Kisah Menegangkan Letjen TNI (Purn) Agus Rohman Antar Segepok Uang dalam Misi Berbahaya ke Timor Timur
loading...
A
A
A
LETNAN JENDERAL (Letjen) TNI (Purn) Agus Rohman memiliki pengalaman menegangkan saat ditugaskan di daerah operasi Timor Timur yang sekarang menjadi Timor Leste pada tahun 1994.
Saat itu, Agus Rohman yang merupakan abituren Akademi Militer (Akmil) tahun 1988 masih berpangkat Lettu dan menjabat sebagai Kasi-4/Log Yonif Linud 330/Tri Dharma Kostrad.
Penugasan ke wiayah konflik di Timor Timur menjadi pengalamannya pertama kali penugasan ke medan operasi. Kala itu memang bukan di garis depan, namun bertugas di bagian logistik.
Dikutip dari buku biografi berjudul "Panglima dari Bandung Selatan, 88 Praktik Kepemimpinan Ala Mayjen TNI H Agus Rohman, S.I.P., M.I.P", Minggu (25/8/2024), Agus Rohman kala itu berperan untuk menyiapkan dan mendistribusikan segala kebutuhan logistik di garis depan.
Tentunya, hal itu merupakan tantangan bagi seorang perwira muda.
Hingga akhirnya datang perintah atasan untuk mengantar segepok uang ke wilayah Lospalos, Timor Timur.
"Kamu harus antar uang ini ke Lospalos," perintah Komandan Batalyon Infanteri L 330/TD kepada Lettu Inf Agus Rohman melalui radio racal.
"Siap!" tegas Agus Rohman. Lantas, suasana menjadi hening.
"Izin bertanya Komandan. Kenapa tidak kemarin saja uang ini diberikan?" lanjutnya.
Pasalnya, kemarin ada pasukan yang datang menggunakan dua mobil. Dia berpikir jika uang itu diberikan kemarin kepada pasukan itu, tentu itu akan lebih baik dan aman.
"Kita tidak bisa mengulang apa yang terjadi kemarin, bukan? Uang itu harus kamu antar ke Lospalos hari ini juga," ujar Komandan Batalyon sekali lagi seolah mempertegas perintah sebelumnya.
Lospalos adalah kota di Timor Leste. Letaknya 248 km di timur Dili, ibu kota negara itu.
"Kamu berangkat ke Lospalos berpakaian preman saja menggunakan bus umum. Tidak perlu membawa senjata," perintah komandannya.
"Siap Komandan! Tapi izinkan saya membawa pistol," ucap Agus menimpali.
Meski dilarang membawa senjata, bukan tanpa alasan Agus meminta izin membawa pistol dalam perjalanannya. Ketika itu dalam pikiran Agus, jika ia dihadang di perjalanan oleh kelompok Fretelin, minimal ia bisa memberikan perlawanan.
Akan tetapi, Komandan Batalyon tidak mengizinkan Agus membawa pistol. Komandan Batalyon khawatir, apabila ada penghadangan, pistol itu dapat direbut musuh.
Saat Komandan Batalyon menyampaikan hal itu, Agus sempat berpikir.
"Apakah harga nyawa saya lebih murah dari harga pistol?"
Agus kemudian merenung dan akhirnya tetap memutuskan bahwa ia harus membawa pistol sebagai langkah antisipasi. Ia tahu bahwa perjalanan ke Lospalos adalah perjalanan yang berbahaya.
Pria yang dijuluki Kapten sejak kecil ini harus menempuh waktu tujuh jam perjalanan. Di tengah perjalanan bisa saja ada kelompok separatis yang melakukan penyisiran dan sweeping terhadap anggota TNI.
Jika itu terjadi, Lettu Agus berpikir akan melawan dengan pistolnya. Namun, pikirannya itu ditolak oleh Komandan Batalyon. Agus tetap bersikukuh dengan pikirannya. Ia harus membawa pistol.
Sambungan radio racal pun terputus. Agus Rohman masih berpikir, dirinya butuh keyakinan bahwa ia harus membawa pistol.
"Izin, Pasil sebaiknya Pasi membawa pistol, bahaya," cetus seorang tayanrad (operator radio).
Saran dari operator radio itu memperkuat keyakinannya. Lettu Inf Agus Rohman pun membawa pistol dan berangkat dengan menggunakan bus dari Dili ke Lospalos.
Ia memilih duduk di kursi paling belakang sehingga mudah mengawasi kemungkinan bahaya, misalnya sweeping. Pistolnya telah ia siapkan di balik jaketnya. Siap ditembakkan jika terjebak dalam kondisi yang mendesak.
Dalam perjalanan, mantan Asops Danpaspampres kala itu terus berzikir. Dia merasa bahwa pintu kematian telah terbuka, meski pada dasarnya, setiap saat pintu kematian selalu terbuka. Namun pada saat itu, kematian semakin jelas.
Agus mengucap nama Tuhan, Allah SWT, seolah itulah saat-saat terakhir ia mengucapkan nama itu. Hidup dan mati telah diatur, apakah ini saatnya saya mati, pikirnya.
Bus berhenti saat sampai setengah perjalanan, tepatnya di Kota Bakau. la pun turun di Kota Bakau, tepatnya di depan Pos Komando Sektor Timur yang dipimpin oleh Kolonel Inf Ryamizard Ryacudu, sebagai Komandan Sektor (Dansektor) ketika itu.
Di sana, ia pun sekaligus menyerahkan surat-surat sebagai laporan kepada Dansektor. Bertemu dengan Dansektor, Kolonel Ryamizard Ryacudu lalu mencecar tujuan perjalanan Agus Rohman.
"Kau mau ke mana?" tanya Dansektor.
"Siap! Saya mau ke Lospalos!" jawab Lettu Agus.
"Untuk apa kau ke sana?" tanya Ryamizard.
"Siap! Saya diperintahkan Danyon untuk mengantarkan uang ke Kotis (Komando Taktis) Lospalos," jawabnya dengan tegas.
"Kenapa pergi sendirian? Kamu tahu kemarin ada penghadangan oleh gerombolan di daerah Manatutu?" tanya Ryamizard kembali.
Lettu Inf Agus Rohman tidak diizinkan pergi ke Lospalos. Sementara itu, Kolonel Inf Ryamizard Ryacudu memanggil Komandan Batalyon ke Kota Bakau.
Kemudian, Dansektor menanyakan kepada Komandan Batalyon perihal perjalanan Lettu Inf Agus Rohman.
"Mengapa dia ditugaskan berangkat sendiri naik bus tanpa pengawalan?"
Pada saat itu, memang terdapat kesalahan prosedur. Seharusnya, Lettu Inf Agus Rohman tidak berangkat sendirian. Tentu, itu akan mengancam jiwanya. Namun, karena loyalitas kepada pemimpin telah terbangun, perintah berisiko kematian pun siap.
Agus merasa bahwa keputusan dapat menentukan jalan hidup. Jika salah mengambil keputusan, maka pasti akan ada penyesalan, mungkin penyesalan itu tidak datang saat itu juga, mungkin dua tahun kemudian atau bertahun-tahun yang akan datang. Keputusan Agus Rohman untuk membawa pistol adalah tepat baginya.
Bagi Agus, keputusan yang diambil Kolonel Ryamizard Ryacudu adalah keputusan yang tepat. Demikianlah seorang pemimpin, ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan. Dan kemampuan itu dimiliki oleh Ryamizard Ryacudu.
Sejak saat itu, Agus Rohman muda terinspirasi oleh Ryamizard Ryacudu. Ia mengikuti jejak-jejaknya. Salah satu hal yang diingat oleh Agus Rohman adalah saat Ryamizard Ryacudu menekankan pentingnya latihan.
Kesejahteraan prajurit adalah latihan dan latihan. Dengan latihan, ia tidak akan sengsara di mana pun, baik di dalam kehidupan sehari-hari maupun di medan operasi.
Selain itu, Ryamizard Ryacudu juga membentuk Batalyon Raider saat ia menjadi KSAD. Batalyon Raider diresmikan pada tahun 2003.
Pada saat itu, delapan yonif pemukul Kodam dan dua yonif Kostrad dibekukan dan kemudian diubah menjadi Batalyon Raider.
Batalyon Raider merupakan batalyon yang memiliki kemampuan untuk perang modern, antigerilya, antiteror, dan perang berlarut. Setiap pasukan memiliki kemampuan perang tiga kali lebih baik dari batalyon infanteri biasa.
Slogan 'babader' atau baik-baik dengan rakyat adalah slogan yang dicetuskan oleh Ryamizard Ryacudu. Slogan itu sangat diingat oleh Agus Rohman. Ia setuju bahwa TNI harus dekat dengan rakyat. Akhirnya, slogan itu berkembang menjadi slogan "TNI Kuat Bersama Rakyat!"
Momen bersama Ryamizard Ryacudu yang paling diingat oleh Agus Rohman adalah saat ia dilantik menjadi Kapten. Setelah lebih dari satu tahun di Timor Timur, pada tanggal 1 April 1995, Lettu Inf Agus Rohman dilantik menjadi Kapten oleh Dansektor Kolonel Inf Ryamizard Ryacudu di Sungai Tehino. Momen itulah yang tidak pernah Agus Rohman lupakan.
Agus Rohman merupakan sosok yang disegani ketika masih aktif di dunia militer Tanah Air. Tak main-main, dia menduduki jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) III di puncak karier militernya.
Dia juga pernah tercatat menjadi Ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selain itu, pria kelahiran Bandung, Jawa Barat 15 Agustus 1963 ini juga pernah menduduki sejumlah jabatan penting seperti Danrem 061/Surya Kencana, Kasdivif 1/Kostrad, Kadisjasad, Pangdivif 1/Kostrad, dan Pangdam XVI/Pattimura.
Agus yang merupakan anak dari perajin dan pedagang sepatu di Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat memiliki segudang pengalaman ketika menjadi prajurit TNI AD.
Pengalaman yang tak main-main, pengalaman yang mendebarkan karena harus bertaruh nyawa ketika menjalankan tugas yang diperintahkan atasan.
Saat itu, Agus Rohman yang merupakan abituren Akademi Militer (Akmil) tahun 1988 masih berpangkat Lettu dan menjabat sebagai Kasi-4/Log Yonif Linud 330/Tri Dharma Kostrad.
Baca Juga
Penugasan ke wiayah konflik di Timor Timur menjadi pengalamannya pertama kali penugasan ke medan operasi. Kala itu memang bukan di garis depan, namun bertugas di bagian logistik.
Dikutip dari buku biografi berjudul "Panglima dari Bandung Selatan, 88 Praktik Kepemimpinan Ala Mayjen TNI H Agus Rohman, S.I.P., M.I.P", Minggu (25/8/2024), Agus Rohman kala itu berperan untuk menyiapkan dan mendistribusikan segala kebutuhan logistik di garis depan.
Tentunya, hal itu merupakan tantangan bagi seorang perwira muda.
Hingga akhirnya datang perintah atasan untuk mengantar segepok uang ke wilayah Lospalos, Timor Timur.
"Kamu harus antar uang ini ke Lospalos," perintah Komandan Batalyon Infanteri L 330/TD kepada Lettu Inf Agus Rohman melalui radio racal.
Baca Juga
"Siap!" tegas Agus Rohman. Lantas, suasana menjadi hening.
"Izin bertanya Komandan. Kenapa tidak kemarin saja uang ini diberikan?" lanjutnya.
Pasalnya, kemarin ada pasukan yang datang menggunakan dua mobil. Dia berpikir jika uang itu diberikan kemarin kepada pasukan itu, tentu itu akan lebih baik dan aman.
"Kita tidak bisa mengulang apa yang terjadi kemarin, bukan? Uang itu harus kamu antar ke Lospalos hari ini juga," ujar Komandan Batalyon sekali lagi seolah mempertegas perintah sebelumnya.
Lospalos adalah kota di Timor Leste. Letaknya 248 km di timur Dili, ibu kota negara itu.
"Kamu berangkat ke Lospalos berpakaian preman saja menggunakan bus umum. Tidak perlu membawa senjata," perintah komandannya.
"Siap Komandan! Tapi izinkan saya membawa pistol," ucap Agus menimpali.
Meski dilarang membawa senjata, bukan tanpa alasan Agus meminta izin membawa pistol dalam perjalanannya. Ketika itu dalam pikiran Agus, jika ia dihadang di perjalanan oleh kelompok Fretelin, minimal ia bisa memberikan perlawanan.
Akan tetapi, Komandan Batalyon tidak mengizinkan Agus membawa pistol. Komandan Batalyon khawatir, apabila ada penghadangan, pistol itu dapat direbut musuh.
Saat Komandan Batalyon menyampaikan hal itu, Agus sempat berpikir.
"Apakah harga nyawa saya lebih murah dari harga pistol?"
Agus kemudian merenung dan akhirnya tetap memutuskan bahwa ia harus membawa pistol sebagai langkah antisipasi. Ia tahu bahwa perjalanan ke Lospalos adalah perjalanan yang berbahaya.
Pria yang dijuluki Kapten sejak kecil ini harus menempuh waktu tujuh jam perjalanan. Di tengah perjalanan bisa saja ada kelompok separatis yang melakukan penyisiran dan sweeping terhadap anggota TNI.
Jika itu terjadi, Lettu Agus berpikir akan melawan dengan pistolnya. Namun, pikirannya itu ditolak oleh Komandan Batalyon. Agus tetap bersikukuh dengan pikirannya. Ia harus membawa pistol.
Sambungan radio racal pun terputus. Agus Rohman masih berpikir, dirinya butuh keyakinan bahwa ia harus membawa pistol.
"Izin, Pasil sebaiknya Pasi membawa pistol, bahaya," cetus seorang tayanrad (operator radio).
Saran dari operator radio itu memperkuat keyakinannya. Lettu Inf Agus Rohman pun membawa pistol dan berangkat dengan menggunakan bus dari Dili ke Lospalos.
Ia memilih duduk di kursi paling belakang sehingga mudah mengawasi kemungkinan bahaya, misalnya sweeping. Pistolnya telah ia siapkan di balik jaketnya. Siap ditembakkan jika terjebak dalam kondisi yang mendesak.
Dalam perjalanan, mantan Asops Danpaspampres kala itu terus berzikir. Dia merasa bahwa pintu kematian telah terbuka, meski pada dasarnya, setiap saat pintu kematian selalu terbuka. Namun pada saat itu, kematian semakin jelas.
Agus mengucap nama Tuhan, Allah SWT, seolah itulah saat-saat terakhir ia mengucapkan nama itu. Hidup dan mati telah diatur, apakah ini saatnya saya mati, pikirnya.
Bus berhenti saat sampai setengah perjalanan, tepatnya di Kota Bakau. la pun turun di Kota Bakau, tepatnya di depan Pos Komando Sektor Timur yang dipimpin oleh Kolonel Inf Ryamizard Ryacudu, sebagai Komandan Sektor (Dansektor) ketika itu.
Di sana, ia pun sekaligus menyerahkan surat-surat sebagai laporan kepada Dansektor. Bertemu dengan Dansektor, Kolonel Ryamizard Ryacudu lalu mencecar tujuan perjalanan Agus Rohman.
"Kau mau ke mana?" tanya Dansektor.
"Siap! Saya mau ke Lospalos!" jawab Lettu Agus.
"Untuk apa kau ke sana?" tanya Ryamizard.
"Siap! Saya diperintahkan Danyon untuk mengantarkan uang ke Kotis (Komando Taktis) Lospalos," jawabnya dengan tegas.
"Kenapa pergi sendirian? Kamu tahu kemarin ada penghadangan oleh gerombolan di daerah Manatutu?" tanya Ryamizard kembali.
Lettu Inf Agus Rohman tidak diizinkan pergi ke Lospalos. Sementara itu, Kolonel Inf Ryamizard Ryacudu memanggil Komandan Batalyon ke Kota Bakau.
Kemudian, Dansektor menanyakan kepada Komandan Batalyon perihal perjalanan Lettu Inf Agus Rohman.
"Mengapa dia ditugaskan berangkat sendiri naik bus tanpa pengawalan?"
Pada saat itu, memang terdapat kesalahan prosedur. Seharusnya, Lettu Inf Agus Rohman tidak berangkat sendirian. Tentu, itu akan mengancam jiwanya. Namun, karena loyalitas kepada pemimpin telah terbangun, perintah berisiko kematian pun siap.
Agus merasa bahwa keputusan dapat menentukan jalan hidup. Jika salah mengambil keputusan, maka pasti akan ada penyesalan, mungkin penyesalan itu tidak datang saat itu juga, mungkin dua tahun kemudian atau bertahun-tahun yang akan datang. Keputusan Agus Rohman untuk membawa pistol adalah tepat baginya.
Bagi Agus, keputusan yang diambil Kolonel Ryamizard Ryacudu adalah keputusan yang tepat. Demikianlah seorang pemimpin, ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan. Dan kemampuan itu dimiliki oleh Ryamizard Ryacudu.
Sejak saat itu, Agus Rohman muda terinspirasi oleh Ryamizard Ryacudu. Ia mengikuti jejak-jejaknya. Salah satu hal yang diingat oleh Agus Rohman adalah saat Ryamizard Ryacudu menekankan pentingnya latihan.
Kesejahteraan prajurit adalah latihan dan latihan. Dengan latihan, ia tidak akan sengsara di mana pun, baik di dalam kehidupan sehari-hari maupun di medan operasi.
Selain itu, Ryamizard Ryacudu juga membentuk Batalyon Raider saat ia menjadi KSAD. Batalyon Raider diresmikan pada tahun 2003.
Pada saat itu, delapan yonif pemukul Kodam dan dua yonif Kostrad dibekukan dan kemudian diubah menjadi Batalyon Raider.
Batalyon Raider merupakan batalyon yang memiliki kemampuan untuk perang modern, antigerilya, antiteror, dan perang berlarut. Setiap pasukan memiliki kemampuan perang tiga kali lebih baik dari batalyon infanteri biasa.
Slogan 'babader' atau baik-baik dengan rakyat adalah slogan yang dicetuskan oleh Ryamizard Ryacudu. Slogan itu sangat diingat oleh Agus Rohman. Ia setuju bahwa TNI harus dekat dengan rakyat. Akhirnya, slogan itu berkembang menjadi slogan "TNI Kuat Bersama Rakyat!"
Momen bersama Ryamizard Ryacudu yang paling diingat oleh Agus Rohman adalah saat ia dilantik menjadi Kapten. Setelah lebih dari satu tahun di Timor Timur, pada tanggal 1 April 1995, Lettu Inf Agus Rohman dilantik menjadi Kapten oleh Dansektor Kolonel Inf Ryamizard Ryacudu di Sungai Tehino. Momen itulah yang tidak pernah Agus Rohman lupakan.
Agus Rohman merupakan sosok yang disegani ketika masih aktif di dunia militer Tanah Air. Tak main-main, dia menduduki jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) III di puncak karier militernya.
Dia juga pernah tercatat menjadi Ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selain itu, pria kelahiran Bandung, Jawa Barat 15 Agustus 1963 ini juga pernah menduduki sejumlah jabatan penting seperti Danrem 061/Surya Kencana, Kasdivif 1/Kostrad, Kadisjasad, Pangdivif 1/Kostrad, dan Pangdam XVI/Pattimura.
Agus yang merupakan anak dari perajin dan pedagang sepatu di Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat memiliki segudang pengalaman ketika menjadi prajurit TNI AD.
Pengalaman yang tak main-main, pengalaman yang mendebarkan karena harus bertaruh nyawa ketika menjalankan tugas yang diperintahkan atasan.
(shf)