Istri Dimakamkan Protokol COVID-19, Ryadi: Demi Apapun Saya Akan Ambil Jenazahnya

Rabu, 03 Juni 2020 - 19:21 WIB
loading...
Istri Dimakamkan Protokol COVID-19, Ryadi: Demi Apapun Saya Akan Ambil Jenazahnya
Situasi area pemakaman COVID-19 di Macanda Gowa. Hingga saat ini sudah ada 203 jenazah yang dimakamkan di pekuburan tersebut. Foto : SINDOnews/Herni Amir
A A A
MAKASSAR - Andi Baso Ryadi Mappasulle, warga Kabupaten Gowa, Sulsel berencana menggugat Tim Gugus Tugas COVID-19 Sulsel, lantaran tak terima jenazah istrinya Nurhayani Abrar dimakamkan dengan protokol pasien virus corona atau COVID-19, sekalipun hasil uji swab almarhumah negatif.

Ryadi mempermasalahkan sikap tim gugus, karena ngotot memakamkan istrinya di tempat pemakaman khusus (TPK) di Macanda, Kabupaten Gowa, 15 Mei lalu. Istri Ryadi ditetapkan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) oleh pihak Rumah Sakit Bhayangkara.

"Sekarang saya akan perjuangkan. Meminta jenazah istri saya untuk saya kebumikan di pemakaman keluarga. Apapun risikonya. Kalau saya harus menuntut lewat hukum saya akan lakukan itu," kata Ryadi kepada sejumlah jurnalis di Makassar, Selasa (2/6/2020).



Ryadi mengaku telah mendapatkan dukungan dan persetujuan dari sejumlah pengacara untuk mendampinginya melalui jalur hukum apabila persoalan ini diperkarakan. Mereka yang mendukung katanya, atas dasar kemanusiaan, prihatin kepada Ryadi yang dianggap telah diperlakukan tidak adil.

Pria yang merupakan wiraswasta ini berkomitmen menempuh jalur hukum karena merasa telah dirugikan. Dikucilkan dari lingkungan sekitar karena sang istri terlanjur dianggap terpapar COVID-19 . Bahkan rekan kerja dan usahanya diakui Ryadi, terancam tidak berjalan karena persoalan ini.

Padahal menurut Ryadi, fakta bahwa istrinya tidak terpapar berdasarkan uji swab telah keluar.

"Jelas ini sangat merugikan saya dan anak-anak saya. Saya akan berjuang agar istri saya bisa saya ambil dan dimakamkan sesuai harapan kami dan keluarga," ungkapnya.

Ryadi bercerita, persoalan ini bermula ketika sang istri masuk ke RS Bhayangkara karena mengalami gejala stroke. Setelah menjalani perawatan medis karena sakit kepala sebelah dan setengah bagian tubuhnya kaku, sang istri meninggal dunia pukul 23.55 Wita.

"Istri saya tidak memiliki riwayat penyakit, tiba-tiba kena stroke. Lama penanganannya sampai pecah pembuluh darah dan dia mengeluh sakit kepala terus. Jam 3 sore kena, kurang 5 menit jam 12 malam meninggal dan divonis PDP," ujarnya.

Karena terlanjur menandatangani sejumlah persyaratan penanganan pasien COVID-19 yang diterima dari rumah sakit sebelum istrinya dirawat, jenazah kemudian diserahkan ke tim gugus tugas untuk proses lebih lanjut. Saat itu kata Ryadi, dia sempat menolak karena istrinya jelas-jelas bukan meninggal dunia akibat COVID-19. Namun oleh pihak rumah sakit dinyatakan PDP.

Ryadi semakin merasa janggal ketika tim gugus melakukan uji swab terhadap jenazah sang istri. Ryadi mengaku awalnya menerima apabila jenazah istrinya saat itu ditangani sesuai protap COVID-19. Namun tetap dimakamkan dengan layak, tidak di TPK Macanda. Tapi saat proses pemulasaran jenazah kata Ryadi, sejumlah petugas dengan alat pelindung diri (APD) lengkap memasukan jenazah istrinya ke dalam peti.

Ketegangan pun diungkapkan Ryadi, sempat terjadi antara dia dan petugas gugus. Sempat terjadi dialog, salah satu dari petugas gugus berupaya untuk melunakkan Ryadi dengan janji bahwa jenazah tidak akan dibawa ke TPK Macanda. Salah seorang anak perempuannya, dia utus untuk tetap mengawal jenazah ibunya yang dimasukkan ke dalam peti agar tidak dibawa dengan mobil ambulans ke TPK.

"Tiba-tiba anak saya ini menangis-menangis melapor kalau jenazahnya ibunya sudah tidak bisa diambil. Tidak bisa dikeluarkan dari peti jenazah dan mau dibawa ke (TPK) Macanda. Saya sampai baring di bawah mobil jenazah supaya jenazah istri saya tidak dibawa. Saya diseret sama aparat supaya saya pindah. Saya sampai cium sepatunya itu aparat saya tetap diseret bahkan sampai mau diborgol," ungkapnya.

Ryadi bersama kedua anak perempuannya, mengaku sempat mengejar rombongan pengantar jenazah yang membawa istrinya ke TPK Macanda dengan mengendarai motor. Tapi tidak terkejar.

"Saya sampai bertanya-tanya di mana itu (TPK) Macanda sama warga karena saya tidak tahu itu," imbuhnya.



Tiba di TPK Macanda, Ryadi dan kedua anaknya tidak diizinkan mendekat oleh tim gugus yang sementara melakukan proses pemakaman jenazah sang istri.

"Saya hanya melihat dari jauh saya tidak tahu harus bagaimana saat itu. Hati saya menangis, ada anak-anak saya yang mau lihat ibunya dimakamkan dengan layak," akunya terisak.

Beberapa hari berlalu, tepat 22 Mei lalu, Ryadi kembali datang menemui tim gugus untuk mempertanyakan hasil swab tes yang telah dilakukan. Mengetahui hasilnya negatif, Ryadi mengaku marah dan mempertanyakan kejelasan dari tim gugus. Namun tetap saja dia tidak mendapatkan respons dan penjelasan yang masuk akal.

"Saya bertanya-tanya sama mereka kenapa kalau istri saya PDP, kenapa mereka tidak memperlakukan kami selayaknya orang dalam pemantauan (ODP) karena setiap hari saya dan anak-anak kontak langsung dengan ibunya. Mereka tidak bisa menjawab itu. Itu yang membuat saya, demi apa pun saya akan ambil jenazah istri saya untuk dimakamkan secara layak," tegas Ryadi.
(luq)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2198 seconds (0.1#10.140)