Ikut Pertempuran 10 November, KH Amin Asal Cirebon Disebut Tak Mempan Lemparan Bom
loading...
A
A
A
Pertempuran 10 November di Surabaya melibatkan banyak ulama tanah air, salah satunya KH Amin dari Cirebon.
Selain dikenal sebagai ulama, KH Amin yang legendaris juga dikenal sebagai pendekar yang menguasai strategi perang . Beliau juga seorang pakar kitab kuning.
Kiai Amin bin Irsyad atau yang lebih dikenal Kiai Sepuh lahir pada tahun 1879 M di Mijahan Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. Semasa kecil Kiai Amin belajar ilmu agama kepada ayahnya, yaitu Kiai Irsyad.
Kemudian, setelah dirasa cukup menguasai dasar-dasar ilmu agama dan ilmu kanuragan dari sang ayah, beliau dipindahkan ke Pesantren Sukasari, Plered, Cirebon di bawah asuhan Kiai Nasuha.
Setelah itu beliau pindah ke sebuah pesantren di daerah Jatisari di bawah bimbingan Kiai Hasan. Dan beliau pun terus berkelana ke berbagai tempat untuk menuntut ilmu dari para ulama yang mumpuni.
Berbagai pesantren pun beliau datangi untuk berguru dari Pesantren Kaliwungu Kendal hingga Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Belum lama belajar di Pesantren Tebu Ireng, Kiai Amin bertolak ke tanah Arab untuk memperdalam ilmu agama pada salah satu guru beliau di Makkah bernama Kiai Mahfudz Termas, seorang ulama ternama asal Pacitan Jawa Timur.
Sebagai seorang santri yang sudah cukup matang, beliau pun mendapat tugas untuk mengajar para santri mukim, yaitu pelajar Indonesia yang tinggal di Makkah.
Berdasar amanah dari sang ayah, Kiai Amin diamanatkan untuk menimba ilmu kepada Kiai Ismail bin Nawawi di Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon.
Ketika belajar di pesantren, Babakan Ciwaringin, beliau dikenal dengan sebutan Santri Pinter, karena beliau pandai mengaji. Setelah beliau menyelasaikan tahassus, kemudian dinikahkan dengan keponakan Kiai Ismail.
Selain dikenal sebagai ulama, KH Amin yang legendaris juga dikenal sebagai pendekar yang menguasai strategi perang . Beliau juga seorang pakar kitab kuning.
Kiai Amin bin Irsyad atau yang lebih dikenal Kiai Sepuh lahir pada tahun 1879 M di Mijahan Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. Semasa kecil Kiai Amin belajar ilmu agama kepada ayahnya, yaitu Kiai Irsyad.
Kemudian, setelah dirasa cukup menguasai dasar-dasar ilmu agama dan ilmu kanuragan dari sang ayah, beliau dipindahkan ke Pesantren Sukasari, Plered, Cirebon di bawah asuhan Kiai Nasuha.
Setelah itu beliau pindah ke sebuah pesantren di daerah Jatisari di bawah bimbingan Kiai Hasan. Dan beliau pun terus berkelana ke berbagai tempat untuk menuntut ilmu dari para ulama yang mumpuni.
Berbagai pesantren pun beliau datangi untuk berguru dari Pesantren Kaliwungu Kendal hingga Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Belum lama belajar di Pesantren Tebu Ireng, Kiai Amin bertolak ke tanah Arab untuk memperdalam ilmu agama pada salah satu guru beliau di Makkah bernama Kiai Mahfudz Termas, seorang ulama ternama asal Pacitan Jawa Timur.
Sebagai seorang santri yang sudah cukup matang, beliau pun mendapat tugas untuk mengajar para santri mukim, yaitu pelajar Indonesia yang tinggal di Makkah.
Berdasar amanah dari sang ayah, Kiai Amin diamanatkan untuk menimba ilmu kepada Kiai Ismail bin Nawawi di Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon.
Ketika belajar di pesantren, Babakan Ciwaringin, beliau dikenal dengan sebutan Santri Pinter, karena beliau pandai mengaji. Setelah beliau menyelasaikan tahassus, kemudian dinikahkan dengan keponakan Kiai Ismail.