Outlook Wajah Industri Pariwisata di Masa Pandemi COVID-19
loading...
A
A
A
SEMARANG - Meningkatnya angka kasus COVID-19 di Jawa Tengah akhir-akhir ini mengundang keprihatinan banyak pihak. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan (prokes) disinyalir menjadi penyebab virus corona tak segera sirna.
Beragam spekulasi muncul, di antaranya kasus COVID-19 bertambah setelah libur Lebaran Idul Fitri 1442 H. Tak hanya serbuan warga luar kota yang nekat mudik ke kampung halaman, namun juga padatnya lokasi wisata saat libur panjang.
Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Stikubank (Unisbank) Semarang, Sri Yulianto Fajar Pradapa., A.Par., M.M Par., menilai, kesadaran masyarakat menerapkan prokes menjadi kunci utama mengatasi pandemi. Dengan prokes ketat, aktivitas masyarakat masih bisa berjalan meski dengan keterbatasan.
Baca juga: Hujan Deras Turut Padamkan Kebakaran Kilang Minyak Pertamina T39 Cilacap
“Pada masa pandemi, ada tiga sisi berbeda yang perlu diperhatikan. Pertama, industri pariwisata, kedua regulator atau pemerintah yang memberi izin dalam hal pengawasan dan sebagainya, yang ketiga dari sisi manusianya atau wisatawan,” kata Fajar, Sabtu (12/6/2021).
Dia menjelaskan, pada sisi industri pariwisata pemerintah telah memberikan aturan ketat yang mesti ditaati. Misalnya setiap hotel mesti lolos mengantongi Sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability).
“Sekarang banyak hotel yang menerapkan satu kamar satu customer. Kalau dipaksakan dua, enggak boleh single bed, tapi harus twin,” cetusnya.
“Sisi industri pariwisata bukan hanya hotel saja, dan itu tetap harus hidup. Karena di dalam industri ada sekian puluh bahkan ratusan ribu sumber daya tenaga kerja yang mempunyai efek langsung industri pariwisata,” terangnya.
“Jadi intinya dari sisi industri kalau mau beroperasi silakan, tapi dengan mengikuti regulasi mengikuti salah satunya adalah mengikuti protokol yang telah ditentukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” imbuh dia.
Menurutnya, pemerintah saat ini juga dalam posisi tak mudah untuk memberikan izin seluas-luasnya atau bahkan melakukan pelarangan beroperasi. Dua tindakan itu memiliki dampak serius di tengah masyarakat.
Beragam spekulasi muncul, di antaranya kasus COVID-19 bertambah setelah libur Lebaran Idul Fitri 1442 H. Tak hanya serbuan warga luar kota yang nekat mudik ke kampung halaman, namun juga padatnya lokasi wisata saat libur panjang.
Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Stikubank (Unisbank) Semarang, Sri Yulianto Fajar Pradapa., A.Par., M.M Par., menilai, kesadaran masyarakat menerapkan prokes menjadi kunci utama mengatasi pandemi. Dengan prokes ketat, aktivitas masyarakat masih bisa berjalan meski dengan keterbatasan.
Baca juga: Hujan Deras Turut Padamkan Kebakaran Kilang Minyak Pertamina T39 Cilacap
“Pada masa pandemi, ada tiga sisi berbeda yang perlu diperhatikan. Pertama, industri pariwisata, kedua regulator atau pemerintah yang memberi izin dalam hal pengawasan dan sebagainya, yang ketiga dari sisi manusianya atau wisatawan,” kata Fajar, Sabtu (12/6/2021).
Dia menjelaskan, pada sisi industri pariwisata pemerintah telah memberikan aturan ketat yang mesti ditaati. Misalnya setiap hotel mesti lolos mengantongi Sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability).
“Sekarang banyak hotel yang menerapkan satu kamar satu customer. Kalau dipaksakan dua, enggak boleh single bed, tapi harus twin,” cetusnya.
“Sisi industri pariwisata bukan hanya hotel saja, dan itu tetap harus hidup. Karena di dalam industri ada sekian puluh bahkan ratusan ribu sumber daya tenaga kerja yang mempunyai efek langsung industri pariwisata,” terangnya.
“Jadi intinya dari sisi industri kalau mau beroperasi silakan, tapi dengan mengikuti regulasi mengikuti salah satunya adalah mengikuti protokol yang telah ditentukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” imbuh dia.
Menurutnya, pemerintah saat ini juga dalam posisi tak mudah untuk memberikan izin seluas-luasnya atau bahkan melakukan pelarangan beroperasi. Dua tindakan itu memiliki dampak serius di tengah masyarakat.