Kisah DN Aidit Jadikan Malang Lumbung Suara Propaganda Palu Arit di Timur Jawa
loading...
A
A
A
Malang menjadi daerah penting bagi pemilih Partai Komunis Indonesia (PKI) ketika Pemilu di tahun 1955. Makanya saat itu beberapa petinggi partai politik PKI turun langsung ke Malang untuk berkampanye, menarik simpati dari masyarakat Malang kala itu.
Sejarawan Malang Faishal Hilmy Maulida menuturkan, Malang dan Jawa Timur memang menjadi kantong - kantong suara bagi PKI. Makanya para pemimpin PKI itu kerap hadir turun langsung ke daerah-daerah di Jawa Timur, tak terkecuali Malang.
Bahkan intensitas turunnya para pemimpin partai dengan mengagendakan rapat akbar ini kian masif, ketika menjelang pemilihan, termasuk ketika tahun 1955 Pemilu pertama diadakan.
“Jadi pimpinan partai turun langsung, Aidit ke Lumajang, Lukman (M.H. Lukman, Wakil Ketua PKI) ke Surabaya dan lain - lain, memberikan rapat akbar di Lumajang, Lukman ke Surabaya dan sebagainya,” kata Faishal Hilmy Maulida kepada SINDOnews.
Menariknya, PKI punya cara tersendiri untuk menarik simpati bagi masyarakat Malang, untuk masyarakat terpelajar atau berpendidikan menengah ke atas misalnya, kajian riset dan pemahaman ideologi menjadi hal yang diajukan.
Mereka mempunyai tim riset sendiri yang melaksanakan penelitian - penelitian ilmiah berbasis kondisi sosial masyarakat.
“Nantinya dipublikasikan di harian rakyat dan nanti mereka akan memberikan solusi saat partai memimpin kendali pemerintahan atau melalui parlemen, nanti apa yang kira-kira bisa diperbaiki, misalkan ada kesenjangan gaji buruh pria dan perempuan,” paparnya.
Termasuk bila ada kesenjangan di sosial masyarakat, maka PKI juga mengulasnya lebih detail dari sisi keilmuan. Dari hasil kajian itu sekali lagi, PKI mempublikasikannya ke media cetak yang terafiliasi dengan partai politik tersebut.
“Misalnya ada persoalan distribusi pupuk yang tidak merata, itu jadi bahan kajian mereka yang dituangkan hasil risetnya ke koran yang terafiliasi dengan mereka,” kata dia.
Sementara untuk masyarakat kelas bawah dan kebanyakan, kegiatan-kegiatan hiburan dan pertunjukan menjadi agenda PKI. Dari sanalah potensi massa pemilih bisa terangkut, apalagi saat itu masih banyak masyarakat bawah yang belum melek huruf.
“Di setiap acara ada hiburan - hiburan, karnaval - karnaval agar menarik orang mencoblos partai ini, karena partai - partai yang kultural, latar belakang ideologis, latar belakang agama, dan sebagainya, memilih karena itu banyak pemilih masih buta huruf,” ungkap dia.
Faishal menambahkan, kala itu memang masyarakat masih awam dengan huruf pada umumnya. Justru masyarakat lebih familiar atau populer dengan huruf pegon. Maka untuk menjaring potensi pemilih di kalangan masyarakat bawah.
PKI tak segan-segan membaur rapat-rapat Akbar yang meriah. Selain itu mereka juga kerap menyebarkan brosur-brosur dengan menonjolkan logo partainya. Hal ini pula yang disebut Faishal, dilakukan di Malang dan sekitarnya.
“Mereka juga sangat aktif dalam menyebarkan selembaran - selembaran yang di setiap selembaran selalu menonjolkan logo partai yang lebih besar, daripada narasinya termasuk membuat karnaval-karnaval,” tuturnya.
“Setiap karnaval PKI yang ditonjolkan adalah simbol-simbol palu arit, karena masyarakat kita masih umumnya masih buta huruf latin, jadi orang yang tahu logonya ini familiar dilihat mata ya pasti akan dicoblos,” tukasnya.
Sejarawan Malang Faishal Hilmy Maulida menuturkan, Malang dan Jawa Timur memang menjadi kantong - kantong suara bagi PKI. Makanya para pemimpin PKI itu kerap hadir turun langsung ke daerah-daerah di Jawa Timur, tak terkecuali Malang.
Bahkan intensitas turunnya para pemimpin partai dengan mengagendakan rapat akbar ini kian masif, ketika menjelang pemilihan, termasuk ketika tahun 1955 Pemilu pertama diadakan.
“Jadi pimpinan partai turun langsung, Aidit ke Lumajang, Lukman (M.H. Lukman, Wakil Ketua PKI) ke Surabaya dan lain - lain, memberikan rapat akbar di Lumajang, Lukman ke Surabaya dan sebagainya,” kata Faishal Hilmy Maulida kepada SINDOnews.
Menariknya, PKI punya cara tersendiri untuk menarik simpati bagi masyarakat Malang, untuk masyarakat terpelajar atau berpendidikan menengah ke atas misalnya, kajian riset dan pemahaman ideologi menjadi hal yang diajukan.
Mereka mempunyai tim riset sendiri yang melaksanakan penelitian - penelitian ilmiah berbasis kondisi sosial masyarakat.
“Nantinya dipublikasikan di harian rakyat dan nanti mereka akan memberikan solusi saat partai memimpin kendali pemerintahan atau melalui parlemen, nanti apa yang kira-kira bisa diperbaiki, misalkan ada kesenjangan gaji buruh pria dan perempuan,” paparnya.
Termasuk bila ada kesenjangan di sosial masyarakat, maka PKI juga mengulasnya lebih detail dari sisi keilmuan. Dari hasil kajian itu sekali lagi, PKI mempublikasikannya ke media cetak yang terafiliasi dengan partai politik tersebut.
“Misalnya ada persoalan distribusi pupuk yang tidak merata, itu jadi bahan kajian mereka yang dituangkan hasil risetnya ke koran yang terafiliasi dengan mereka,” kata dia.
Sementara untuk masyarakat kelas bawah dan kebanyakan, kegiatan-kegiatan hiburan dan pertunjukan menjadi agenda PKI. Dari sanalah potensi massa pemilih bisa terangkut, apalagi saat itu masih banyak masyarakat bawah yang belum melek huruf.
“Di setiap acara ada hiburan - hiburan, karnaval - karnaval agar menarik orang mencoblos partai ini, karena partai - partai yang kultural, latar belakang ideologis, latar belakang agama, dan sebagainya, memilih karena itu banyak pemilih masih buta huruf,” ungkap dia.
Faishal menambahkan, kala itu memang masyarakat masih awam dengan huruf pada umumnya. Justru masyarakat lebih familiar atau populer dengan huruf pegon. Maka untuk menjaring potensi pemilih di kalangan masyarakat bawah.
PKI tak segan-segan membaur rapat-rapat Akbar yang meriah. Selain itu mereka juga kerap menyebarkan brosur-brosur dengan menonjolkan logo partainya. Hal ini pula yang disebut Faishal, dilakukan di Malang dan sekitarnya.
“Mereka juga sangat aktif dalam menyebarkan selembaran - selembaran yang di setiap selembaran selalu menonjolkan logo partai yang lebih besar, daripada narasinya termasuk membuat karnaval-karnaval,” tuturnya.
“Setiap karnaval PKI yang ditonjolkan adalah simbol-simbol palu arit, karena masyarakat kita masih umumnya masih buta huruf latin, jadi orang yang tahu logonya ini familiar dilihat mata ya pasti akan dicoblos,” tukasnya.
(ams)