Tim Gabungan Aremania Sebut Penerapan Pasal pada Tersangka Tragedi Kanjuruhan Kurang Tepat
loading...
A
A
A
SURABAYA - Suporter Arema yang tergabung dalam Tim Gabungan Aremania (TGA) bersama KontraS, mendatangi Kejati Jawa Timur (Jatim), Kamis (3/11/2022). Kedatangan mereka untuk memberi masukan kepada jaksa agar mendorong penyidik Polda Jatim melakukan perbaikan berkas Tragedi Kanjuruhan.
Pendamping hukum TGA Andy Irfan Junaedi mengatakan, dari hasil investigasi Tim Gabungan Independent Pencari Fakta (TGIPF), faktor utama penyebab jatuhnya korban meninggal dunia dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan adalah ditembakkanya gas air mata.
Federasi KontraS, kata dia, melalui metode digital forensik menemukan perilaku aparat keamanan di dalam stadion yang terstruktur. Antara lain, pengelompokan pasukan, mobilisasi pasukan, target tembakan yang terarah dan ritme dan waktu tembakan yang teratur.
"Dari banyak video rekaman, melalui metode digital forensik sangat kentara bahwa aparat keamanan menembakkan gas air mata dengan sengaja ke arah tribun. Dimana penonton di tribun sama sekali tidak melakukan tindak kekerasan atau ancaman kekerasan kepada personel aparat keamanan," ujar Andy.
Menurutnya, dari konstruksi perbutaan dan pasal yang disangkakan oleh penyidik, tidak akan mampu menjangkau rumusan tindak pidana yang terjadi dalam tragedi yang menewaskan 135 jiwa tersebut.
Karena itu dengan telah dinyatakannya P18, untuk selanjutnya dalam P19, pihaknya ingin memberikan masukan kepada penuntut umum untuk memberikan arahan kepada penyidik.
"Kami ingin, konstruksi perbuatan dan pasal yang disangkakan diubah. Sehingga bisa menjangkau tersangka lebih banyak," terangnya.
Baca: Cerita Dimas, Bocah 13 Tahun Korban Tragedi Kanjuruhan Masih Pusing dan Pincang.
Dia menambahkan, sejumlah pasalnya yang seharusnya dijeratkan pada tersangka adalah, dugaan penyiksaan sebagaimana pasal 351 dan 354 KUHP.
Hal ini sesuai dengan tindakan aparat keamanan yang secara sengaja menembakkan gas air mata yang menimbulkan luka berat yang kemudian berujung pada kematian.
"Kemudian dimasukkan pasal 338 KUHP, mengingat banyak korban yang meninggal dunia secara cepat di tribun stadion Kanjuruhan setelah ditembakkannya gas air mata," imbuhnya.
Pendamping hukum TGA Andy Irfan Junaedi mengatakan, dari hasil investigasi Tim Gabungan Independent Pencari Fakta (TGIPF), faktor utama penyebab jatuhnya korban meninggal dunia dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan adalah ditembakkanya gas air mata.
Federasi KontraS, kata dia, melalui metode digital forensik menemukan perilaku aparat keamanan di dalam stadion yang terstruktur. Antara lain, pengelompokan pasukan, mobilisasi pasukan, target tembakan yang terarah dan ritme dan waktu tembakan yang teratur.
"Dari banyak video rekaman, melalui metode digital forensik sangat kentara bahwa aparat keamanan menembakkan gas air mata dengan sengaja ke arah tribun. Dimana penonton di tribun sama sekali tidak melakukan tindak kekerasan atau ancaman kekerasan kepada personel aparat keamanan," ujar Andy.
Menurutnya, dari konstruksi perbutaan dan pasal yang disangkakan oleh penyidik, tidak akan mampu menjangkau rumusan tindak pidana yang terjadi dalam tragedi yang menewaskan 135 jiwa tersebut.
Karena itu dengan telah dinyatakannya P18, untuk selanjutnya dalam P19, pihaknya ingin memberikan masukan kepada penuntut umum untuk memberikan arahan kepada penyidik.
"Kami ingin, konstruksi perbuatan dan pasal yang disangkakan diubah. Sehingga bisa menjangkau tersangka lebih banyak," terangnya.
Baca: Cerita Dimas, Bocah 13 Tahun Korban Tragedi Kanjuruhan Masih Pusing dan Pincang.
Dia menambahkan, sejumlah pasalnya yang seharusnya dijeratkan pada tersangka adalah, dugaan penyiksaan sebagaimana pasal 351 dan 354 KUHP.
Hal ini sesuai dengan tindakan aparat keamanan yang secara sengaja menembakkan gas air mata yang menimbulkan luka berat yang kemudian berujung pada kematian.
"Kemudian dimasukkan pasal 338 KUHP, mengingat banyak korban yang meninggal dunia secara cepat di tribun stadion Kanjuruhan setelah ditembakkannya gas air mata," imbuhnya.