Guru Besar Ubaya Jawab Strategi Manufaktur Hadapi Tantangan Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
SURABAYA - Merebaknya wabah Covid-19 di berbagai belahan dunia telah melumpuhkan banyak sektor, termasuk bidang manufaktur. Lantas, bagaimana strategi sektor manufaktur menghadapi tantangan ini?
Guru Besar bidang Supply Chain Teknik Industri Universitas Surabaya (Ubaya), Prof. Joniarto Parung, menjawab pertanyaan tersebut dalam webinar “Managing Supply Chain Disruptions In The New Era Of Reality” yang diadakan oleh Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Jawa Timur.
Dewan Pakar ALI ini membawakan topik “Analysis and Prediction Of Manufacturing Strategies In A New Era Of Reality”. Dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Ubaya ini menjelaskan, jika pandemi COVID-19 telah menyebabkan adanya supply shocks dan demand shocks yang terjadi pada bidang manufaktur.
Wabah ini juga membawa perubahan serta mempercepat sejumlah tren konsumen seperti pembelajaran online, bekerja dari rumah, layanan streaming, komunikasi video, menjual barang-barang konsumen secara online, dan pengiriman layanan atau jasa ke rumah.
“Di masa depan kita akan terbiasa menghadapi gangguan terus-menerus. Hal tersebut akan melekat pada kehidupan sehari-hari kita di tahun-tahun mendatang dan itu disebut realitas baru,” ucap Prof. Joni, sapaan akrab Rektor Ubaya periode 2011-2019 ini.
(Baca juga: 4 Kawasan Pandemi COVID-19 Tinggi di Surabaya: Tambaksari, Gubeng, Bubutan, Tegalsari )
Sebelum membahas strategi manufaktur dalam menghadapi era realitas baru, Prof. Joni menyampaikan penjelasan terkait past reality pada manufaktur yang terjadi sebelum pandemi.
Menurutnya, ada empat hal menjadi poin penting yaitu strategy, transformation, investment, dan industri revolution 4.0. Jika membahas strategi pada sektor manufaktur maka reshoring serta masalah pabrik telah direncanakan dan dibahas sejak lama.
Sedangkan mengenai tranformation mengacu pada transformasi digital yang telah ada di dalam pabrik dan seluruh ekosistem manufaktur. Selanjutnya, perusahaan memandang investment dalam fasilitas, teknologi dan departemen Research and Development (R&D) sebagai sarana utama dalam meningkatkan kemampuan manufaktur.
Sedangkan revolusi industri 4.0, Internet of Things (IoT), dan smart factory mulai berjalan namun adopsi terkait transformasi digital cenderung belum merata dan lambat dalam pembuatannya.
Guru Besar bidang Supply Chain Teknik Industri Universitas Surabaya (Ubaya), Prof. Joniarto Parung, menjawab pertanyaan tersebut dalam webinar “Managing Supply Chain Disruptions In The New Era Of Reality” yang diadakan oleh Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Jawa Timur.
Dewan Pakar ALI ini membawakan topik “Analysis and Prediction Of Manufacturing Strategies In A New Era Of Reality”. Dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Ubaya ini menjelaskan, jika pandemi COVID-19 telah menyebabkan adanya supply shocks dan demand shocks yang terjadi pada bidang manufaktur.
Wabah ini juga membawa perubahan serta mempercepat sejumlah tren konsumen seperti pembelajaran online, bekerja dari rumah, layanan streaming, komunikasi video, menjual barang-barang konsumen secara online, dan pengiriman layanan atau jasa ke rumah.
“Di masa depan kita akan terbiasa menghadapi gangguan terus-menerus. Hal tersebut akan melekat pada kehidupan sehari-hari kita di tahun-tahun mendatang dan itu disebut realitas baru,” ucap Prof. Joni, sapaan akrab Rektor Ubaya periode 2011-2019 ini.
(Baca juga: 4 Kawasan Pandemi COVID-19 Tinggi di Surabaya: Tambaksari, Gubeng, Bubutan, Tegalsari )
Sebelum membahas strategi manufaktur dalam menghadapi era realitas baru, Prof. Joni menyampaikan penjelasan terkait past reality pada manufaktur yang terjadi sebelum pandemi.
Menurutnya, ada empat hal menjadi poin penting yaitu strategy, transformation, investment, dan industri revolution 4.0. Jika membahas strategi pada sektor manufaktur maka reshoring serta masalah pabrik telah direncanakan dan dibahas sejak lama.
Sedangkan mengenai tranformation mengacu pada transformasi digital yang telah ada di dalam pabrik dan seluruh ekosistem manufaktur. Selanjutnya, perusahaan memandang investment dalam fasilitas, teknologi dan departemen Research and Development (R&D) sebagai sarana utama dalam meningkatkan kemampuan manufaktur.
Sedangkan revolusi industri 4.0, Internet of Things (IoT), dan smart factory mulai berjalan namun adopsi terkait transformasi digital cenderung belum merata dan lambat dalam pembuatannya.