Kisah Mbah Ma'shum Lasem, Santri Pengembara yang Tahu Waktu Kematiannya
loading...
A
A
A
Sebelum mendirikan pesantren, beliau berziarah dulu ke beberapa makam Wali Allah, seperti makam Habib Ahmad ibn Abdullah ibn Tholib Alatas, Sapuro, Pekalongan.
Saat berziarah pada malam Jum’at, Habib Ahmad Alatas menemuinya dan memimpin doa bersama. Setelah itu Mbah Ma’shum keliling kota meminta sumbangan, dan berhasil mendapatkan sejumlah uang yang dibutuhkan untuk membangun pesantren.
Selain ke makam Habib Ahmad, beliau juga sering mendatangi haul Habib Ali Kwitang, Jakarta, dan ke makam Mbah Jejeruk (Sultan Mahmud) di Binangun Lasem.
"Setiap kali berziarah ke makam Mbah Jejeruk ini Mbah Ma’shum selalu membaca Shalawat Nariyah 4444 kali dalam sekali duduk. Mbah Ma’shum juga istiqamah mengamalkan doa Nurun Nubuwwah selepas shalat Subuh dan Ashar," ungkapnya. Ia kemudian mendirikan pesantren, dinamakan Pesantren Al-Hidayat.
Mbah Ma’shum wafat pada 28 April 1972 (14 Robiul Awal 1392 H) pukul 14.00 setelah shalat Jum’at. Upacara pemakamannya dibanjiri massa yang ingin memberikan penghormatan.
Terkait meninggalnya, ternyata ia telah mengetahui waktu dirinya akan meninggal. Ketika Kiai Baidhowi wafat pada 11 Desember 1970, Mbah Ma’shum menyatakan bahwa 2 tahun lagi dirinya akan wafat – pernyataan ini menjadi kenyataan.
Menurut seorang saksi, Mbah Ma’shum ketika di depan jenazah Mbah Baidhowi, beliau seperti berbicara dengan almarhum, dan berkata, “Ya, 2 tahun lagi saya akan menyusul”. (Diolah dari berbagai sumber)
Saat berziarah pada malam Jum’at, Habib Ahmad Alatas menemuinya dan memimpin doa bersama. Setelah itu Mbah Ma’shum keliling kota meminta sumbangan, dan berhasil mendapatkan sejumlah uang yang dibutuhkan untuk membangun pesantren.
Selain ke makam Habib Ahmad, beliau juga sering mendatangi haul Habib Ali Kwitang, Jakarta, dan ke makam Mbah Jejeruk (Sultan Mahmud) di Binangun Lasem.
"Setiap kali berziarah ke makam Mbah Jejeruk ini Mbah Ma’shum selalu membaca Shalawat Nariyah 4444 kali dalam sekali duduk. Mbah Ma’shum juga istiqamah mengamalkan doa Nurun Nubuwwah selepas shalat Subuh dan Ashar," ungkapnya. Ia kemudian mendirikan pesantren, dinamakan Pesantren Al-Hidayat.
Mbah Ma’shum wafat pada 28 April 1972 (14 Robiul Awal 1392 H) pukul 14.00 setelah shalat Jum’at. Upacara pemakamannya dibanjiri massa yang ingin memberikan penghormatan.
Terkait meninggalnya, ternyata ia telah mengetahui waktu dirinya akan meninggal. Ketika Kiai Baidhowi wafat pada 11 Desember 1970, Mbah Ma’shum menyatakan bahwa 2 tahun lagi dirinya akan wafat – pernyataan ini menjadi kenyataan.
Menurut seorang saksi, Mbah Ma’shum ketika di depan jenazah Mbah Baidhowi, beliau seperti berbicara dengan almarhum, dan berkata, “Ya, 2 tahun lagi saya akan menyusul”. (Diolah dari berbagai sumber)
(msd)