Jenis Pungutan Pajak Era Kerajaan Majapahit dari Tanah hingga Orang Asing
Kamis, 01 Agustus 2024 - 06:19 WIB
Mereka ini semua termasuk yang dikenai pajak, karena termasuk dalam warga kilalan.Di dalam prasasti pajak orang asing disebut kiteran. Data tentang hal itu disebut dalam prasasti Wurudu Kidul tahun 922 M.
Prasasti ini mengisahkan tentang proses peradilan dalam kasus kewarganegaraan seseorang. Sang Dhanadi seorang warga Wurudu Kidul disangka orang Khmer, tetapi setelah melalui proses peradilan tuduhan itu tidak terbukti, maka ia kemudian menolak kiteran.
Jenis terakhir yang ditarik pajak yakni pajak eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Dimana di antara jenis usaha yang dikenai pajak adalah usaha pengeksplotasian sumber daya alam secara langsung.
Pungutan pajak terhadap usaha mengeksploitasi sumber daya kelautan diketahui melalui pembatasan usaha pemilikan kapal penangkap ikan (biltran), pukat maupun jala, seperti disebut dalam prasasti Wimalasama.
Akan tetapi, dari prasasti tidak dapat diketahui besarnya pungutan pajak dan waktu pemungutannya. Namun demikian dari sudut lingkungan ketetapan itu dapat dianggap sebagai solusi terhadap pencegahan kerusakan lingkungan yang dieksploitasi secara berlebihan.
Di dalam daftar manilala drabya haji juga ada sebutanpadahut pang-pangyang mungkin sekali berarti petugas denda bagi penebang pohon secara sembarangan.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Prasasti ini mengisahkan tentang proses peradilan dalam kasus kewarganegaraan seseorang. Sang Dhanadi seorang warga Wurudu Kidul disangka orang Khmer, tetapi setelah melalui proses peradilan tuduhan itu tidak terbukti, maka ia kemudian menolak kiteran.
Jenis terakhir yang ditarik pajak yakni pajak eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Dimana di antara jenis usaha yang dikenai pajak adalah usaha pengeksplotasian sumber daya alam secara langsung.
Pungutan pajak terhadap usaha mengeksploitasi sumber daya kelautan diketahui melalui pembatasan usaha pemilikan kapal penangkap ikan (biltran), pukat maupun jala, seperti disebut dalam prasasti Wimalasama.
Akan tetapi, dari prasasti tidak dapat diketahui besarnya pungutan pajak dan waktu pemungutannya. Namun demikian dari sudut lingkungan ketetapan itu dapat dianggap sebagai solusi terhadap pencegahan kerusakan lingkungan yang dieksploitasi secara berlebihan.
Di dalam daftar manilala drabya haji juga ada sebutanpadahut pang-pangyang mungkin sekali berarti petugas denda bagi penebang pohon secara sembarangan.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(ams)
tulis komentar anda