Warga Toraja Tuntut Pembangunan PLTA Malea Dihentikan
Senin, 27 Juli 2020 - 20:52 WIB
TORAJA - Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Toraja, menggugat PT Malea dengan berunjuk rasa di DPRD Tana Toraja , Senin, (27/07/2020).
Massa pengunjuk rasa yang berasal dari beberapa desa dan kelurahan di kecamatan Makale Selatan itu, menuntut operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Malea dihentikan sementara hingga tuntutan pengunjuk rasa dipenuhi PT Malea sebagai pengelolah PLTA Malea.
"Kami datang ke DPRD untuk melihat aksi nyata bahwa wakil rakyat berpihak kepada kepentingan rakyat. Hadirnya PLTA Malea menimbulkan keresahan kepada masyarakat lokal/setempat karena tidak memberikan kesejahteraan," ujar Koordinator Lapangan, Bronson Jois Sumalon.
Dia mengatakan, salah satu tuntutan
Aliansi Masyarakat Toraja menggugat adalah meminta PT Malea menghentikan aktivitas pembangunan PLTA Malea karena menimbulkan kerusakan lingkungan sekitarnya. PT Malea juga membuat terowongan sepanjang 11 kilometer. Hasil material dari pembuatan terowongan digunakan untuk pembuatan jalan. Namun, sebagian dibuang ke sungai yang membuat sungai Sa'dan sehingga sungai mengalami penyempitan dan pendangkalan.
Tidak hanya itu, lanjutnya pembangunan PLTA Malea juga merusak dan menghilangkan situs budaya SAPAN DEATA yang merupakan situs peradaban lahirnya Raja– raja di Toraja. Ironisnya, PT Malea tidak melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan yang timbulkan dari pembangunan PLTA Malea.
"Ada delapan point tuntutan kami. Salah satunya, PT Malea harus bertanggung jawab atas semua masalah yang ditimbulkan pemulihan lingkungan hidup, kembalikan situs budaya yang dirusak. Sebelum semua tuntutan kami dipenuhi, pembangunan PLTA Malea dihentikan sementara," jelas Bronson.
Aspirasi Aliansi Masyarakat Toraja Menggugat PT Malea diterima langsung Wakil Ketua DPRD Tana Toraja , Yohanis Lintin Paembongan didampingi tiga anggota DPRD Tana Toraja lainnya.
Massa pengunjuk rasa yang berasal dari beberapa desa dan kelurahan di kecamatan Makale Selatan itu, menuntut operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Malea dihentikan sementara hingga tuntutan pengunjuk rasa dipenuhi PT Malea sebagai pengelolah PLTA Malea.
"Kami datang ke DPRD untuk melihat aksi nyata bahwa wakil rakyat berpihak kepada kepentingan rakyat. Hadirnya PLTA Malea menimbulkan keresahan kepada masyarakat lokal/setempat karena tidak memberikan kesejahteraan," ujar Koordinator Lapangan, Bronson Jois Sumalon.
Dia mengatakan, salah satu tuntutan
Aliansi Masyarakat Toraja menggugat adalah meminta PT Malea menghentikan aktivitas pembangunan PLTA Malea karena menimbulkan kerusakan lingkungan sekitarnya. PT Malea juga membuat terowongan sepanjang 11 kilometer. Hasil material dari pembuatan terowongan digunakan untuk pembuatan jalan. Namun, sebagian dibuang ke sungai yang membuat sungai Sa'dan sehingga sungai mengalami penyempitan dan pendangkalan.
Tidak hanya itu, lanjutnya pembangunan PLTA Malea juga merusak dan menghilangkan situs budaya SAPAN DEATA yang merupakan situs peradaban lahirnya Raja– raja di Toraja. Ironisnya, PT Malea tidak melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan yang timbulkan dari pembangunan PLTA Malea.
"Ada delapan point tuntutan kami. Salah satunya, PT Malea harus bertanggung jawab atas semua masalah yang ditimbulkan pemulihan lingkungan hidup, kembalikan situs budaya yang dirusak. Sebelum semua tuntutan kami dipenuhi, pembangunan PLTA Malea dihentikan sementara," jelas Bronson.
Aspirasi Aliansi Masyarakat Toraja Menggugat PT Malea diterima langsung Wakil Ketua DPRD Tana Toraja , Yohanis Lintin Paembongan didampingi tiga anggota DPRD Tana Toraja lainnya.
tulis komentar anda