Kejari Ngawi Selidiki Dugaan Data Fiktif Peserta Kejar Paket C untuk Peroleh Bantuan Pusat
loading...

Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi tengah mendalami dugaan mark up Dana Alokasi Khusus Non Fisik dari pemerintah pusat kepada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang menggelar kejar paket C tahun ajaran 2019/2020. Foto iNews TV/Asfi M
A
A
A
NGAWI - Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi tengah mendalami dugaan mark up Dana Alokasi Khusus Non Fisik dari pemerintah pusat kepada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang menggelar kejar paket C tahun ajaran 2019/2020. Hal yang diselidiki berupa adanya dugaan data peserta fiktif oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi.
Hal tersebut disampaikan Kasi Intel Kejari Ngawi, David Nababan saat dikonfirmasi. Menurut Kasi Intel Kejari Ngawi David Nababan sudah ada tujuh PKBM yang dimintai keterangan mengenai proses verifikasi data peserta yang diberikan Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi saat itu.
"Benar kita tengah mendalami kasus ini, karena ada uang negara yang diperuntukan untuk peserta Kejar Paket C, dan sudah ada 7 lembaga PKBM yang sudah kita mintai keterangan" kata David, Senin (19/4/2021).
"Ini berdasar informasi dari masyarakat, namun kami belum bisa memberikan keterangan lebih jauh dan terbuka karena masih dalam proses penyelidikan," lanjutnya.
Kasus ini bermula dari adanya MoU antara Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Kabupaten Ngawi untuk mengatasi angka putus sekolah di Kabupaten Ngawi. Kesepakatanya, Dinas Sosial menyiapkan calon peserta kejar Paket C sedangkan Dinas Pendidikan mempersiapkan lembaga belajarnya (PKBM).
Dari hasil pendaftaran yang didapat oleh Dinas Sosial dari masyarakat yang terdata dalam Program Keluarga Harapan (PKH), sebanyak 1.006 calon peserta Kejar Paket C.
Kemudian oleh Dinas Pendidikan data pendaftaran calon peserta sebayak itu disebar ke delapan PKBM dan dinyatakan sebagai siswa untuk mendapatkan materi pembelajaraan dan berhak mengikuti Kejar Paket C pada tahun ajaran 2019/2020.
Baca juga: Atensi Dugaan Korupsi PKBM di Bima, Polisi Ajukan Permintaan Dapodik
Polemik baru muncul ketika ternyata tidak semua dari siswa peserta itu mendapatkan guliran dana bantuan dari pusat sebesar Rp1,8 juta per orang yang disalurkan melalui rekening PKBM.
Dari titik inilah Kejari kemudian mencari klarifikasi yang kini masih dalam proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket).
Menanggapi dugaan tersebut Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi melalui Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Non Formal, Mistamar, membantah adanya data fiktif untuk memark up bantuan peserta kejar Paket C.
"Tidak benar jika kami memanipulasi data (fiktif) karena dari ribuan data peserta itu, tidak semuanya mendapatkan bantuan sesuai kriterianya Permendikbud No 7 tahun 2019 diantaranya, usia peserta maksimal 18 tahun dan sudah tercatat dalam data pokok pendidikan serta PKBMnya memiliki ijin operasional," terang Mistamar, Senin (19/4).
Mistamar juga merinci dari sejumlah data peserta berupa KTP dan KK sebanyak itu hanya kisaran 20 persen saja yang memenuhi syarat mendapatkan bantuan dari pusat.
"Nah, karena sesuai kesepakatan antara kami, Dinsos dan diketahui oleh penyelenggara PKBM, dana bantuan yang diperoleh dari 20 persen peserta itu akan digunakan untuk menutupi biaya belajar bagi peserta yang tidak mendapat bantuan," papar Mistamar tanpa merinci teknis pengelolaan dan besarnya bantuan yang mengalir ke rekening setiap PKBM, terutama setelah ditarik dari bank.
Hal tersebut disampaikan Kasi Intel Kejari Ngawi, David Nababan saat dikonfirmasi. Menurut Kasi Intel Kejari Ngawi David Nababan sudah ada tujuh PKBM yang dimintai keterangan mengenai proses verifikasi data peserta yang diberikan Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi saat itu.
"Benar kita tengah mendalami kasus ini, karena ada uang negara yang diperuntukan untuk peserta Kejar Paket C, dan sudah ada 7 lembaga PKBM yang sudah kita mintai keterangan" kata David, Senin (19/4/2021).
"Ini berdasar informasi dari masyarakat, namun kami belum bisa memberikan keterangan lebih jauh dan terbuka karena masih dalam proses penyelidikan," lanjutnya.
Kasus ini bermula dari adanya MoU antara Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Kabupaten Ngawi untuk mengatasi angka putus sekolah di Kabupaten Ngawi. Kesepakatanya, Dinas Sosial menyiapkan calon peserta kejar Paket C sedangkan Dinas Pendidikan mempersiapkan lembaga belajarnya (PKBM).
Dari hasil pendaftaran yang didapat oleh Dinas Sosial dari masyarakat yang terdata dalam Program Keluarga Harapan (PKH), sebanyak 1.006 calon peserta Kejar Paket C.
Kemudian oleh Dinas Pendidikan data pendaftaran calon peserta sebayak itu disebar ke delapan PKBM dan dinyatakan sebagai siswa untuk mendapatkan materi pembelajaraan dan berhak mengikuti Kejar Paket C pada tahun ajaran 2019/2020.
Baca juga: Atensi Dugaan Korupsi PKBM di Bima, Polisi Ajukan Permintaan Dapodik
Polemik baru muncul ketika ternyata tidak semua dari siswa peserta itu mendapatkan guliran dana bantuan dari pusat sebesar Rp1,8 juta per orang yang disalurkan melalui rekening PKBM.
Dari titik inilah Kejari kemudian mencari klarifikasi yang kini masih dalam proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket).
Menanggapi dugaan tersebut Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi melalui Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Non Formal, Mistamar, membantah adanya data fiktif untuk memark up bantuan peserta kejar Paket C.
"Tidak benar jika kami memanipulasi data (fiktif) karena dari ribuan data peserta itu, tidak semuanya mendapatkan bantuan sesuai kriterianya Permendikbud No 7 tahun 2019 diantaranya, usia peserta maksimal 18 tahun dan sudah tercatat dalam data pokok pendidikan serta PKBMnya memiliki ijin operasional," terang Mistamar, Senin (19/4).
Mistamar juga merinci dari sejumlah data peserta berupa KTP dan KK sebanyak itu hanya kisaran 20 persen saja yang memenuhi syarat mendapatkan bantuan dari pusat.
"Nah, karena sesuai kesepakatan antara kami, Dinsos dan diketahui oleh penyelenggara PKBM, dana bantuan yang diperoleh dari 20 persen peserta itu akan digunakan untuk menutupi biaya belajar bagi peserta yang tidak mendapat bantuan," papar Mistamar tanpa merinci teknis pengelolaan dan besarnya bantuan yang mengalir ke rekening setiap PKBM, terutama setelah ditarik dari bank.
(sms)