Kisah Mbah Ma'shum Lasem, Santri Pengembara yang Tahu Waktu Kematiannya
loading...
A
A
A
KH Ma’shum Ahmad adalah kiai yang sangat disegani banyak kalangan. Kiai dengan nama kecil Muhammadun ini merupakan pendiri Pondok Pesantren Al Hidayah, Lasem, Rembang, Jawa Tengah.
Kiai alim yang populer dengan nama panggilan Mbah Ma'shum ini lahir pada 1868 dari pasangan H. Ahmad dan Qosimah. Sulung dari dua saudarinya, Nyai Zainab dan Nyai Malichah ini memiliki silsilah dan hubungan darah dengan Sultan Minangkabau, bersambung hingga ke Rasulullah SAW.
Baca juga: Cerita Horor Prajurit Kopassus Tersesat 18 Hari di Hutan Papua, Ditemani 3 Makhluk Halus
Mbah Ma’shum merupakan santri pengembara. Sudah belasan pesantren didatanginya untuk menimba ilmu. Dari Jepara hingga ke Makkah Al Mukarromah. Oleh kedua orangtuanya, pertama-tama diserahkan kepada Kiai Nawawi, Jepara, untuk mempelajari ilmu agama. Kemudian pengembaraan ilmunya sampai di Kiai Abdullah, Kiai Abdul Salam, dan Kiai Siroj. Ketiganya merupakan Kiai khos dari Kajen, Pati, Jawa Tengah.
Setelah beberapa tahun berselang, Ma’shum muda sampai di Kudus. Di sana ia belajar kepada Kiai Ma’shum dan Kiai Syarofudin. Lalu kemudian di Sarang Rembang bersama Kiai Umar Harun, Solo bersama Kiai Idris, Termas dengan Kiai Dimyati, Semarang kepada Kiai Ridhwan, Jombang kepada Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Bangkalan kepada Kiai Kholil, lalu yang terakhir di Makkah, langsung kepada Kiai Mahfudz At-Turmusi.
Mengutip Islamidina.Id, Mbah Ma’shum adalah kiai yang memiliki julukan “Ayam Jago” yang diperoleh langsung dari sang guru, Mbah Kholil Bangkalan.
Waktu itu, sehari sebelum kedatangan Mbah Ma'shum ke Bangkalan, Mbah Kholil ngutus para santri untuk membuat kurungan ayam. "Tolong aku dibuatkan kurungan ayam jago. Besok akan ada ayam jago dari tanah Jawa yang datang ke sini," kata Mbah Kholil. Lalu keesokan harinya, Mbah Ma'shum pun datang. Saat itu usianya sekitar 20 tahun, dan anehnya Ma’shum muda langsung dimasukkan ke kurungan ayam itu.
Saat nyantri di Bangkalan, bukannya menimba ilmu, Mbah Ma'shum malah diperintah oleh Mbah Kholil untuk mengajar kitab Alfiyah selama 40 hari. Uniknya, pengajian dilakukan oleh Mbah Ma'shum di sebuah kamar tanpa lampu, sedangkan santri-santrinya berada di luar.
Ma’shum muda hanya 3 bulan nyantri di Bangkalan, meski begitu keilmuan dan kealimannya telah diakui oleh sang guru. Ketika hendak pulang, sebuah kejadian menarik dialami oleh Ma’shum muda. Mbah Kholil tiba-tiba memanggilnya, dan tanpa sebab apapun, Ma’shum didoakan dengan do'a sapu jagad. Lalu setelahnya, saat Ma'shum melangkah pergi beberapa meter, beliau dipanggil lagi oleh Mbah Kholil dan dido'akan dengan do'a yang sama. Hal ini terjadi berulang hingga 17 kali.
Tahu Waktu Kematiannya
Seorang sejarawan Denys Lombard, menuliskan Mbah Ma'shum adalah seorang guru atau kiai dari Lasem yang kurang dikenal di tingkat nasional, namun kematiannya pada tahun 1972 menimbulkan guncangan hebat dari satu ujung jaringan ke ujung jaringan lainnya.
Kiai alim yang populer dengan nama panggilan Mbah Ma'shum ini lahir pada 1868 dari pasangan H. Ahmad dan Qosimah. Sulung dari dua saudarinya, Nyai Zainab dan Nyai Malichah ini memiliki silsilah dan hubungan darah dengan Sultan Minangkabau, bersambung hingga ke Rasulullah SAW.
Baca juga: Cerita Horor Prajurit Kopassus Tersesat 18 Hari di Hutan Papua, Ditemani 3 Makhluk Halus
Mbah Ma’shum merupakan santri pengembara. Sudah belasan pesantren didatanginya untuk menimba ilmu. Dari Jepara hingga ke Makkah Al Mukarromah. Oleh kedua orangtuanya, pertama-tama diserahkan kepada Kiai Nawawi, Jepara, untuk mempelajari ilmu agama. Kemudian pengembaraan ilmunya sampai di Kiai Abdullah, Kiai Abdul Salam, dan Kiai Siroj. Ketiganya merupakan Kiai khos dari Kajen, Pati, Jawa Tengah.
Setelah beberapa tahun berselang, Ma’shum muda sampai di Kudus. Di sana ia belajar kepada Kiai Ma’shum dan Kiai Syarofudin. Lalu kemudian di Sarang Rembang bersama Kiai Umar Harun, Solo bersama Kiai Idris, Termas dengan Kiai Dimyati, Semarang kepada Kiai Ridhwan, Jombang kepada Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Bangkalan kepada Kiai Kholil, lalu yang terakhir di Makkah, langsung kepada Kiai Mahfudz At-Turmusi.
Mengutip Islamidina.Id, Mbah Ma’shum adalah kiai yang memiliki julukan “Ayam Jago” yang diperoleh langsung dari sang guru, Mbah Kholil Bangkalan.
Waktu itu, sehari sebelum kedatangan Mbah Ma'shum ke Bangkalan, Mbah Kholil ngutus para santri untuk membuat kurungan ayam. "Tolong aku dibuatkan kurungan ayam jago. Besok akan ada ayam jago dari tanah Jawa yang datang ke sini," kata Mbah Kholil. Lalu keesokan harinya, Mbah Ma'shum pun datang. Saat itu usianya sekitar 20 tahun, dan anehnya Ma’shum muda langsung dimasukkan ke kurungan ayam itu.
Saat nyantri di Bangkalan, bukannya menimba ilmu, Mbah Ma'shum malah diperintah oleh Mbah Kholil untuk mengajar kitab Alfiyah selama 40 hari. Uniknya, pengajian dilakukan oleh Mbah Ma'shum di sebuah kamar tanpa lampu, sedangkan santri-santrinya berada di luar.
Ma’shum muda hanya 3 bulan nyantri di Bangkalan, meski begitu keilmuan dan kealimannya telah diakui oleh sang guru. Ketika hendak pulang, sebuah kejadian menarik dialami oleh Ma’shum muda. Mbah Kholil tiba-tiba memanggilnya, dan tanpa sebab apapun, Ma’shum didoakan dengan do'a sapu jagad. Lalu setelahnya, saat Ma'shum melangkah pergi beberapa meter, beliau dipanggil lagi oleh Mbah Kholil dan dido'akan dengan do'a yang sama. Hal ini terjadi berulang hingga 17 kali.
Tahu Waktu Kematiannya
Seorang sejarawan Denys Lombard, menuliskan Mbah Ma'shum adalah seorang guru atau kiai dari Lasem yang kurang dikenal di tingkat nasional, namun kematiannya pada tahun 1972 menimbulkan guncangan hebat dari satu ujung jaringan ke ujung jaringan lainnya.