Bioavtur J2.4, Seribu Langkah Kurangi Emisi Langit

Rabu, 27 Oktober 2021 - 23:01 WIB
loading...
A A A
"Power kami rush dari idle hingga maksimum take off, kemudian di-reduce lagi ke idle, tidak ada masalah. Semua normal tidak ada anomali dan abnormality. Tidak ada engine short atau flight out, tidak ada gerakan ke kiri atau ke kanan saat akselerasi atau deselerasi," jelas Kapten Adi.

Uji coba bioavtur J2.4 juga dilakukan dengan mematikan mesin pesawat di ketinggian. Mesin sayap kanan yang berbahan bakar bioavtur dimatikan selama 30 detik, kemudian dinyalakan kembali. Proses menyalakan mesin berjalan normal, tidak menunjukkan masalah saat starter.

“Sejarah telah tercipta, penerbangan menggunakan bahan bakar nabati, campuran bioavtur 2,4% akhirnya terlaksana. Pesawat CN235 berhasil terbang dari Bandung ke Jakarta menggunakan bahan bakar inti minyak sawit,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif pada seremonial penggunaan bioavtur J2.4 di Bandara Soekarno Hatta, Rabu (6/10/2021).

11 Menteri

Uji terbang Bandung-Jakarta menjadi bukti keberhasilan Indonesia menciptakan bahan bakar avtur ramah lingkungan. Minyak avtur tak lagi murni berbahan fosil, tetapi dicampur minyak sawit yang lebih ramah lingkungan. Terobosan ini sejalan dengan rencana Pemerintah untuk percepatan implementasi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025. Komitmen Pemerintah juga sesuai target rencana penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015 pun, mengatur kewajiban penggunaan bahan bakar nabati di BBM jenis avtur sebesar 5% pada 2025.

Namun, keberhasilan anak bangsa membuat bioavtur J2.4 tak semudah membalikkan telapak tangan. Jalan terjal nan berliku selama belasan tahun telah dilalui. Tenaga dan pikiran para ahli lintas disiplin, lembaga, perusahaan, hingga pemangku kebijakan berjibaku selama belasan tahun. Kini, kolaborasi lintas sektoral ini telah menghasilkan bioavtur J2.4, sebagai bahan bakar yang bisa digunakan untuk mesin pesawat terbang.

"Prosesnya bisa dibilang cukup panjang. Dimulai sekitar tahun 2000-an. Kalau boleh disebut, untuk pengembangan bioavtur minyak nabati 2,4 persen ini, telah melewati dua periode kepemimpinan (presiden) dan melahirkan banyak lulusan doktor lintas disiplin ilmu dan lintas negara di ITB," kata Ketua Tim Peneliti Uji Terbang Bioavtur dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Iman K Reksowardojo.

Pengembangan bioavtur dimulai dengan terbentuknya sinergi penelitian antara Research & Technology Innovation (RTI) Pertamina dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB) pada 2012 silam. Riset dipimpin Profesor Subagjo dari Teknik Kimia ITB. Kala itu, tim berkomitmen membuat pengembangan katalis Merah-Putih, mengkonversi minyak inti sawit menjadi bahan bakar bioavtur.

"Waktu itu, uji coba masih skala laboratorium, tim Pak Subagjo bersama tim Pertamina mengembangkan katalis. Kami di Teknik Mesin ITB menguji dengan motor turbin gas kecil, mencampurkan bahan bakar avtur dengan bioavtur dari minyak kelapa. Satu hari hanya menghasilkan kurang dari 1 liter. Padahal uji turbin mesin pesawat membutuhkan ribuan liter,” jelas dia.

Namun, aral melintang tak membuat tim riset ITB dan Pertamina patah arang. Riset terus dilakukan dengan dukungan dan sokongan dana dari banyak pihak, seperti pemerintah, PT Pertamina (Persero), Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS), ASEAN University Networking Southeast Engineering Education Network (AUN/SEED-Net), JICA dan lainnya. Kendati begitu, proses riset pun tetap memakan waktu cukup panjang.
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0996 seconds (0.1#10.140)