Kisah DN Aidit Jadikan Malang Lumbung Suara Propaganda Palu Arit di Timur Jawa
Selasa, 01 Oktober 2024 - 06:13 WIB
Termasuk bila ada kesenjangan di sosial masyarakat, maka PKI juga mengulasnya lebih detail dari sisi keilmuan. Dari hasil kajian itu sekali lagi, PKI mempublikasikannya ke media cetak yang terafiliasi dengan partai politik tersebut.
“Misalnya ada persoalan distribusi pupuk yang tidak merata, itu jadi bahan kajian mereka yang dituangkan hasil risetnya ke koran yang terafiliasi dengan mereka,” kata dia.
Sementara untuk masyarakat kelas bawah dan kebanyakan, kegiatan-kegiatan hiburan dan pertunjukan menjadi agenda PKI. Dari sanalah potensi massa pemilih bisa terangkut, apalagi saat itu masih banyak masyarakat bawah yang belum melek huruf.
“Di setiap acara ada hiburan - hiburan, karnaval - karnaval agar menarik orang mencoblos partai ini, karena partai - partai yang kultural, latar belakang ideologis, latar belakang agama, dan sebagainya, memilih karena itu banyak pemilih masih buta huruf,” ungkap dia.
Baca Juga
Faishal menambahkan, kala itu memang masyarakat masih awam dengan huruf pada umumnya. Justru masyarakat lebih familiar atau populer dengan huruf pegon. Maka untuk menjaring potensi pemilih di kalangan masyarakat bawah.
PKI tak segan-segan membaur rapat-rapat Akbar yang meriah. Selain itu mereka juga kerap menyebarkan brosur-brosur dengan menonjolkan logo partainya. Hal ini pula yang disebut Faishal, dilakukan di Malang dan sekitarnya.
“Mereka juga sangat aktif dalam menyebarkan selembaran - selembaran yang di setiap selembaran selalu menonjolkan logo partai yang lebih besar, daripada narasinya termasuk membuat karnaval-karnaval,” tuturnya.
“Setiap karnaval PKI yang ditonjolkan adalah simbol-simbol palu arit, karena masyarakat kita masih umumnya masih buta huruf latin, jadi orang yang tahu logonya ini familiar dilihat mata ya pasti akan dicoblos,” tukasnya.
tulis komentar anda