Banyak Nakes Meninggal Dunia COVID-19, PKS Jatim Bersuara
loading...
A
A
A
SURABAYA - Pandemi COVID-19 membawa korban tenaga kesehatan (nakes) yang gugur. Di Jawa Timur (Jatim), ada 176 lebih nakes yang terpapar virus ini. DPW PKS Jatim meminta pemerintah agar memberikan perhatian lebih kepada para nakes.
Dari jumlah itu, 111 di antaranya perawat. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya dan Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, dari jumlah yang terpapar tersebut, setidaknya 10 dokter dan 8 perawat telah meninggal dunia.
(Baca juga: Ibu di Blitar Meninggal, 3 Anaknya Juga Positif COVID-19 )
"Kita semua prihatin atas banyaknya nakes yang terpapar. Ini menandakan perlindungan kita terhadap mereka masih belum optimal. Padahal para nakes inilah yang sangat berperan dalam penanganan wabah COVID-19," kata Ketua Umum DPW Irwan Setiawan, Senin (6/7/2020).
Irwan menuturkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, memastikan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap di tiap Rumah Sakit. "Baju Hazmat, masker N95, dan APD lainnya mesti dalam kondisi tersedia dalam stok yang memadai. Pemerintah harus cek satu demi satu di lapangan," katanya.
Kedua, lanjut Irwan, memastikan bangunan dan manajemen Rumah Sakit telah disesuaikan dengan protokol COVID-19. "Misalnya memisahkan koridor pasien COVID-19, ruang ganti nakes yang memadai, ruang istirahat, juga asupan gizi bagi para nakes. Ini kalau tidak dicek satu-satu bisa terabaikan," tuturnya.
Ketiga, menurut Irwan, adalah perlindungan hukum dan keamanan. Menurutnya, terdapat nakes yang dituduh tidak memperlakukan pasien dengan baik padahal sudah sesuai protokol COVID-19.
Ada pula yang digeruduk keluarga pasien karena ingin mengambil jenazah. Ada juga yang memaksa membawa pulang pasien COVID-19. "Ini perlu perlindungan dari aparat keamanan agar beban nakes tidak ditambah dengan kekerasan fisik ataupun kriminalisasi," jelasnya.
Keempat, imbuhnya, adalah pencairan insentif bagi tenaga kesehatan sebagaimana yang dijanjikan pemerintah. Pencairan ini, katanya, terhambat soal verifikasi. (Baca juga: Bertahan di Masa Pandemi, Hotel di Surabaya Ini Bidik Segmen Social Event )
"Saya pikir database tenaga kesehatan pasti lengkap. Karena ada pendidikannya, ada organisasi profesi, ada manajemen rumah sakit, bahkan kepegawaian pemerintah. Datanya lengkap. Tidak seperti data penerima Bantuan sosial (bansos) yang mungkin bisa sangat dinamis. Data nakes ini kan rigid. Jadi verifikasinya tidak sulit. Jumlahnya juga tidak sebanyak penerima Bansos," terang Irwan.
Dengan meningkatnya perlindungan bagi para nakes, Irwan berharap tak ada lagi nakes yang terpapar covid dan gugur. Sehingga sumber daya dalam penanganan pandemi tidak berkurang.
"Sebab, satu orang nakes sangatlah berarti dalam menyelamatkan kita semua dari wabah ini. Sebab itu, kami minta agar pemerintah juga memberikan penghargaan kepada para nakes yang gugur dalam pengabdiannya karena COVID-19," pungkasnya
Dari jumlah itu, 111 di antaranya perawat. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya dan Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, dari jumlah yang terpapar tersebut, setidaknya 10 dokter dan 8 perawat telah meninggal dunia.
(Baca juga: Ibu di Blitar Meninggal, 3 Anaknya Juga Positif COVID-19 )
"Kita semua prihatin atas banyaknya nakes yang terpapar. Ini menandakan perlindungan kita terhadap mereka masih belum optimal. Padahal para nakes inilah yang sangat berperan dalam penanganan wabah COVID-19," kata Ketua Umum DPW Irwan Setiawan, Senin (6/7/2020).
Irwan menuturkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, memastikan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap di tiap Rumah Sakit. "Baju Hazmat, masker N95, dan APD lainnya mesti dalam kondisi tersedia dalam stok yang memadai. Pemerintah harus cek satu demi satu di lapangan," katanya.
Kedua, lanjut Irwan, memastikan bangunan dan manajemen Rumah Sakit telah disesuaikan dengan protokol COVID-19. "Misalnya memisahkan koridor pasien COVID-19, ruang ganti nakes yang memadai, ruang istirahat, juga asupan gizi bagi para nakes. Ini kalau tidak dicek satu-satu bisa terabaikan," tuturnya.
Ketiga, menurut Irwan, adalah perlindungan hukum dan keamanan. Menurutnya, terdapat nakes yang dituduh tidak memperlakukan pasien dengan baik padahal sudah sesuai protokol COVID-19.
Ada pula yang digeruduk keluarga pasien karena ingin mengambil jenazah. Ada juga yang memaksa membawa pulang pasien COVID-19. "Ini perlu perlindungan dari aparat keamanan agar beban nakes tidak ditambah dengan kekerasan fisik ataupun kriminalisasi," jelasnya.
Keempat, imbuhnya, adalah pencairan insentif bagi tenaga kesehatan sebagaimana yang dijanjikan pemerintah. Pencairan ini, katanya, terhambat soal verifikasi. (Baca juga: Bertahan di Masa Pandemi, Hotel di Surabaya Ini Bidik Segmen Social Event )
"Saya pikir database tenaga kesehatan pasti lengkap. Karena ada pendidikannya, ada organisasi profesi, ada manajemen rumah sakit, bahkan kepegawaian pemerintah. Datanya lengkap. Tidak seperti data penerima Bantuan sosial (bansos) yang mungkin bisa sangat dinamis. Data nakes ini kan rigid. Jadi verifikasinya tidak sulit. Jumlahnya juga tidak sebanyak penerima Bansos," terang Irwan.
Dengan meningkatnya perlindungan bagi para nakes, Irwan berharap tak ada lagi nakes yang terpapar covid dan gugur. Sehingga sumber daya dalam penanganan pandemi tidak berkurang.
"Sebab, satu orang nakes sangatlah berarti dalam menyelamatkan kita semua dari wabah ini. Sebab itu, kami minta agar pemerintah juga memberikan penghargaan kepada para nakes yang gugur dalam pengabdiannya karena COVID-19," pungkasnya
(msd)