Ini Penyebab Masih Tingginya Kasus Penularan Covid-19 di Sulsel

Kamis, 09 Juli 2020 - 20:33 WIB
loading...
Ini Penyebab Masih Tingginya...
Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin. Foto: Istimewa
A A A
MAKASSAR - Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin mengaku, angka kasus COVID-19 di Sulsel cenderung fluktuatif.Penularan masih terjadi dengan angka reproduksi efektif (Rt) Covid-19 di Sulsel dikisaran 0.98-1.04.

"Perhari ini kisaran reproduksi efektif berkisar 0.98 dan Sulsel rangking ke-19 dari seluruh Provinsi di Indonesia. Paling tidak kondisi ini menggambarkan bahwa pertumbuhan kasus secara umum di Sulsel bergerak menurun. Terlepas dari fluktuasi Rt di beberapa zona merah yang masih berfluktuasi," ujar Ridwan kepada SINDOnews, Kamis, (9/7/2020).



Dia tak menampik, fluktuasi harian kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Sulsel terus berubah. Dengan kisaran jumlah kasus antara 75 hingga 200-an kasus setiap harinya.

Menurut Ridwan, masih terjadinya penularan dan peningkatan kasus COVID-19 disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya karena dampak intervensi yang cenderung menekan kurva.

Pada waktu yang bersamaan kata dia, penularan lokal sementara berlangsung secara cepat. Baik penularan secara langsung maupun secara tidak langsung.

"Bahkan kajian terakhir penularan COVID-19 disebut bisa terjadi melalui udara, seperti halnya asap yang menyebar kemana-mana," sebut dia.

Selain itu, peningkatan kasus positif COVID-19 juga diikuti karena pencarian atau tracking kasus secara cepat, memberikan kecepatan dalam pengumpulan specimen dan aggressive testing. Kegiatan tracking berlangsung pada level puskesmas untuk melacak OTG, kontak erat dan populasi berisiko di wilayak kerja masing masing.

"Mencermati hasil tracking hingga aggressive testing dengan positif rate sekira 14%, maka dengan dukungan laboratorium yang mampu melakukan pengujian sekitar 1.000 spesimen perhari, secara otomatis kasus harian terlaporkan juga berkisar 140 kasus perhari. Jadi perlu respons yang lebih rasional," papar Ridwan.

Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Sulawesi Selatan ini menambahkan, aspek lain yang sangat penting sebagai penyebab fluktuasi ini adalah kecepatan transmisi lokal dari COVID-19. Yang secara linear dengan pelonggaran bisnis dan pergerakan populasi tanpa mengikuti protokol kesehatan secara ketat.

"Pembukaan bidang usaha/perkantoran yang juga masih menggunakan air condition (AC) central. Hasil studi menunjukkan semakin kuatnya bukti penularan melalui udara. Untuk hal tersebut, perlu peninjauan protokol kesehatan secara lebih ketat," ungkap Ridwan.

Selain itu, potensi penularan terjadi karena pembatasan jarak antar orang yang belum dilaksanakan secara maksimal. Lalu, pembatasan loading/kapasitas ruang usaha yang turut belum maksimal diterapkan, yang seharusnya 50% dari luas ruangan.

"Modifikasi bentuk transaksi non tunai yang belum difalakkan untuk mendukung konsep ekonomi low contac transaction. Pembatasan kontak antara consumen dan pelaku usaha dengan partisi belum maksimal," tandasnya.

Makanya, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas ini berharap berbagai aspek tersebut mendapat perhatian serius untuk segera diimplementasikan baik secara individu maupun kolektif oleh institusi.
"Perhatian terhadap upaya-upaya yang bersifat extraordinary action tersebut kiranya menjadi koncern semua warga," jelas dia.

(agn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3483 seconds (0.1#10.140)