Cikal Bakal Munculnya Pemuda Hitler dari Sekolah Jerman Sarangan Magetan

Sabtu, 24 Desember 2022 - 13:31 WIB
loading...
A A A
“Sebab hampir semua anak-anak tersebut, lelaki dan perempuan, yang lahir di Nusantara berbicara dalam bahasa Jerman yang tercampur dengan kata-kata Belanda dan Melayu,” kata Horst H. Geerken.

Sekolah Jerman di Sarangan Magetan berlangsung 6 hari dalam seminggu dengan olah raga 3 kali dalam seminggu. Karena tak ada bioskop dan fasilitas hiburan lain, sekolah membentuk kelompok musik, olah raga dan yoga.

Jepang terlibat aktif dalam pembentukan kurikulum dan perencanaan lain untuk sekolah Jerman di Sarangan Magetan. Dalam Jejak Hitler di Indonesia, Hardy Zollner eks siswa sekolah Jerman di Sarangan Magetan, menyebut para pelajar menerima pelajaran sejarah, biologi, geometri, fisika, kimia, agama dan lain-lain.

Setiap anak diwajibkan menulis dengan huruf latin yang diperkenalkan di Jerman sejak tahun 1941. Sejumlah siswa bahkan mampu menulis bahasa Jerman Sutterlin, yakni bahasa Jerman yang dipakai pada ke-16.

Peresmian sekaligus pembukaan sekolah Jerman di Sarangan Magetan berlangsung tepat di hari ulang tahun Adolf Hitler ke- 53, 20 April 1943. Upacara peresmian dihadiri langsung para tamu undangan Jerman dan Jepang. Wakil-wakil pemerintah Jerman datang dari Batavia (Jakarta) dan Tokyo.

Suasana berlangsung meriah. Bendera Jepang berkibar bersama bendera Swastika. Lagu-lagu patriotis dikumandangkan. Berbagai sambutan lebih banyak menyinggung soal kemenangan akhir. Pembukaan ditutup dengan festival olah raga.

“Kepala sekolah pertama adalah Frau Braun. Namun tak lama dia terpaksa meninggalkan Sarangan karena ketahuan orang Yahudi. Penggantinya adalah Frau Lydia Bode,” kata Horst H. Geerken.

Sekolah Jerman di Sarangan Magetan merupakan proyek percontohan. Tidak heran jika banyak tamu yang datang ke Sarangan. Pada awal bulan, datang kunjungan seorang dokter Jepang, perwakilan Kedutaan Besar Jerman di Tokyo.

Kemudian Menteri Pendidikan Jepang, Pemerintah sipil Jawa dan Panglima Tentara Jepang di Pasifik. Pada Januari 1944 seorang Professor Jepang yang telah menempuh studi di Bonn Jerman, juga berkunjung ke Sarangan Magetan.

Di depan orang banyak ia berbicara bahasa Jerman dengan sempurna. Pada masa itu, sekolah Jerman di Sarangan Magetan banyak melahirkan para pemuda Jerman berjiwa patrotis. Mereka sangat bangga dan sekaligus membayangkan heroisme dan pengabdian kepada tanah air.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1279 seconds (0.1#10.140)