Perlawanan Bangsa Indonesia Boikot Mata Uang Jepang dan NICA hingga Lahirnya ORI

Kamis, 25 Agustus 2022 - 15:20 WIB
loading...
A A A
Sementara di saat sama, karena kondisi ekonomi dan politik yang masih buruk, pegawai sipil maupun militer RI tidak ada yang mendapat gaji. “Terutama (uang Jepang) untuk menarik simpati orang-orang republikein agar mau berpihak kepada Belanda,” demikian yang tertulis dalam surat rahasia Kepala Kepolisian Karesidenan Malang kepada Kepala Kepolisian Negara di Yogyakarta No 444.

Upaya Belanda untuk menghancurkan kedaulatan Indonesia melalui pengacauan ekonomi tidak berhenti di situ. Selain menghamburkan uang rupiah Jepang, Belanda juga mengedarkan uang Hindia Belanda baru yang di masyarakat dikenal dengan nama uang NICA atau uang merah.

Uang NICA dicetak oleh American Banknote Company atas pesanan Pemerintah Kerajaan Belanda. Langkah ini dinilai menyimpangi Undang-undang De Javasche Bank 1922 di mana hanya De Javasche Bank yang berwenang mengeluarkan sekaligus mengedarkan uang di Hindia Belanda.

Menanggapi tekanan politik ekonomi itu, pemerintahan Soekarno tidak tinggal diam. Pemerintahan RI menerbitkan maklumat pada 2 Oktober 1945 yang intinya menyatakan mata uang Hindia Belanda baru tidak berlaku di wilayah RI. Maklumat tersebut disusul dengan Maklumat 3 Oktober 1945.

Isinya di antara lain mata uang yang dianggap sah sebagai alat pembayaran adalah uang kertas Javasche Bank yang dikeluarkan tahun 1925 hingga cetakan tahun 1941.

Kemudian uang kertas Pemerintah Militer Dai Nippon (Jepang) di Jawa yang terdiri dari 8 pecahan serta uang logam Pemerintah Hindia Belanda sebelum tahun 1942.

Para pejuang, pelajar dan masyarakat Indonesia langsung meresponnya. Mereka menindaklanjuti dengan menggelar aksi penolakan mata uang NICA, bahkan memusnahkannya.

“Di Yogyakarta pada hari dikeluarkannya maklumat itu, para pelajar sekolah menengah secara spontan mengumpulkan mata uang NICA, termasuk di kampung-kampung yang diduga ada peredaran mata uang tersebut, kemudian memusnahkannya,” demikian dikutip dari Jurnal Sejarah, Pemikiran Rekonstruksi Persepsi (2004).

Aksi penolakan rakyat terhadap mata uang NICA meluas di mana-mana. Di Jakarta, banyak pedagang pribumi yang tidak mau menerima mata uang baru Belanda sebagai alat pembayaran.

Mereka juga menolak menjual barang dagangan kepada orang-orang Belanda. Demikian juga di Semarang, Jawa Tengah. Banyak rakyat yang tidak mau menerima uang merah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3047 seconds (0.1#10.140)