KIP Jateng Desak Wali Kota Semarang Beberkan Perusahaan Jadi Klaster Corona

Kamis, 09 Juli 2020 - 07:09 WIB
loading...
KIP Jateng Desak Wali Kota Semarang Beberkan Perusahaan Jadi Klaster Corona
Foto ilustrsi/dok SINDOnews
A A A
SEMARANG - Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jawa Tengah mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk terbuka dan transparan terkait ditemukannya klaster baru atas wabah virus Corona (COVID-19) di tiga perusahaan yang ada di Kota Semarang.

"Wali kota (Hendrar Prihadi) harus terbuka dan memyampaikan ke publik tiga nama perusahaan itu. Kalau ditutup-tutupi malah Hendy melanggar UU. Jangan karena pengusaha dibedakan dengan pasar tradisional atau pasar rakyat. Pasar rakyat ketahuan ada yang reaktif positif saja langsung disuruh tutup," ungkap Komisioner Informasi Jateng, Zainal Abidin Petir, Kamis (9/7/2020) pagi.

Zaenal menjelaskan, sesuai UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa wabah penyakit merupakan informasi serta merta. Artinya, kata dia, pemerintah atau badan publik wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara serta merta perkembangan penyakit tersebut kepada publik. (Baca: Pemkot Semarang Didesak Jangan Tutupi Informasi Perusahaan yang Terpapar COVID-19)

Ia menambahkan, aturan itu juga diperkuat pasal 154 UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang bunyinya, pemerintah secara berkala menetapkan dan memgumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menukar dan/atau menyebar dalam waktu singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan.

"Jadi tidak ada alasan Walikota untuk tidak menyampaikan ke publik. Termasuk Ganjar Pranowo selaku gubernur mestinya juga menyampaikan, perusahaan apa dan alamatnya mana. Jangan hanya getol pasar rakyat saja yang diumumkan," Wakil Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jateng ini. (Baca: Pemkot Semarang Didesak Jangan Tutupi Informasi Perusahaan yang Terpapar COVID-19)

Pihaknya menilai jika Gubernur dan Wali Kota yang punya wilayah dimana ada klaster baru perusahaan sampai tidak mau memgumunkan hal itu namanya tidak fair dan diskriminatif. " Pejabat negara tidak boleh membuat kebijakan diskriminatif," tegasnya.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1183 seconds (0.1#10.140)