Kisah Gunung Semeru, Pasak untuk Pulau Jawa Dihuni Keturunan Asli Majapahit
loading...
A
A
A
"Hasil bumi tanah perdikan ini, digunakan untuk membangun Prasada Kabhaktyan Siddhayoga. Yaitu bangunan suci untuk peribadatan harian bagi Bhathara Sang Hyang Swayambhwa yang bersemayam di Walandit," timpalnya.
Sebelum Prasasti Muncang, tercatat juga ada Prasasti Lingga Sutan, yang dibuat tahun 929 masehi. Prasasti ini berisi tentang, penetapan Desa Lingga Sutan, sebagai wilayah Rakriyan Hujung, dan hasil pertanian di sana, setiap setahun sekali juga dipersembahkan untuk Bhathara I-Walandit.
Dwi menyebutkan, dari tiga prasasti ini jelas terlihat adanya keterkaitan. Yaitu, adanya upacara pemujaan pada Bhathara I-Walandit, atau Bhathara Sang Hyang Swayambhwa. Sementara pada Prasasti Penanjakan, semakin diperjelas bahwa dewa-dewa yang dipuja adalah dewa gunung api Brama.
Dari catatan-catatan prasasti tersebut, semakin terlihat sejarah Suku Tengger, dan Gunung Bromo, serta Gunung Semeru, hadir jauh sebelum masa akhir Kerajaan Majapahit. Bahkan, sudah tercatat sejak kepemimpinan Mpu Sindok di wilayah Jawa Timur.
Sementara masyarakat Tengger meyakini bahwa upacara Kasada—yang diselenggarakan masyarakat Tengger dengan mempersembahkan sesaji ke kawah Bromo setiap tanggal 15 bulan ke-12 berdasarkan kalender Tengger, adalah merunut jejak pengorbanan Dewata Kusuma, anak ke-15 Rara Anteng-Jaka Seger yang mengorbankan diri masuk ke kawah Brama sesuai janji orangtuanya.
Banyak misteri yang tersimpan di kawasan Gunung Semeru dan sekitarnya. Bahkan, di salah satu hutan paling lebat di Gunung Semeru, yakni Hutan Ireng-ireng disebut ada misteri manusia kerdil berkulit hitam. Selain itu, puncak Gunung Semeru, juga dikenal dengan sebutan Mahameru, yangh artinya tempat bersemayam para dewa.
Sebelum Prasasti Muncang, tercatat juga ada Prasasti Lingga Sutan, yang dibuat tahun 929 masehi. Prasasti ini berisi tentang, penetapan Desa Lingga Sutan, sebagai wilayah Rakriyan Hujung, dan hasil pertanian di sana, setiap setahun sekali juga dipersembahkan untuk Bhathara I-Walandit.
Dwi menyebutkan, dari tiga prasasti ini jelas terlihat adanya keterkaitan. Yaitu, adanya upacara pemujaan pada Bhathara I-Walandit, atau Bhathara Sang Hyang Swayambhwa. Sementara pada Prasasti Penanjakan, semakin diperjelas bahwa dewa-dewa yang dipuja adalah dewa gunung api Brama.
Dari catatan-catatan prasasti tersebut, semakin terlihat sejarah Suku Tengger, dan Gunung Bromo, serta Gunung Semeru, hadir jauh sebelum masa akhir Kerajaan Majapahit. Bahkan, sudah tercatat sejak kepemimpinan Mpu Sindok di wilayah Jawa Timur.
Sementara masyarakat Tengger meyakini bahwa upacara Kasada—yang diselenggarakan masyarakat Tengger dengan mempersembahkan sesaji ke kawah Bromo setiap tanggal 15 bulan ke-12 berdasarkan kalender Tengger, adalah merunut jejak pengorbanan Dewata Kusuma, anak ke-15 Rara Anteng-Jaka Seger yang mengorbankan diri masuk ke kawah Brama sesuai janji orangtuanya.
Banyak misteri yang tersimpan di kawasan Gunung Semeru dan sekitarnya. Bahkan, di salah satu hutan paling lebat di Gunung Semeru, yakni Hutan Ireng-ireng disebut ada misteri manusia kerdil berkulit hitam. Selain itu, puncak Gunung Semeru, juga dikenal dengan sebutan Mahameru, yangh artinya tempat bersemayam para dewa.
(eyt)