Kisah Gunung Semeru, Pasak untuk Pulau Jawa Dihuni Keturunan Asli Majapahit
loading...
A
A
A
Bahkan, akibat semburan material vulkanik dari puncak Gunung Semeru, pada 1 Desember 2020 dan Sabtu Wage, 4 Desember 2021 warga yang ada di lereng Gunung Semeru, lari berhamburan menyelamatkan dirinya sendiri.
Gunung Semeru, dan Gunung Bromo, yang sejak tahun 1982 menjadi kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tersebut, berada dalam satu kawasan dengan Pegunungan Tengger, yaitu Widodaren, Watangan, Kursi, Sepolo, dan Ayeg-ayeg.
Kawasan TNBTS seluas 50.276 hektare, secara administratif pemerintahan masuk empat kabupaten, yaitu Malang, Lumajang, Pasuruan, dan Probolinggo. Suhu udara 2-20 derajat celsius. Ketinggiannya 750-3.676 mdpl.
Masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut, dinamakan Suku Tengger, yang dipercaya sebagai keturunan asli Majapahit. Secara turun-temurun, Suku Tengger hidup di kawasan TNBTS yang membentang di empat kabupaten, yakni Malang, Probolinggo, Lumajang, dan Pasuruan.
Dialek masyarakat Tengger, berbeda dengan masyarakat Jawa Mataraman. Suku Tengger memiliki ciri tersendiri dalam dialek menggunakan bahasa Jawa kuna. Mereka juga memiliki kepercayaan tersendiri, seperti percaya terhadap danyang.
Legenda lainnya tentang Tengger yang ada di lereng Semeru, adalah perkawinan antara Rara Anteng dengan Jaka Seger. Banyak versi tentang Rara Anteng dan Jaka Seger. Mereka disebut sebagai bangsawan Majapahit, yang keduanya akhirnya menikah.
Sejarawan Universitas Negeri Malang (UM), Dwi Cahyono, menyebut catatan sejarah tentang keberadaan Suku Tengger, ternyata bukan sekedar hasil mitologi saja. Sejarah itu, juga terpahat di sebuah batu pualam setinggi 142,5 centimeter; dengan panjangnya 102 centimeter; dan lebarnya 22 centimeter.
Batu pualam besar itu, dikenal sebagai Prasasti Muncang. Ditemukan di Dusun Blandit, Desa Wonorejo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di permukaan batu tersebut, terpahat tulisan dengan huruf Jawa, yang sangat halus.
Gunung Semeru, dan Gunung Bromo, yang sejak tahun 1982 menjadi kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tersebut, berada dalam satu kawasan dengan Pegunungan Tengger, yaitu Widodaren, Watangan, Kursi, Sepolo, dan Ayeg-ayeg.
Kawasan TNBTS seluas 50.276 hektare, secara administratif pemerintahan masuk empat kabupaten, yaitu Malang, Lumajang, Pasuruan, dan Probolinggo. Suhu udara 2-20 derajat celsius. Ketinggiannya 750-3.676 mdpl.
Masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut, dinamakan Suku Tengger, yang dipercaya sebagai keturunan asli Majapahit. Secara turun-temurun, Suku Tengger hidup di kawasan TNBTS yang membentang di empat kabupaten, yakni Malang, Probolinggo, Lumajang, dan Pasuruan.
Dialek masyarakat Tengger, berbeda dengan masyarakat Jawa Mataraman. Suku Tengger memiliki ciri tersendiri dalam dialek menggunakan bahasa Jawa kuna. Mereka juga memiliki kepercayaan tersendiri, seperti percaya terhadap danyang.
Legenda lainnya tentang Tengger yang ada di lereng Semeru, adalah perkawinan antara Rara Anteng dengan Jaka Seger. Banyak versi tentang Rara Anteng dan Jaka Seger. Mereka disebut sebagai bangsawan Majapahit, yang keduanya akhirnya menikah.
Sejarawan Universitas Negeri Malang (UM), Dwi Cahyono, menyebut catatan sejarah tentang keberadaan Suku Tengger, ternyata bukan sekedar hasil mitologi saja. Sejarah itu, juga terpahat di sebuah batu pualam setinggi 142,5 centimeter; dengan panjangnya 102 centimeter; dan lebarnya 22 centimeter.
Batu pualam besar itu, dikenal sebagai Prasasti Muncang. Ditemukan di Dusun Blandit, Desa Wonorejo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di permukaan batu tersebut, terpahat tulisan dengan huruf Jawa, yang sangat halus.