Pengadaan Pesawat dan Helikopter di Mimika Bermasalah, Pilot Asli Papua Angkat Bicara
loading...
A
A
A
JAYAPURA - Penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi Provinsi (Kejati) Papua tentang dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat Cessna Grand Caravan C-208 EX dan Helikopter Airbus H-125 Pemda Mimika menuai reaksi masyarakat Mimika.
Kejati Provinsi Papua telah menaikkan status penyidikan kasus pengadaan dua pesawat tersebut. Kejati Papua Nikolaus Kondomo mengatakan sebanyak 14 orang saksi telah diperiksa. Hasilnya ternyata pembelian helikopter tersebut menggunakan izin reekspor sementara. Sehingga harus terus diperpanjang tiap tiga tahunnya.
"Untuk pesawat Cessna Grand Carava ada di hanggar Mimika, namun untuk helikopter Airbus belum di Timika, informasi yang diperoleh ada di PNG," ucapnya.
Dukungan atas keseriusan penegak hukum dalam menangani kasus tersebut di antaranya disampaikan pilot asli Papua, Nalio Jangput.
"Laporan kami telah diterima oleh Kejati Papua dan Polda Papua. Sehingga kasus ini sudah dinaikkan seterusnya ke Penyelidikan. Kami sangat mengapresiasi karena ini menyangkut uang rakyat," kata Nalio yang berasal dari Amugme Mimika, Kamis (1/9/2022).
Selain sebagai pilot yang mengetahui persis pengadaan pesawat dan helikopter yang dimaksud, Nelio yang juga ketua Forum Peduli Mimika (FPM) mengaku ada beberapa hal yang membuat pengadaan dua pesawat milik Pemda Mimika sarat penyelewengan.
Karena itu, langkah Kejati dalam mengungkap dan membuat terang persoalan ini sangatlah tepat. Pasalnya Pemda malah dirugikan pada pengadaan dua pesawat tersebut.
"Pemda sudah gelontorkan dana Rp85 miliar, dan itu untuk beli pesawat dan helikopter itu secara cash, yaitu sekitar Rp35 miliar untuk Caravan dan Rp45 miliar beli helikopter. Namun rupanya Pemda juga ditipu, yang terjadi ternyata digunakan sistem leasing dengan PT Asian One Air," ucapnya.
"Pemda mengalami kerugian sebesar Rp21 miliar karena hasil operasional dari PT Asian One Air selama ini belum dibayarkan. Sudah pengadaan macet, rugi lagi," jelasnya.
Dia menduga adanya tindak kasus Korupsi dan penipuan pada kasus tersebut, sehingga sangat tepat jika kasus ini ditangani Kejaksaan Tinggi dan Polda Papua.
Selanjutnya adalah peruntukan, niat baik Pemda yang membeli dua pesawat tersebut adalah untuk melayani masyarakat di pelosok-pelosok di Mimika. Sayangnya, sejak proyek ini dilakukan sejak 2015 hingga saat ini apa yang menjadi harapan masyarakat sirna. Malah, Pemda melakukan sewa terhadap satu unit helikopter untuk Dinas Kesehatan.
"Ironis memang, saat keinginan memiliki pesawat sendiri, lalu didanai APBD murni untuk melayani masyarakat malah mandek, tambah lagi Pemda sekarang malah menyewa pesawat untuk pelayanan kesehatan,"ucapnya.
"Kasus ini memang penting dan harus segera diproses hukum, karena dana segitu besar namun maksud dan tujuannya belum ada. Saya orang Amugme, sekaligus saya adalah pilot sangat prihatin dengan kondisi ini. Pihak-pihak ini harus bertanggung jawab atas kasus ini," pungkasnya.
Kejati Provinsi Papua telah menaikkan status penyidikan kasus pengadaan dua pesawat tersebut. Kejati Papua Nikolaus Kondomo mengatakan sebanyak 14 orang saksi telah diperiksa. Hasilnya ternyata pembelian helikopter tersebut menggunakan izin reekspor sementara. Sehingga harus terus diperpanjang tiap tiga tahunnya.
"Untuk pesawat Cessna Grand Carava ada di hanggar Mimika, namun untuk helikopter Airbus belum di Timika, informasi yang diperoleh ada di PNG," ucapnya.
Dukungan atas keseriusan penegak hukum dalam menangani kasus tersebut di antaranya disampaikan pilot asli Papua, Nalio Jangput.
"Laporan kami telah diterima oleh Kejati Papua dan Polda Papua. Sehingga kasus ini sudah dinaikkan seterusnya ke Penyelidikan. Kami sangat mengapresiasi karena ini menyangkut uang rakyat," kata Nalio yang berasal dari Amugme Mimika, Kamis (1/9/2022).
Selain sebagai pilot yang mengetahui persis pengadaan pesawat dan helikopter yang dimaksud, Nelio yang juga ketua Forum Peduli Mimika (FPM) mengaku ada beberapa hal yang membuat pengadaan dua pesawat milik Pemda Mimika sarat penyelewengan.
Karena itu, langkah Kejati dalam mengungkap dan membuat terang persoalan ini sangatlah tepat. Pasalnya Pemda malah dirugikan pada pengadaan dua pesawat tersebut.
"Pemda sudah gelontorkan dana Rp85 miliar, dan itu untuk beli pesawat dan helikopter itu secara cash, yaitu sekitar Rp35 miliar untuk Caravan dan Rp45 miliar beli helikopter. Namun rupanya Pemda juga ditipu, yang terjadi ternyata digunakan sistem leasing dengan PT Asian One Air," ucapnya.
"Pemda mengalami kerugian sebesar Rp21 miliar karena hasil operasional dari PT Asian One Air selama ini belum dibayarkan. Sudah pengadaan macet, rugi lagi," jelasnya.
Dia menduga adanya tindak kasus Korupsi dan penipuan pada kasus tersebut, sehingga sangat tepat jika kasus ini ditangani Kejaksaan Tinggi dan Polda Papua.
Selanjutnya adalah peruntukan, niat baik Pemda yang membeli dua pesawat tersebut adalah untuk melayani masyarakat di pelosok-pelosok di Mimika. Sayangnya, sejak proyek ini dilakukan sejak 2015 hingga saat ini apa yang menjadi harapan masyarakat sirna. Malah, Pemda melakukan sewa terhadap satu unit helikopter untuk Dinas Kesehatan.
"Ironis memang, saat keinginan memiliki pesawat sendiri, lalu didanai APBD murni untuk melayani masyarakat malah mandek, tambah lagi Pemda sekarang malah menyewa pesawat untuk pelayanan kesehatan,"ucapnya.
"Kasus ini memang penting dan harus segera diproses hukum, karena dana segitu besar namun maksud dan tujuannya belum ada. Saya orang Amugme, sekaligus saya adalah pilot sangat prihatin dengan kondisi ini. Pihak-pihak ini harus bertanggung jawab atas kasus ini," pungkasnya.
(shf)