Kisah Menegangkan Letjen TNI (Purn) Agus Rohman Antar Segepok Uang dalam Misi Berbahaya ke Timor Timur
Minggu, 25 Agustus 2024 - 10:26 WIB
"Apakah harga nyawa saya lebih murah dari harga pistol?"
Agus kemudian merenung dan akhirnya tetap memutuskan bahwa ia harus membawa pistol sebagai langkah antisipasi. Ia tahu bahwa perjalanan ke Lospalos adalah perjalanan yang berbahaya.
Pria yang dijuluki Kapten sejak kecil ini harus menempuh waktu tujuh jam perjalanan. Di tengah perjalanan bisa saja ada kelompok separatis yang melakukan penyisiran dan sweeping terhadap anggota TNI.
Jika itu terjadi, Lettu Agus berpikir akan melawan dengan pistolnya. Namun, pikirannya itu ditolak oleh Komandan Batalyon. Agus tetap bersikukuh dengan pikirannya. Ia harus membawa pistol.
Sambungan radio racal pun terputus. Agus Rohman masih berpikir, dirinya butuh keyakinan bahwa ia harus membawa pistol.
"Izin, Pasil sebaiknya Pasi membawa pistol, bahaya," cetus seorang tayanrad (operator radio).
Saran dari operator radio itu memperkuat keyakinannya. Lettu Inf Agus Rohman pun membawa pistol dan berangkat dengan menggunakan bus dari Dili ke Lospalos.
Ia memilih duduk di kursi paling belakang sehingga mudah mengawasi kemungkinan bahaya, misalnya sweeping. Pistolnya telah ia siapkan di balik jaketnya. Siap ditembakkan jika terjebak dalam kondisi yang mendesak.
Dalam perjalanan, mantan Asops Danpaspampres kala itu terus berzikir. Dia merasa bahwa pintu kematian telah terbuka, meski pada dasarnya, setiap saat pintu kematian selalu terbuka. Namun pada saat itu, kematian semakin jelas.
Agus mengucap nama Tuhan, Allah SWT, seolah itulah saat-saat terakhir ia mengucapkan nama itu. Hidup dan mati telah diatur, apakah ini saatnya saya mati, pikirnya.
Agus kemudian merenung dan akhirnya tetap memutuskan bahwa ia harus membawa pistol sebagai langkah antisipasi. Ia tahu bahwa perjalanan ke Lospalos adalah perjalanan yang berbahaya.
Pria yang dijuluki Kapten sejak kecil ini harus menempuh waktu tujuh jam perjalanan. Di tengah perjalanan bisa saja ada kelompok separatis yang melakukan penyisiran dan sweeping terhadap anggota TNI.
Jika itu terjadi, Lettu Agus berpikir akan melawan dengan pistolnya. Namun, pikirannya itu ditolak oleh Komandan Batalyon. Agus tetap bersikukuh dengan pikirannya. Ia harus membawa pistol.
Sambungan radio racal pun terputus. Agus Rohman masih berpikir, dirinya butuh keyakinan bahwa ia harus membawa pistol.
"Izin, Pasil sebaiknya Pasi membawa pistol, bahaya," cetus seorang tayanrad (operator radio).
Saran dari operator radio itu memperkuat keyakinannya. Lettu Inf Agus Rohman pun membawa pistol dan berangkat dengan menggunakan bus dari Dili ke Lospalos.
Ia memilih duduk di kursi paling belakang sehingga mudah mengawasi kemungkinan bahaya, misalnya sweeping. Pistolnya telah ia siapkan di balik jaketnya. Siap ditembakkan jika terjebak dalam kondisi yang mendesak.
Dalam perjalanan, mantan Asops Danpaspampres kala itu terus berzikir. Dia merasa bahwa pintu kematian telah terbuka, meski pada dasarnya, setiap saat pintu kematian selalu terbuka. Namun pada saat itu, kematian semakin jelas.
Agus mengucap nama Tuhan, Allah SWT, seolah itulah saat-saat terakhir ia mengucapkan nama itu. Hidup dan mati telah diatur, apakah ini saatnya saya mati, pikirnya.
tulis komentar anda