Perjuangan Tak Kenal Lelah Orang Tua Mencari Rapid Test Buat Syarat UTBK
loading...
A
A
A
SURABAYA - Di tengah pandemi COVID-19, ribuan orang tua terus berburu rapid test gratis buat syarat utama anaknya ikut Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Aturan yang membuat mereka semakin terpuruk di tengah kesulitan ekonomi selama masa pandemi.
Muhayati (51), mendatangi satu persatu rumah saudaranya untuk meminjam uang. Kebutuhan biaya rapid test sebesar Rp350 ribu cukup memberatkan baginya. Apalagi pendapatannya sebagai seorang guru hanya cukup untuk makan setiap hari.
“Saya mau anak saya bisa kuliah, itu satu-satunya harapan. Makanya harus masuk ke kampus negeri biar tak banyak biayanya. Kalau ke kampus swasta sudah tak mampu kami,” kata Muhayati, Sabtu (4/7/2020).
Pukul 08.30 WIB ia sudah datang di pintu masuk laboratorium. Berharap ada potongan harga bagi warga kurang mampu. Baginya, mengeluarkan uang Rp350 ribu cukup besar di masa sulit seperti ini begitu berat rasanya.
“Akhirnya ada potongan, dapat harga Rp200 ribu. Alhamdulillah ada keringanan,” jelasnya. (Baca juga: Langkah Tak Seiring 2 Ibu Dalam Kendalikan Pandemi Covid-19 )
Ia bergegas pulang, menemui anaknya yang sudah menunggu di teras sambil penuh cemas. Kuliah di kampus negeri sudah menjadi cita-citanya, jembatan untuk keluar dari kemiskinan. Mereka percaya melalui pendidikan semua akan bisa diubah dan menjadilannya sebagai investasi masa depan.
Saat tiba di rumah, sebuah pesan masuk ke ponsel Muhayati. Sebuah pesan dari teman mengajarnya yang member tahu ada rapid test gratis bagi warga miskin. Ia menghela nafas sejenak, mencermati berbagai aturan yang harus dilengkapi untuk bisa mendapatkan rapid test secara gratis bagi anaknya.
“Alhamdulillah. Ternyata ada kesempatan untuk dapat gratis di puskesmas,” katanya. (Baca juga: Klinik Laboratorium di Surabaya Diserbu Peserta SBMPTN untuk Rapid Test )
Ia langsung masuk ke rumah, mengambil surat keterangan tidak mampu serta Kartu Indonesia Pintar (KIP) milik anaknya. Dengan mengendarai motor butut, Muhayati membonceng anaknya dan bergegas ke Puskesmas Sidosermo yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari rumahnya.
Saat masuk ke puskesmas, antrean sudah penuh sesak. Ia tetap menjaga jarak, sembari berharap cemas semoga anaknya bisa mendapatrkan hasil rapid test. Dua jam menunggu, giliran itu pun datang dan ia menunggu dengan cemas hasil rapid test yang akan keluar. “Hasilnya non reaktif. Anak saya tetap bisa mengikuti UTBK,” katanya dengan suara lirih.
Muhayati (51), mendatangi satu persatu rumah saudaranya untuk meminjam uang. Kebutuhan biaya rapid test sebesar Rp350 ribu cukup memberatkan baginya. Apalagi pendapatannya sebagai seorang guru hanya cukup untuk makan setiap hari.
“Saya mau anak saya bisa kuliah, itu satu-satunya harapan. Makanya harus masuk ke kampus negeri biar tak banyak biayanya. Kalau ke kampus swasta sudah tak mampu kami,” kata Muhayati, Sabtu (4/7/2020).
Pukul 08.30 WIB ia sudah datang di pintu masuk laboratorium. Berharap ada potongan harga bagi warga kurang mampu. Baginya, mengeluarkan uang Rp350 ribu cukup besar di masa sulit seperti ini begitu berat rasanya.
“Akhirnya ada potongan, dapat harga Rp200 ribu. Alhamdulillah ada keringanan,” jelasnya. (Baca juga: Langkah Tak Seiring 2 Ibu Dalam Kendalikan Pandemi Covid-19 )
Ia bergegas pulang, menemui anaknya yang sudah menunggu di teras sambil penuh cemas. Kuliah di kampus negeri sudah menjadi cita-citanya, jembatan untuk keluar dari kemiskinan. Mereka percaya melalui pendidikan semua akan bisa diubah dan menjadilannya sebagai investasi masa depan.
Saat tiba di rumah, sebuah pesan masuk ke ponsel Muhayati. Sebuah pesan dari teman mengajarnya yang member tahu ada rapid test gratis bagi warga miskin. Ia menghela nafas sejenak, mencermati berbagai aturan yang harus dilengkapi untuk bisa mendapatkan rapid test secara gratis bagi anaknya.
“Alhamdulillah. Ternyata ada kesempatan untuk dapat gratis di puskesmas,” katanya. (Baca juga: Klinik Laboratorium di Surabaya Diserbu Peserta SBMPTN untuk Rapid Test )
Ia langsung masuk ke rumah, mengambil surat keterangan tidak mampu serta Kartu Indonesia Pintar (KIP) milik anaknya. Dengan mengendarai motor butut, Muhayati membonceng anaknya dan bergegas ke Puskesmas Sidosermo yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari rumahnya.
Saat masuk ke puskesmas, antrean sudah penuh sesak. Ia tetap menjaga jarak, sembari berharap cemas semoga anaknya bisa mendapatrkan hasil rapid test. Dua jam menunggu, giliran itu pun datang dan ia menunggu dengan cemas hasil rapid test yang akan keluar. “Hasilnya non reaktif. Anak saya tetap bisa mengikuti UTBK,” katanya dengan suara lirih.
(msd)