Jejak HOS Tjokroaminoto, Raja Jawa Tanpa Mahkota Gurunya Soekarno, Muso, Semaun, dan Kartosuwiryo

Kamis, 21 Oktober 2021 - 17:38 WIB
loading...
Jejak HOS Tjokroaminoto, Raja Jawa Tanpa Mahkota Gurunya Soekarno, Muso, Semaun, dan Kartosuwiryo
Rumah HOS Tjokroaminoti di Peneleh Surabaya menjadi lumbung pembentukan tokoh muda sebelum era kemerdekaan. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
Namanya begitu harum, dikenang sebagai Raja Jawa Tanpa Mahkota. Dia adalah Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Pendiri Sarekat Islam ini, juga indung semang para pejuang. Dari tangan dinginnya, tokoh nasional bermunculan.

Baca Juga: 100 Tahun Zelfbestuur HOS Tjokroaminoto (1916-2016)

Nama Raja Jawa Tanpa Mahkota pertama kali dilontarkan Pemerintah Hindia Belanda. Waktu itu mereka menyebut "De Ongekroonde van Java" atau Raja Jawa Tanpa Mahkota yang mengiringi perjalanan penuh heroik HOS Tjokroaminoto. Nafas perjuangannya tak pernah putus dan selalu memberikan warna dalam dimensi perjuangan kemerdekaan.



Ketika mendengar nama Tjokroaminoto, Belanda selalu gemetaran. Semua itu tak lepas dari besarnya pengaruh Tjokroaminoto di kalangan masyarakat dan juga menggambarkan rasa khawatir Belanda terhadap tokoh yang membentuk karakter Bung Karno sejak muda ini.



Waktu itu, Bung Karno datang ke Surabaya di usia 15 tahun dan tinggal di rumah kos milik Tjokroaminoto. Di saat taring Belanda begitu kuat di masyarakat untuk menebar teror, Tjokroaminoto dikenal dengan pidato yang menyentuh hati untuk menggerakan massa. Peracik siasat yang jitu, serta bapak pergerakan nasional yang ulung.

Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis oleh Cindy Adams menjelakan, tiap malam di rumah Peneleh gang VII itu selalu datang para tokoh pergerakan nasional untuk bertemu dengan Tjokroaminoto. Mereka meracik siasat, berdiskusi tentang kebangsaan dan menyegarkan perlawanan.

Bung Karno kecil waktu itu tak mau melewatkan momen itu, ia duduk di lantai sambil mendengarkan berbagai percakapan Raja Jawa Tanpa Mahkota itu pada para pejuang. Diskusi itu banyak dilakukan malam hari sampai larut yang begitu dingin. Bung Karno kecil saja waktu itu masih tetap memasang mata, tanpa melewatkan sedikitpun percakapan. "Berapa banyak yang diambil Belanda dari Indonesia?" cletuk Bung Karno.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3592 seconds (0.1#10.140)