Kisah Kolonel Sentot, Pemimpin Pasukan Setan yang Ditakuti Belanda karena Kebal Peluru
loading...
A
A
A
Tapi rupanya, ketika Tentara Divisi Siliwangi memasuki Jawa Barat, dan untuk kemudian dipecah-pecah sesuai tujuan kepulangannya, MA Sentot dalam kepulanganya ke Indramayu malah selanjutnya berhadapan dengan pemberontak DII/TII. Milisi DII/TII ternyata mengincar MA Sentot. Pada saat berjalan dengan anak buahnya, tiba-tiba terdengar letusan senjata, tembakan itu ditujukan kepada pasukan MA Sentot.
Sentot pun memerintahkan pasukannya untuk maju, namun karena rentetan tembakan tersebut terus menerus ditembakan, anak buah MA Sentot yang kaget hanya bisa tiarap sambil sesekali melakukan tembakan-tembakan balasan.
Saat itu, MA Sentot tetap tegak dari serangan peluru lawan, bahkan dikisahkan peluru yang diberondong ke badanya jatuh berguguran ke tanah.
Kisah mengenai kebal pelurunya MA Sentot tersebut dikisahkan oleh salah satu anak buahnya yang bernama Kaswinah. Bahkan katanya, dia melihat dengan mata kepala sendiri peluru-peluru yang diberondong hanya berjatuhan di depannya.
Karir Militer Sentot
MA Sentot memulai karier dengan pangkat Letnan Satu. Kemudian naik menjadi Kapten dan menjadi Komandan Kompi. MA Sentot juga pernah ikut hijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah kemudian Long March kembali Ke Jawa Barat.
Setelah perang kemerdekaan usai dan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, MA Sentot naik pangkatnya menjadi Mayor dan menjabat sebagai Komandan Batalyon A Divisi Siliwangi.
Pangkat MA Sentot kemudian naik kembali menjadi Komandan Detasemen Subsistensi KMKB Bandung di tahun 1951. Setelah itu, ia menjadi Staf TT III Siliwangi di tahun 1957, Siswa SSKAD di tahun 1957 dan di tahun yang sama naik pangkatnya menjadi Letkol.
Setelah lulus SSKAD, MA Sentot sempat ditempatkan di Kalimantan Selatan menjadi Komandan Batalyon 604 di Kotabaru Kalimantan Selatan dan menjabat Irtepe Koanda Kalimantan hingga menjadi Asisten II Deyah Koanda serta pernah mewakili Kepala Staf Deyah Koanda.
Sentot pun memerintahkan pasukannya untuk maju, namun karena rentetan tembakan tersebut terus menerus ditembakan, anak buah MA Sentot yang kaget hanya bisa tiarap sambil sesekali melakukan tembakan-tembakan balasan.
Saat itu, MA Sentot tetap tegak dari serangan peluru lawan, bahkan dikisahkan peluru yang diberondong ke badanya jatuh berguguran ke tanah.
Kisah mengenai kebal pelurunya MA Sentot tersebut dikisahkan oleh salah satu anak buahnya yang bernama Kaswinah. Bahkan katanya, dia melihat dengan mata kepala sendiri peluru-peluru yang diberondong hanya berjatuhan di depannya.
Karir Militer Sentot
MA Sentot memulai karier dengan pangkat Letnan Satu. Kemudian naik menjadi Kapten dan menjadi Komandan Kompi. MA Sentot juga pernah ikut hijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah kemudian Long March kembali Ke Jawa Barat.
Setelah perang kemerdekaan usai dan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, MA Sentot naik pangkatnya menjadi Mayor dan menjabat sebagai Komandan Batalyon A Divisi Siliwangi.
Pangkat MA Sentot kemudian naik kembali menjadi Komandan Detasemen Subsistensi KMKB Bandung di tahun 1951. Setelah itu, ia menjadi Staf TT III Siliwangi di tahun 1957, Siswa SSKAD di tahun 1957 dan di tahun yang sama naik pangkatnya menjadi Letkol.
Setelah lulus SSKAD, MA Sentot sempat ditempatkan di Kalimantan Selatan menjadi Komandan Batalyon 604 di Kotabaru Kalimantan Selatan dan menjabat Irtepe Koanda Kalimantan hingga menjadi Asisten II Deyah Koanda serta pernah mewakili Kepala Staf Deyah Koanda.