Kisah Habib H Mutahar dan Lagu Mars Hari Merdeka

Jum'at, 20 Agustus 2021 - 05:58 WIB
loading...
Kisah Habib H Mutahar dan Lagu Mars Hari Merdeka
Pencipta lagu mars Hari Merdeka ternyata adalah seorang habib yang bergelar Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar atau lebih dikenal sebagai Husein Mutahar atau H Mutahar. Foto Ist
A A A
Lagu Mars Hari Merdeka terus dikumandangkan saat perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 2021 lalu. Ternyata penciptanya adalah seorang habib yang bergelar Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar atau lebih dikenal sebagai Husein Mutahar atau H Mutahar. Lagu ini merupakan karya kedua dari H Mutahar yang dirilis tahun 1946. Karya pertama H Mutahar adalah Hymne Syukur yang diperdengarkan pertama pada Januari 1945.



Pria keturunan Arab ini lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 5 Agustus 1916. Setelah tamat dari MULO B pada 1934 H Mutahar melanjutkan ke AMS A-I pada 1938. Bahkan H Mutahar sempat mengenyam pendidikan selama satu tahun di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (1946-1947).

H Mutahar muda pun aktif digerakan kepanduan. Saat gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, H Mutahar juga ikut aktif di dalamnya. Termasuk menjadi pasukan pengibar bendera.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, Husein Mutahar adalah seorang habib yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW.

"Beliau menciptakan lagu ini tapi pernahkah diingat bahwa ini ciptaan habib?" kata Hidayat dalam rekaman video yang diunggah akun Instagram Partai Keadilan Sejahtera, Minggu (16/8/2020).

Banyak peristiwa yang mengilhami H Mutahar muda menciptakan lagu mars Hari Kemerdekaan diantaranya H Mutahar keterlibatannya dalam 'pertempuran lima hari' di Semarang.

Pertempuran itu adalah pertempuran rakyat Indonesia melawan tentara Jepang pada masa peralihan kekuasaan setelah Belanda memerintah di Indonesia. Peristiwa itu terjadi pada 15 Oktober 1945 hingga 20 Oktober 1945.

Selain itu H Mutahar yang aktif digerakan kepanduan lalu diangkat menjadi ajudan Bung Karno. Nah oleh Bung Karno, H Mutahar pernah diberi tugas menyusun upacara pengibaran bendera ketika Republik Indonesia merayakan hari ulang tahun pertama kemerdekaan, 17 Agustus 1946.

Sehingga lahirlah lagu 17 Agustus atau Hari Merdeka yang dirilis pada tahun 1946.

Sebagai ajudan H Mutahar pernah diberi tugas oleh Presiden Soekarno untuk menyelamatkan bendera pusaka saat Agresi Militer ke 2 Belanda. Dimana saat itu Kota Yogyakarta, yang menjadi ibu kota negara diserang oleh tentara Belanda baik lewat Udara maupun Darat. Sehingga Presiden Soekarno dan Wakilnya Bung Hatta ditawan Belanda sementara perang gerilya untuk mempertahankan kemerdekaan dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Dalam buku "Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat" karya Cindy Adams disebutkan perintah Bung Karno terhadap H Mutahar berikut kutipannya;

“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Dengan ini, aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apa pun, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera ini dengan nyawamu," demikian Soekarno kepada Husein Mutahar

Selain itu menurut buku Berkibarlah Benderaku: Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka yang ditulis oleh Bondan Winarno. Perintah Bung Karno langsung dijalankan H Mutahar. "Bendera ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh," kata Soekarno.

H Mutahar lalu membawa bendera pusaka tersebut dengan bendera tersebut dibagi menjadi dua oleh H Mutahar untuk mengelabui pemeriksaan dari tentara Belanda. '



Setelah Agresi Militer II Belanda, 6 Juli 1949, Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke Yogyakarta dari pengasingan. Kemudian pada 17 Agustus 1949, bendera pusaka yang dibawa H Mutahar dikibarkan kembali di Gedung Agung Yogyakarta untuk memperingati hari ulang tahun ke-4 RI. Atas jasanya menjaga bendera pusaka, Mutahar mendapatkan anugerah Bintang Mahaputera pada 1961.

H Mutahar dalam karirnya pernah bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta (1947). Selanjutnya, dia mendapat jabatan-jabatan yang meloncat-loncat antardepartemen. Puncak kariernya sebagai pejabat negara barangkali adalah sebagai Duta Besar RI di Tahta Suci (Vatikan) (1969-1973).[4] Ia diketahui menguasai paling tidak enam bahasa secara aktif. Jabatan terakhirnya adalah sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974)

Selama hidup ia tidak menikah, namun mempunyai delapan anak semang (6 laki-laki dan 2 perempuan). Sebagian merupakan ”se­rahan” dari ibu mereka —yang janda— atau bapak mereka —beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Ada pula bapak/ibu yang sukarela menyerahkan anaknya untuk diakui sebagai anak sendiri. Semua sudah berumah tangga dan mempunyai 15 orang cucu (7 laki-laki dan 8 perempuan).

Karya terakhirnya adalah lagu Dirgahayu Indonesiaku, menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan Indonesia. Sementara Lagu anak-anak ciptaannya, antara lain: "Gembira", "Tepuk Tangan Silang-silang", "Mari Tepuk", "Slamatlah", "Jangan Putus Asa", "Saat Berpisah", dan "Hymne Pramuka".

H Mutahar meninggal dunia pada pada 9 Juni 2004 pada usia 87 tahun. Sang Sayyid memilih untuk dimakamkan di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan sesuai wasiat beliau. Padahal H Mutahar berhak dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata karena kiprahnya dalam mempertahankan kemerdekaan.

Sumber :
- id.wikipedia.org
- rri.co.id
- diolah dari berbagai sumber
(sms)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2480 seconds (0.1#10.140)