Jejak HOS Tjokroaminoto, Raja Jawa Tanpa Mahkota Gurunya Soekarno, Muso, Semaun, dan Kartosuwiryo
loading...
A
A
A
Dalam anggaran dasar itu disebutkan bahwa tujuan SI ialah memajukan perdagangan, menolong anggotanya yang mengalami kesulitan, memajukan kepentingan rohani dan jasmani kaum bumiputera, dan memajukan kehidupan agama Islam.
SI berkembang dengan pesat dan dalam waktu singkat jumlah anggotanya bertambah. Pada 1913, SI mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda supaya diakui sebagai badan hukum untuk seluruh Indonesia. Permohonan itu pun ditolak.
Pada 1915, istilah Central Comitte diganti dengan Central SI. Bersamaan dengan itu, Tjokroaminoto diangkat sebagai Ketua Central SI, sedangkan Samanhudi sebagai Ketua Kehormatan. Pada Maret 1916, Anggaran Dasar SI akhirnya diakui oleh pemerintah.
Sejak aktif dalam SI, Tjokroaminoto tidak mempunyai penghasilan tetap. Untuk membantu keperluan rumah tangganya, ia menerima beberapa orang pemuda mondok di rumahnya yang kecil yang terletak di sebuah gang sempit di kawasan Peneleh, Surabaya.
Selain sibuk memimpin SI, Tjokroaminoto juga banyak menulis di berbagai majalah dan surat kabar. Ia menjadi pembantu tetap majalah Bintang Surabaya. Untuk kepentingan SI, ia mendirikan NV Setia yang menerbitkan harian Utusan Hindia yang dipimpinnya sendiri.
Tulisan-tulisan dalam harian itu sangat tajam mengecam pemerintah kolonial. Karena itulah, tahun 1923 harian tersebut dilarang terbit. Namun, dua tahun kemudian, bersama Agus Salim, Tjokroaminoto menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta.
Tjokroaminoto bercita-cita agar bangsa Indonesia kelak memiliki pemerintahan sendiri dan terbebas dari belenggu penjajah. Demi mewujudkan cita-citanya itu, ia memiliki gagasan membentuk parlemen yang diharapkan bisa melahirkan perundang-undangan. Gagasan Tjokroaminoto ini dilontarkan di tengah-tengah Kongres Nasional Pertama Central Sarekat Islam pada 1916.
SI berkembang dengan pesat dan dalam waktu singkat jumlah anggotanya bertambah. Pada 1913, SI mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda supaya diakui sebagai badan hukum untuk seluruh Indonesia. Permohonan itu pun ditolak.
Pada 1915, istilah Central Comitte diganti dengan Central SI. Bersamaan dengan itu, Tjokroaminoto diangkat sebagai Ketua Central SI, sedangkan Samanhudi sebagai Ketua Kehormatan. Pada Maret 1916, Anggaran Dasar SI akhirnya diakui oleh pemerintah.
Sejak aktif dalam SI, Tjokroaminoto tidak mempunyai penghasilan tetap. Untuk membantu keperluan rumah tangganya, ia menerima beberapa orang pemuda mondok di rumahnya yang kecil yang terletak di sebuah gang sempit di kawasan Peneleh, Surabaya.
Selain sibuk memimpin SI, Tjokroaminoto juga banyak menulis di berbagai majalah dan surat kabar. Ia menjadi pembantu tetap majalah Bintang Surabaya. Untuk kepentingan SI, ia mendirikan NV Setia yang menerbitkan harian Utusan Hindia yang dipimpinnya sendiri.
Tulisan-tulisan dalam harian itu sangat tajam mengecam pemerintah kolonial. Karena itulah, tahun 1923 harian tersebut dilarang terbit. Namun, dua tahun kemudian, bersama Agus Salim, Tjokroaminoto menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta.
Tjokroaminoto bercita-cita agar bangsa Indonesia kelak memiliki pemerintahan sendiri dan terbebas dari belenggu penjajah. Demi mewujudkan cita-citanya itu, ia memiliki gagasan membentuk parlemen yang diharapkan bisa melahirkan perundang-undangan. Gagasan Tjokroaminoto ini dilontarkan di tengah-tengah Kongres Nasional Pertama Central Sarekat Islam pada 1916.