Kisah Mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Pernah Ditempeleng Perwira Jepang
loading...
A
A
A
Hoegeng dengan halus menolak keinginan eyang putrinya yang berharap dirinya masuk ke Mosvia, Magelang. Eyangnya ingin melihat dirinya menjadi kanjeng atau pegawai pamong pemerintahan.
Saat kuliah di Recht Hoge School (RHS), Batavia, Hoegeng menumpang di rumah kakak ibunya (budenya) yang beralamat di kawasan Kramat. Di RHS, ia ikut terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa.
Hoegeng menjadi anggota perkumpulan Unitas Studiosorum Indonesiensis (USI) yang bermarkas di Jalan Kramat Raya. Di USI ia kenal dengan Soedjatmoko, Soebadio Sastrosatomo, Soebandrio, A Hamid Algadrie dan Chairul Saleh.
Semuanya masih sama-sama mahasiswa. Beberapa nama di antaranya kemudian menjadi tokoh PSI dan Murba.
Saat masih mahasiswa RHS tersebut, Hoegeng menyaksikan bagaimana pasukan Jepang pertama kalinya memasuki Jakarta. Suasana seketika heboh.
"Mengikuti para tetangga, maka dengan cepat saya keluar rumah dan terus ke jalan Kramat Raya," tutur Hoegeng.
Di mana-mana terlihat banjir massa. Rakyat berjubel-jubel di pinggir jalan untuk menyaksikan konvoi militer tentara Jepang. Sementara pemandangan orang-orang Belanda di tempat umum, tidak terlihat lagi.
Penaklukan Jakarta, lalu pulau Jawa oleh Jepang (1942-1945) mengakibatkan hilangnya orang Belanda dari pemandangan di tempat-tempat umum. "Pada pihak lain, rakyat Indonesia mulanya tidaklah takut terhadap Jepang," kata Hoegeng dalam “Hoegeng, Polisi : Idaman dan Kenyataan”.
Sejak Jepang menduduki Jakarta, kampus RHS tutup. Namun suatu hari, yakni di hari Sabtu, muncul kabar Jepang akan mengumpulkan seluruh mahasiswa di kampus, tidak terkecuali Hoegeng.
Ia mendapat kabar itu dari seorang petugas yang diduga sebagai kurir Jepang. "Ia bilang kuliah akan dibuka kembal". Kabar itu benar adanya. Esok harinya, seluruh mahasiswa termasuk Hoegeng berkumpul di kampus.
Saat kuliah di Recht Hoge School (RHS), Batavia, Hoegeng menumpang di rumah kakak ibunya (budenya) yang beralamat di kawasan Kramat. Di RHS, ia ikut terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa.
Hoegeng menjadi anggota perkumpulan Unitas Studiosorum Indonesiensis (USI) yang bermarkas di Jalan Kramat Raya. Di USI ia kenal dengan Soedjatmoko, Soebadio Sastrosatomo, Soebandrio, A Hamid Algadrie dan Chairul Saleh.
Semuanya masih sama-sama mahasiswa. Beberapa nama di antaranya kemudian menjadi tokoh PSI dan Murba.
Saat masih mahasiswa RHS tersebut, Hoegeng menyaksikan bagaimana pasukan Jepang pertama kalinya memasuki Jakarta. Suasana seketika heboh.
"Mengikuti para tetangga, maka dengan cepat saya keluar rumah dan terus ke jalan Kramat Raya," tutur Hoegeng.
Di mana-mana terlihat banjir massa. Rakyat berjubel-jubel di pinggir jalan untuk menyaksikan konvoi militer tentara Jepang. Sementara pemandangan orang-orang Belanda di tempat umum, tidak terlihat lagi.
Penaklukan Jakarta, lalu pulau Jawa oleh Jepang (1942-1945) mengakibatkan hilangnya orang Belanda dari pemandangan di tempat-tempat umum. "Pada pihak lain, rakyat Indonesia mulanya tidaklah takut terhadap Jepang," kata Hoegeng dalam “Hoegeng, Polisi : Idaman dan Kenyataan”.
Sejak Jepang menduduki Jakarta, kampus RHS tutup. Namun suatu hari, yakni di hari Sabtu, muncul kabar Jepang akan mengumpulkan seluruh mahasiswa di kampus, tidak terkecuali Hoegeng.
Ia mendapat kabar itu dari seorang petugas yang diduga sebagai kurir Jepang. "Ia bilang kuliah akan dibuka kembal". Kabar itu benar adanya. Esok harinya, seluruh mahasiswa termasuk Hoegeng berkumpul di kampus.