Guru Besar Ubaya Jawab Strategi Manufaktur Hadapi Tantangan Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
“Kita juga harus melihat strategi manufaktur sebelum, sesudah, dan setelah pandemi. Terdapat strategi yang dapat dilakukan untuk memulihkan kondisi manufaktur melalui short, medium, dan long-term strategies,” ungkap Joni.
Pada short-term strategies selama dan setelah pandemi maka manufaktur dapat mendukung perusahaan untuk bertahan hidup dengan atau tanpa dukungan atau perlindungan pemerintah. Pertama, mengganti jalur produksi dengan memproduksi critical product atau high demand.
Kedua, produsen mencari cara untuk memastikan kontinuitas produksi dengan cepat dan memperkenalkan fleksibilitas. Ketiga, manufaktur tetap mengharuskan orang berada di lokasi dengan jumlah terbatas seperti operator dan staf pemeliharaan mesin.
Di samping itu, vendor dan kontraktor eksternal juga memerlukan akses situs untuk menyediakan layanan dan membantu mendukung sebagian besar operasi perusahaan.
(Baca juga: Tekan Kasus Covid-19 di Jatim, Ini Langkah Gubernur Khofifah )
Kemudian keempat, manufaktur disarankan berkolaborasi dengan lebih banyak penjual secara daring untuk memenuhi online demand. Kelima, beberapa perusahaan yang memproduksi barang seperti personal care, kertas, dan obat-obatan harus berjuang untuk memenuhi permintaan akibat panic buying. Sedangkan yang lain mengalami penurunan permintaan sehingga terjadi tekanan ekstrem untuk memangkas biaya operasional.
Sedangkan medium dan long-term strategies mengarah pada dukungan dan kolaborasi dari pemerintah. Pemerintah harus segera menyiapkan rencana insentif untuk memulihkan sektor manufaktur yang dianggap penting untuk ketahanann dan keberlajutan nasional.
Prof. Joni menyebutkan bahwa pemerintah di berbagai negara hampir pasti menggunakan manufaktur dalam negeri sebagai bagian dari rencana mereka untuk membangun ketahanan strategis setelah situasi krisis saat ini. Otomasi akan menjadi kunci sebagai upaya menghidupkan kembali manufaktur dalam negeri terutama di negara maju.
“Off-shoring yang sebelumnya didorong oleh biaya tenaga kerja dan biaya transportasi yang rendah sekarang kurang relevan. Perkembangan otomatisasi dan robotika telah secara drastis meningkatkan produktivitas dalam beberapa proses pembuatan,” sambungnya.
Adanya strategi manufaktur maka akan mempercepat reshoring (accelerate reshoring), meningkatkan aplikasi additive manufacturing sekaligus speed atau micro factory. “Indonesia harus terus berjuang untuk menarik investor asing sehingga dapat menjadi tempat utama relokasi sebagai bagian dari reshoring,” tegas Prof. Joni.
Pada short-term strategies selama dan setelah pandemi maka manufaktur dapat mendukung perusahaan untuk bertahan hidup dengan atau tanpa dukungan atau perlindungan pemerintah. Pertama, mengganti jalur produksi dengan memproduksi critical product atau high demand.
Kedua, produsen mencari cara untuk memastikan kontinuitas produksi dengan cepat dan memperkenalkan fleksibilitas. Ketiga, manufaktur tetap mengharuskan orang berada di lokasi dengan jumlah terbatas seperti operator dan staf pemeliharaan mesin.
Di samping itu, vendor dan kontraktor eksternal juga memerlukan akses situs untuk menyediakan layanan dan membantu mendukung sebagian besar operasi perusahaan.
(Baca juga: Tekan Kasus Covid-19 di Jatim, Ini Langkah Gubernur Khofifah )
Kemudian keempat, manufaktur disarankan berkolaborasi dengan lebih banyak penjual secara daring untuk memenuhi online demand. Kelima, beberapa perusahaan yang memproduksi barang seperti personal care, kertas, dan obat-obatan harus berjuang untuk memenuhi permintaan akibat panic buying. Sedangkan yang lain mengalami penurunan permintaan sehingga terjadi tekanan ekstrem untuk memangkas biaya operasional.
Sedangkan medium dan long-term strategies mengarah pada dukungan dan kolaborasi dari pemerintah. Pemerintah harus segera menyiapkan rencana insentif untuk memulihkan sektor manufaktur yang dianggap penting untuk ketahanann dan keberlajutan nasional.
Prof. Joni menyebutkan bahwa pemerintah di berbagai negara hampir pasti menggunakan manufaktur dalam negeri sebagai bagian dari rencana mereka untuk membangun ketahanan strategis setelah situasi krisis saat ini. Otomasi akan menjadi kunci sebagai upaya menghidupkan kembali manufaktur dalam negeri terutama di negara maju.
“Off-shoring yang sebelumnya didorong oleh biaya tenaga kerja dan biaya transportasi yang rendah sekarang kurang relevan. Perkembangan otomatisasi dan robotika telah secara drastis meningkatkan produktivitas dalam beberapa proses pembuatan,” sambungnya.
Adanya strategi manufaktur maka akan mempercepat reshoring (accelerate reshoring), meningkatkan aplikasi additive manufacturing sekaligus speed atau micro factory. “Indonesia harus terus berjuang untuk menarik investor asing sehingga dapat menjadi tempat utama relokasi sebagai bagian dari reshoring,” tegas Prof. Joni.