Kampung Jagir, Revolusi Karya Melawan Binasa

Kamis, 10 November 2022 - 11:37 WIB
loading...
Kampung Jagir, Revolusi Karya Melawan Binasa
Warga Jagir menunjukan produksi pot yang dibuat dari limbah pampers dan pembalut. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Nama Wonokromo sudah tersohor sejak dulu sebagai sarang copet, dan pelaku kriminal. Tempat prostitusi yang menjadi idaman pria hidung belang. Lokasinya yang berada di dekat stasiun serta pintu air, menjadikan Wonkromo begitu populer.



Kampung Jagir yang berada di dekat stasiun, menjalani peran sebagai pemantik revolusi perubahan masyarakat di Wonokromo. Menghapus berbagai stigma negatif Wonokromo, melalui perubahan prilaku masyarakat yang menunjukan identitas sebenarnya sebuah nilai dari kerja keras warga Surabaya.



Deru Kereta Api Sancaka terdengar riuh, berjalan pelan dengan gesekan besi yang nyaring terdengar ke perkampungan. Niki Firmansyah (38) masih belum menyelesaikan 50 pesanan pot bunga ketika jam di dinding sudah menunjukan pukul 15.30 WIB. Hanya sebuah pembatas tembok tipis dari batu bata yang memisahkan antara stasiun dengan Kampung Jagir.



Senja yang akan segera menjemput tak begitu dihiraukan. Ia tetap terampil memainkan kedua tangganya untuk mengolah sampah dari limbah pampers yang dibuang warga ke sungai Kalimas. Sampah yang tak bisa terurai itu disulap menjadi pot bunga dan batako. "Ini ada pesanan dari kampus, jadi semua pot bunga berbahan dasar pampers bayi yang saya ambil dari sampah di sungai," kata Niki.

Sejak pagi Niki belum berhenti berproduksi. Hanya istirahat sekali untuk menghabiskan makan siang serta kembali mengolah limbah pampers menjadi barang yang bernilai. "Nggak ada yang nganggur di sini sekarang," sahut Fifie Indarti dari ujung gang, hanya berjarak tiga rumah dari Niki duduk.

Ibu dua anak itu sudah selesai melipat ratusan keset yang dibuatnya dari kain perca. Barang sisa yang dia rangkai kembali menjadi barang yang berguna bagi masyarakat. Di rumahnya, ada tiga perempuan lainnya yang ikut membantu. Saling melepas tawa, sesekali mereka saling adu canda sampai terlupa adzan maghrib berkumandang.

Meskipun berusia senja, mereka tak patah arang. Dari tangan kelompok rentan itu, mereka bisa mendulang rupiah. Kelompok rentan yang ada di kampung sempit itu diajak berkarya. Mereka yang sebelumnya hanya menantungkan rezeki dari sang suami kini ikut menambah pundi rezeki buat keluarganya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2811 seconds (0.1#10.140)