jebor (pabrik Genteng) adalah tempat-tempat yang masih sering terdengar masyarakatnya mendengarkan radio.
"Mungkin mereka ini yang dulunya emang udah jadi penggemar radio ya. Dan mereka juga tau nama-nama radio," papar dia.
"Perlu peningkatan SDM. Media juga perlu diperbaiki, ada live streaming misalnya. Ya disesuaikan dengan zaman lah. Sehingga kalangan milenial pun visa disentuh," lanjut dia, terkait strategi agar radio tetap bertahan.
Di sisi lain, Kepala Bidang Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Majalengka Yudi Prasetiadi tidak menampik adanya beberapa radio yang belum mendapat izin resmi. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak mengingat tidak punya wewenang untuk memberi tindakan terhadap hal itu.
"Kita hanya koordinasi saja. Penindakan ada di Balmon (Balai Monitoring) Spektrum Frekwensi Radio," jelas dia.
Sementara, data dari Diskominfo, hingga saat ini terdapat enam stasiun radio di Kabupaten Majalengka yang sudah mengantongi izin siaran. Keenam stasiun radio itu tersebar di beberapa daerah di Kabupaten Majalengka.
1. LPPL Radika FM Majalengka
2. Radio Stara FM ( Jalan Kutamanggu Jatiwang Desa Kutamanggu Kec. Cigasong)
3. Radio Indraswara FM ( Jalan Pramuka Majalengka Kulon)
4. Radio Fantasi FM ( Jalan Raya Jatiwang Desa Ciborelang Jatiwangi)
5. Radio Qiyu FM ( Jalan Raya Banjaran Talaga - Depan Kec. Banjaran.
6. Radio Tomson FM (Kompleks Ruko Munjul)
Perasaan senang seketika terbesit ketika nama kita disebut oleh penyiar. Entah karena kartu pilpen (pilihan pendengar, kartu khusus reques lagu dan kirim salam) kita dibaca oleh penyiar, atau nama kita dapat salam dari pendengar lain. Tidak jarang juga, nama udara di radio, bukan nama asli yang dikenal sehari-hari. (Baca: Demo soal Proyek RSUD Leuwiliang Ricuh, Satpol PP Pukuli Mahasiswa)
Antusiasme warga dalam mendengarkan radio akan semakin terasa ketika suatu radio menyiarkan sandiwara atau dongeng. Biasanya, program ini mengudara pada sore dan atau malam hari.
Sandiwara Nini Pelet adalah salah satu program radio yang cukup digemari oleh banyak orang. Tidak jarang, mereka akan rela meninggalkan kegiatan lain, asalkan tidak ketinggalan jalannya cerita dari sandiwara yang bercerita tentang Manusia Siluman Ular penghuni Gunung Ciremai itu. Untuk dongeng Lokal, dikenal juga tokoh Mang Jaya dan Wa Kepoh, yang cukup memiliki penggemar setia banyak.
Secara Nasional, dikenal ada Hari Radio yang jatuh pada tanggal 11 September. Penetapan hari Radio itu merujuk dari berdirinya Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 September 1945.
Di Kabupaten Majalengka , Radio mulai dikenal sekitar 1972 lalu. Indraswara disebut-sebut sebagai radio pertama di kabupaten ini. Berawal di frekwensi AM, radio ini lahir pada 1972 silam.
Seiring berjalanya waktu, stasiun radio ini mengalami perubahan, baik dari frekwensi maupun nama. Kini, radio itu berada di frekwensi FM.
"Awalnya namanya Arfaco. Seiring berjalannya waktu, ada aturan tidak boleh menggunakan Bahasa Inggris, akhirnya ganti jadi Indraswara, sampai sekarang. Kalau alamat studio mah dari awal tetap di sini, hanya bangunannya sudah direnovasi," kata Kepala Studio Indraswara FM, Reza saat berbincang dengan SINDOnews.
Sebagai radio pertama di Majalengka, Indraswara tentunya cukup kenyang pengalaman. Memanjakan para penggemar dengan berbagai hiburan adalah salah satu tinta emas yang ditoreh radio itu. Bahkan, dalam perjalanannya, pernah menghibur pengemarnya dengan mendatangkan penyanyi ibu kota top, kala itu. (Bisa diklik: Kendari Rusuh, Ratusan Massa Mengamuk dan Rusak Sejumlah Tempat)
"Penyiarnya juga ya kaya artis, statusnya. Mereka punya banyak penggemar. Saat itu interaksi penyiar dengan fans lewat kartu Pilpen (Pilpen). Lewat kartu itu juga fans minta lagu dan kirim-kirim salam," jelas Reza yang mulai jadi penyiar radio profesional sejak 2003 lalu.
Namun, kejayaan radio itu berangsur surut. Hadirnya gawai canggih dan majunya teknologi, pelan tapi pasti masyarakat mulai beralih ke media lainnya. Medsos, jadi referensi mereka dalam mencari hiburan.
Namun tidak berarti radio benar-benar ditinggalkan. Masih ada sebagian masyarakat yag tetap menjadikan radio sebagai media hiburan.
"Radio memang masih punya tempat, tapi untuk sebagian kalangan saja, nggak seperti dulu. Dari beberapa kali saya main ke beberapa daerah, di sana masih terdengar ada yang nyetel radio dan mereka tahu beberapa nama radio," jelas dia.
"Di Kabupaten Majalengka sendiri kan radio yang terbilang udah tua itu ada Indraswara, Fantasi dan Radika. Nah radio terakhir ini mah kan di bawah Diskominfo," lanjut dia.
Reza tidak menampik, dari sisi penggemar, radio segmnenya cukup terbatas. Usia-usia tua adalah kalangan yang paling banyak ditemukan dari para pendengar radio. Warteg, pasar tradisional, Jebor (pabrik Genteng) adalah tempat-tempat yang masih sering terdengar masyarakatnya mendengarkan radio.
"Mungkin mereka ini yang dulunya emang udah jadi penggemar radio ya. Dan mereka juga tau nama-nama radio," papar dia.
"Perlu peningkatan SDM. Media juga perlu diperbaiki, ada live streaming misalnya. Ya disesuaikan dengan zaman lah. Sehingga kalangan milenial pun visa disentuh," lanjut dia, terkait strategi agar radio tetap bertahan.
Di sisi lain, Kepala Bidang Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Majalengka Yudi Prasetiadi tidak menampik adanya beberapa radio yang belum mendapat izin resmi. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak mengingat tidak punya wewenang untuk memberi tindakan terhadap hal itu.
"Kita hanya koordinasi saja. Penindakan ada di Balmon (Balai Monitoring) Spektrum Frekwensi Radio," jelas dia.
Sementara, data dari Diskominfo, hingga saat ini terdapat enam stasiun radio di Kabupaten Majalengka yang sudah mengantongi izin siaran. Keenam stasiun radio itu tersebar di beberapa daerah di Kabupaten Majalengka.
1. LPPL Radika FM Majalengka
2. Radio Stara FM ( Jalan Kutamanggu Jatiwang Desa Kutamanggu Kec. Cigasong)
3. Radio Indraswara FM ( Jalan Pramuka Majalengka Kulon)
4. Radio Fantasi FM ( Jalan Raya Jatiwang Desa Ciborelang Jatiwangi)
5. Radio Qiyu FM ( Jalan Raya Banjaran Talaga - Depan Kec. Banjaran.
6. Radio Tomson FM (Kompleks Ruko Munjul)
(sms)