Kesetiaan 2 Istri Ronggolawe, Rela Tusuk Diri dengan Keris di Depan Jasad Sang Suami
loading...
A
A
A
Banyak Wide hanya bisa tertegun dan merenung. Ronggalawe, putranya telah gugur secara tragis. Mati dengan cap sebagai pemberontak karena melawan Kerajaan Majapahit. Kerajaan yang ia pernah ikut mendirikannya.
Pada hari kelima peperangan antara prajurit Tuban dengan Majapahit, Ronggalawe bertemu Mantri Jaladi Kebo Anabrang.
Duel tak terelakkan. Di aliran sungai Tambak Beras, Jombang. Ronggalawe yang berani melawan Majapahit karena menolak pengangkatan Nambi sebagai Mahapatih tidak berkutik.
Pitingan tubuh Kebo Anabrang yang sekaligus membenamkan kepala Ronggalawe ke dalam air, membuat Adipati Tuban itu meregang nyawa.
Lembu Sora yang merupakan paman Ranggalawe, tidak tega menyaksikan proses kematian keponakannya. Sora sontak meradang, begitu melihat Kebo Anabrang masih juga mencaci Ranggalawe yang sudah menjadi mayat.
Dengan sebilah keris, Patih Kediri itu menikam Kebo Anabrang hingga tewas.
Sementara usai menyatakan tekad berbela pati menyusul suami (Ranggalawe), Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga, langsung meminta restu Ki Ageng Palandhongan, ayahnya. Kaki Ki Ageng Palandhongan dan istri, dicium sekaligus memohon pamit.
Melihat suasana duka yang berlarut-larut itu, Arya Adikara atau Banyak Wide, mencoba mencairkan suasana. "Marilah kita sabar dan tawakal, menerima apa adanya. Rupanya semua ini sudah takdir belaka. Tentu baginda raja tak akan melupakan jasa-jasa dan darmabakti si Lawe," kata Banyak Wide seperti dikisahkan Serat Ranggalawe.
Keesokan harinya. Diiringi upacara, rombongan dari Kadipaten Tuban berangkat menuju Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Palandhongan dan Arya Adikara mengiringi kedua istri Ronggalawe yang ingin bertemu jenazah suaminya yang berada di Istana Majapahit.
Kuda Anyampiani, putra Ronggalawe yang masih berusia anak-anak, turut serta. Setiba di Majapahit, rombongan disambut langsung Raja Wijaya.
Pada hari kelima peperangan antara prajurit Tuban dengan Majapahit, Ronggalawe bertemu Mantri Jaladi Kebo Anabrang.
Duel tak terelakkan. Di aliran sungai Tambak Beras, Jombang. Ronggalawe yang berani melawan Majapahit karena menolak pengangkatan Nambi sebagai Mahapatih tidak berkutik.
Pitingan tubuh Kebo Anabrang yang sekaligus membenamkan kepala Ronggalawe ke dalam air, membuat Adipati Tuban itu meregang nyawa.
Lembu Sora yang merupakan paman Ranggalawe, tidak tega menyaksikan proses kematian keponakannya. Sora sontak meradang, begitu melihat Kebo Anabrang masih juga mencaci Ranggalawe yang sudah menjadi mayat.
Dengan sebilah keris, Patih Kediri itu menikam Kebo Anabrang hingga tewas.
Sementara usai menyatakan tekad berbela pati menyusul suami (Ranggalawe), Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga, langsung meminta restu Ki Ageng Palandhongan, ayahnya. Kaki Ki Ageng Palandhongan dan istri, dicium sekaligus memohon pamit.
Melihat suasana duka yang berlarut-larut itu, Arya Adikara atau Banyak Wide, mencoba mencairkan suasana. "Marilah kita sabar dan tawakal, menerima apa adanya. Rupanya semua ini sudah takdir belaka. Tentu baginda raja tak akan melupakan jasa-jasa dan darmabakti si Lawe," kata Banyak Wide seperti dikisahkan Serat Ranggalawe.
Keesokan harinya. Diiringi upacara, rombongan dari Kadipaten Tuban berangkat menuju Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Palandhongan dan Arya Adikara mengiringi kedua istri Ronggalawe yang ingin bertemu jenazah suaminya yang berada di Istana Majapahit.
Kuda Anyampiani, putra Ronggalawe yang masih berusia anak-anak, turut serta. Setiba di Majapahit, rombongan disambut langsung Raja Wijaya.