Prostitusi Anak Marak di Jatim, Medsos Jadi Etalase
loading...
A
A
A
SURABAYA - Selama masa pandemi COVID-19 prostitusi anak secara online masih marak terjadi. Tercatat data unit IV Subdit Cyber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur (Jatim) membongkar sindikat prostitusi online yang korbannya adalah anak di bawah umur mencapai 36 anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK ) Provinsi Jawa Timur, Andriyanto, menuturkan, untuk mendapatkan korban, tersangka melakukan rekrutmen beberapa anak di bawah umur yang rata-rata masih pelajar SMP dan SMA. Mereka ditawarkan melalui media sosial WhatsApp dan Facebook.
“Tersangka ini merekrut resseler yang juga anak di bawah umur, agar lebih mudah mendapatkan korban. Reseller tersebut diminta membuat akun Facebook dan WhatsApp dan bergabung di grup Facebook tertentu dengan tujuan mencari pelanggan,” kata Andri, panggilan akrabnya, Minggu (7/2/2021).
Ia melanjutkan, persoalan baru yang saat ini muncul adalah korban dan resellernya masih berusia anak, yakni di bawah 18 tahun. Sejatinya untuk perlindungan anak itu merupakan tanggung jawab semua pihak. Pasal 72 UU Perlindungan Anak mencantumkan: pada ayat (1) Masyarakat berperan serta dalam Perlindungan Anak, baik secara perseorangan maupun kelompok; dan pada ayat (2) Peran Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga kesejahteraan sosial, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, media massa, dan dunia usaha.
“Dalam Inpres No. 5/2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Anak menginstruksikan Gubernur/Bupati/Walikota untuk meningkatkan peran aktif aparatur pemerintah daerah dan komunitas lokal dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak,” ungkapnya.
Selain itu, katanya, tragedi prostitusi online anak ini bisa menjadi fenomena gunung es. Modus semacam ini kemungkinan banyak terjadi di beberapa daerah lagi, hanya saja belum terkuak sampai saat ini. “Prostitusi online anak harus dipahami sebagai paradigma outcome, di mana upaya pencegahan jauh lebih penting ketimbang menangani kasus,” tegasnya.
Andri menegaskan, konsep Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dapat memberikan solusi pencegahan munculnya kembali prostitusi online anak ini. PATBM merupakan upaya pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk dapat mengenali, menelaah dan mengambil inisiatif untuk memecahkan permasalahan yang ada secara mandiri.
“Terpadu di sini diartikan semua aspek dan komponen perlindungan anak dipahami dalam hubungannya antara satu dengan yang lain, dan harus dalam konteks yang luas. Sebagai bagian dari upaya mempromosikan hak-hak anak tentunya,” ucapnya.
Untuk detailnya, lanjutnya, melalui PATBM akan mengubah norma sosial dan praktik budaya yang menerima, membenarkan atau mengabaikan kekerasan. Kemudian membangun sistem pada tingkat komunitas dan keluarga untuk pengasuhan yang mendukung relasi yang aman untuk mencegah kekerasan.
Andri juga membeberkan, pada kasus prostitusi online anak di Mojokerto, DP3AK Provinsi Jawa Timur dan DP3A Kota Mojokerto sudah mengambil langkah-langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi, menolong, dan melindungi anak-anak yang menjadi korban prostitusi online. Termasuk akses terhadap keadilan bagi korban dan pelaku.
“Serta melakukan jejaring dengan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk korban, pelaku, dan anak dalam risiko,” jelasnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK ) Provinsi Jawa Timur, Andriyanto, menuturkan, untuk mendapatkan korban, tersangka melakukan rekrutmen beberapa anak di bawah umur yang rata-rata masih pelajar SMP dan SMA. Mereka ditawarkan melalui media sosial WhatsApp dan Facebook.
“Tersangka ini merekrut resseler yang juga anak di bawah umur, agar lebih mudah mendapatkan korban. Reseller tersebut diminta membuat akun Facebook dan WhatsApp dan bergabung di grup Facebook tertentu dengan tujuan mencari pelanggan,” kata Andri, panggilan akrabnya, Minggu (7/2/2021).
Ia melanjutkan, persoalan baru yang saat ini muncul adalah korban dan resellernya masih berusia anak, yakni di bawah 18 tahun. Sejatinya untuk perlindungan anak itu merupakan tanggung jawab semua pihak. Pasal 72 UU Perlindungan Anak mencantumkan: pada ayat (1) Masyarakat berperan serta dalam Perlindungan Anak, baik secara perseorangan maupun kelompok; dan pada ayat (2) Peran Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga kesejahteraan sosial, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, media massa, dan dunia usaha.
“Dalam Inpres No. 5/2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Anak menginstruksikan Gubernur/Bupati/Walikota untuk meningkatkan peran aktif aparatur pemerintah daerah dan komunitas lokal dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak,” ungkapnya.
Selain itu, katanya, tragedi prostitusi online anak ini bisa menjadi fenomena gunung es. Modus semacam ini kemungkinan banyak terjadi di beberapa daerah lagi, hanya saja belum terkuak sampai saat ini. “Prostitusi online anak harus dipahami sebagai paradigma outcome, di mana upaya pencegahan jauh lebih penting ketimbang menangani kasus,” tegasnya.
Andri menegaskan, konsep Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dapat memberikan solusi pencegahan munculnya kembali prostitusi online anak ini. PATBM merupakan upaya pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk dapat mengenali, menelaah dan mengambil inisiatif untuk memecahkan permasalahan yang ada secara mandiri.
“Terpadu di sini diartikan semua aspek dan komponen perlindungan anak dipahami dalam hubungannya antara satu dengan yang lain, dan harus dalam konteks yang luas. Sebagai bagian dari upaya mempromosikan hak-hak anak tentunya,” ucapnya.
Untuk detailnya, lanjutnya, melalui PATBM akan mengubah norma sosial dan praktik budaya yang menerima, membenarkan atau mengabaikan kekerasan. Kemudian membangun sistem pada tingkat komunitas dan keluarga untuk pengasuhan yang mendukung relasi yang aman untuk mencegah kekerasan.
Andri juga membeberkan, pada kasus prostitusi online anak di Mojokerto, DP3AK Provinsi Jawa Timur dan DP3A Kota Mojokerto sudah mengambil langkah-langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi, menolong, dan melindungi anak-anak yang menjadi korban prostitusi online. Termasuk akses terhadap keadilan bagi korban dan pelaku.
“Serta melakukan jejaring dengan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk korban, pelaku, dan anak dalam risiko,” jelasnya.
(shf)