RS Simpang, Perjalanan Penuh Wabah dan Penampung Korban Perang

Senin, 06 Juli 2020 - 04:59 WIB
loading...
RS Simpang, Perjalanan Penuh Wabah dan Penampung Korban Perang
Tulisan yang menjadi penanda pernah ada sebuah rumah sakit besar di Surabaya, yakni RS Simpang yang memiliki peran sebagai penampung korban perang serta wabah. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
Kehadiran Surabaya selalu dipenuhi dengan pergolakan yang tak pernah surut. Korban perang dan wabah menjadi bumbu dalam perjalanan sejarah panjangnya. Di tengah perjalanan itu, ada satu nama rumah sakit yang sampai kini menyisahkan cerita heroik, RS Simpang.

(Baca juga: Merapah Asal Mula Penduduk Surabaya )

Kehadiran RSUD dr Soetomo yang kini menjadi tumpuan utama penanganan pasien COVID-19 tak lepas dari perjalanan penuh darah RS Simpang yang melipat berbagai sejarah panjang perang, wabah dan penyakit yang menyertai selama masa sebelum kemerdekaan.

Yayasan delta plaza ini dulunya rumah sakit rumah sakit umum (C.S.Z). Korban pertempuran 10 Nopember 1945 memenuhi seluruh pojok gedung dan meluber sampai di halaman rumah sakit. Para dokter dan perawat bekerja keras terus menerus, namun banyak korban tak tertolong jiwanya. Mereka yang bisa diselematkan diangkut keluar kota, karena meluasnya pertempuran, tanggal 10 Nopember dilakukan pengungsian terakhir dengan kereta api dari Stasiun Gubeng menuju Malang.

Tulisan itu terpatri dengan jelas di sebuah tugu kecil di antara jalanan Plaza Surabaya, tepatnya di Jalan Pemuda. Sudah tak ada lagi bangunan yang tersisa dari RS Simpang. Namun jasanya dalam mengendalikan korban perang dan wabah menjadikannya tetap tersohor sampai kini.

(Baca juga: Makam Syekh Mubin di Kebumen, Gurunya para Walisongo di Tanah Jawa )

Rumah Sakit Simpang awalnya bernama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting(CBZ) yang dibangun atas perintah Gubernur Jenderal Daendels. Julukan Rumah Sakit Simpang datang dari penduduk sekitar yang melihat dari lokasi dibangunnya, sebuah kawasan Simpang yang dikenal sebagai pembelah wilayah pemukiman Eropa dan non Eropa di Kota Pahlawan.

Saat awal dibangun, rumah sakit ini hanya sebatas melayani sebagai pasien militer. Namun, seiring perkembangannya rumah sakit ini juga melayani warga sipil. Pasien Rumah Sakit Simpang, tak hanya warga Surabaya saja melainkan seluruh warga Jawa Timur serta Indonesia Timur.

Tercatat, jumlah pasien terbanyak adalah ketika wabah kolera menyerang pada tahun 1868. Saat itu, pasien membludak hingga tiga kali lipat jumlah normal. Semua dokter dan perawat tak henti-hentinya menerima pasien.

Bangunan khas Eropa mengiasi seluruh bagian RS Simpang. Pintu, tembok dan lantai yang terbangun dengan indah. Termasuk halaman luas dan ditumbuhi pohon beringin besar yang rindang. Para tenaga medis juga memiliki rumah dinas yang dibangun di sekitar komplek rumah sakit.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.5998 seconds (0.1#10.140)