2 Sektor Ini yang Menyebabkan Masyarakat Tak Dapat Menerima Kenaikan Harga BBM
loading...
A
A
A
Begitu juga kalangan industri, kata dia, kenaikan harga hasil produksi juga harus diperhitungkan matang dan cermat hingga kenaikan harga produksi bisa relevan, bukan menaikkan harga melebih kenaikan harga BBM.
“Misalnya kenaikan harga BBM naik 4 persen, harga hasil produksi harus menyesuaikan yang wajar, bukan melebihi hingga mencapai 30 persen. Ini sangat memberatkan masyarakat konsumen yang akan mengakibatkan daya beli turun dratis,” katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian/Sekretaris TPID Pemprov Jateng Eddy Sulistiyo Bramiyanto mengatakan Pemprov Jateng telah melakukan berbagai langkah antisipatif lonjakan inflasi.
Di antaranya menggelar operasi pasar, pemerataan distribusi sejumlah komoditas, serta mengoptimalkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
“Pengendalian inflasi, jadi yang menjadi fokus perhatian atau prioritas utama adalah mengendalikan inflasi. Karena inflasi dampaknya cukup luas, termasuk pada pertumbuhan ekonomi dan berdampak pula pada persoalan pengangguran, kemiskinan. Ini menjadi fokus perhatian kita,” katanya.
Dosen Ekonomi UNS Dr Mulyanto menjelaskan bahwa terjadi penurunan harga atau deflasi sebesar -0,39 persen pada Agustus 2022 di Jateng. Jumlah ini bahkan melebihi besaran nasional yang mencatat deflasi sebesar -0,21 persen.
Indikasi ini, ungkap dia, memperlihatkan penurunan harga pada sejumlah komoditas, di antaranya bahan makanan, dan turunnya harga tiket penerbangan pada bulan tersebut.
Setelah sekian lama Jateng mengalami inflasi, pada Agustus dapat mengalami deflasi dengan besaran yang cukup besar yakni -0,39 persen dibanding Juli 2022. Ini lebih tinggi dibanding deflasi nasional yang -0,21 persen.
Dia menambahkan, turunnya sejumlah harga baik makanan dan non makanan yang terjadi pada kota-kota besar di Jateng, memungkinan tidak bertahan lama setelah dikeluarkan kebijakan kenaikan BBM.
“Misalnya kenaikan harga BBM naik 4 persen, harga hasil produksi harus menyesuaikan yang wajar, bukan melebihi hingga mencapai 30 persen. Ini sangat memberatkan masyarakat konsumen yang akan mengakibatkan daya beli turun dratis,” katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian/Sekretaris TPID Pemprov Jateng Eddy Sulistiyo Bramiyanto mengatakan Pemprov Jateng telah melakukan berbagai langkah antisipatif lonjakan inflasi.
Di antaranya menggelar operasi pasar, pemerataan distribusi sejumlah komoditas, serta mengoptimalkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
“Pengendalian inflasi, jadi yang menjadi fokus perhatian atau prioritas utama adalah mengendalikan inflasi. Karena inflasi dampaknya cukup luas, termasuk pada pertumbuhan ekonomi dan berdampak pula pada persoalan pengangguran, kemiskinan. Ini menjadi fokus perhatian kita,” katanya.
Dosen Ekonomi UNS Dr Mulyanto menjelaskan bahwa terjadi penurunan harga atau deflasi sebesar -0,39 persen pada Agustus 2022 di Jateng. Jumlah ini bahkan melebihi besaran nasional yang mencatat deflasi sebesar -0,21 persen.
Indikasi ini, ungkap dia, memperlihatkan penurunan harga pada sejumlah komoditas, di antaranya bahan makanan, dan turunnya harga tiket penerbangan pada bulan tersebut.
Setelah sekian lama Jateng mengalami inflasi, pada Agustus dapat mengalami deflasi dengan besaran yang cukup besar yakni -0,39 persen dibanding Juli 2022. Ini lebih tinggi dibanding deflasi nasional yang -0,21 persen.
Dia menambahkan, turunnya sejumlah harga baik makanan dan non makanan yang terjadi pada kota-kota besar di Jateng, memungkinan tidak bertahan lama setelah dikeluarkan kebijakan kenaikan BBM.