Kisah Kekejaman Raja Amangkurat I Bunuh 6.000 Ulama, Termasuk Adik dan Ayah Mertuanya

Selasa, 30 November 2021 - 05:03 WIB
loading...
A A A
Sehari setelah pembantaian berlangsung, raja tampil di muka umum dengan wajah marah dan terkejut. "Selama satu jam di depan para pejabat, tidak satu patah kata pun terucap dari mulutnya. Semua orang yang hadir pun diam dan suasana kian mencekam. Tidak seorang pun berani mengangkat kepalanya, apalagi memandang wajah Sunan,” catat van Goens.

Amangkurat I balik menuduh ulama yang bersekongkol membunuh adiknya Pangeran Alit. Ia seolah membenarkan bahwa pembantaian terhadap ulama sebagai balasan setimpal atas kematian adiknya.

Tanda-tanda Keruntuhan

Kejayaan Mataram selama dipimpin Sultan Agung, semakin pudar saat dipimpin anaknya Amangkurat I. Boleh dikatakan, Amangkurat I naik tahta tanpa memiliki keutamaan sebagai raja. Baru dua tahun dia memerintah, gejolak di kerajaan mulai muncul. Raja mengatasinya dengan pendekatan kekerasan dan brutal.

Keutamaan yang dimiliki mendiang ayahnya Sultan Agung, sedikit pun tidak diwariskan kepada Amangkurat I. Seperti ditulis Ricklefs dalam War, Culture, and Economy in Java 1677-1726 (1993) bahwa sebagai pemimpin, Amangkurat I tidak memiliki kreativitas.“Jika Sultan Agung menaklukkan, menggertak, membujuk, dan bermanuver, Amangkurat I menuntut dan membantai. ”

Amangkurat I, tulis Ricklefs, tidak memperhatikan keseimbangan dalam berpolitik, sesuatu yang amat dibutuhkan dalam pemerintahan Jawa abad ke-17. Dia membangun kekuasaan terpusat dengan tujuan menyenangkan kepentingannya sendiri. Akibat, dia terasing dari semua aparatus pemerintahan: para pangeran, patih, tumenggung, dan pemuka agama.

Dalam keterasingan itu, raja mencurigai setiap orang yang berada di dekatnya. Hasrat kekuasaan membuat dia gelap mata dan membunuh semua ulama yang sesungguhnya basis yang kokoh dalam kerajaannya.Dalam babad-babad tradisional, tindakan gelap mata seorang penguasa adalah pertanda datangnya periode dekadensi sebuah negara.

Bagi masyarakat Jawa, perilaku demikian dianggap sangat tidak pantas. Pujangga Yasadipura dalam Serat Rama (1770) menjelaskan bahwa seorang raja yang menuruti nafsu amarah yang tak terkendali, hanya karena ingin dipatuhi dan ditakuti, akan dikutuk.

Mataram akhirnya memang terkutuk hingga runtuh. Kekuasaannya semakin melemah seiring menguatnya pengaruh VOC yang menggerus basis ekonominya. Ketika seorang pangeran dari Madura, yaitu Trunajaya melancarkan serangan ke keraton Mataram pada awal 1677, Mataram pun berakhir. Amangkurat I dan keluarganya melarikan diri meminta perlindungan VOC.

Sumber: wikipedia, okezone.com, Tirto.id
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1730 seconds (0.1#10.140)