Kisah Toko Bumi Ageung di Desa Parigi, Dirampas Belanda untuk Markas dan Rumah Sakit

Senin, 01 Februari 2021 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Toko Bumi Ageung di Desa Parigi,  Dirampas Belanda untuk Markas dan Rumah Sakit
Bangunan kuno peninggalan masa kolonial Belanda, masih asli dan berdiri kokoh di Kabupaten Pangandaran. Foto/SINDOnews/Syamsul Maarif
A A A
Bangunan-bangunan kuno peninggalan era kolonial Belanda, masih berdiri gagah di Desa Parigi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Salah satunya, sebuah rumah kuno peninggalan Raden Djojoh Hadijah Ratnaningrum, dan suaminya, Harlen Pagih.



Meski daerah tersebut kini menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Pangandaran, namun bangunan kuno tersebut tetap bertahan tanpa ada pemugaran. Termasuk motif yang menghiasi bangunan itu juga masih utuh.

Ria Siti Sadariah Wulansari (46) salah satu keturunan pemilik bangunan rumah kuno tersebut, menyebutkan bahwa bangunan itu berdiri sejak tahun 1910. "Waktu zaman Belanda, bangunan ini merupakan toko batik milik leluhur saya," katanya.

Raden Djodjoh Hadijah Ratnaningrum dan suaminya, Herlan Pagih yang merupakan pemilik bangunan kuno ini, merupakan nenek dan kakek, Ria. Semasa hidup, Raden Djodjoh Hadijah Ratnaningrum mengalami dua kali pernikahan, setelah Herlan Pagih tutup usia, dia menikah dengan Dudu Soeparman.



Setelah Raden Djodjoh Hadijah Ratnaningrum dan Dudu Soeparman meninggal dunia, bangunan itu dirawat dan dihuni oleh Raden Titiek Kartiyanah dan suami Dedi Efendi. "Mama saya bercerita, bahwa bangunan ini banyak menyimpan sejarah ," tambahnya.

Pada zaman penjajahan Belanda, keluarga Raden Djodjoh Hadijah diusir dan bangunan toko batik itu ditempati menjadi markas Belanda . Selang beberapa tahun setelah jadi markas Belanda, oleh mereka dijadikan Pos Kesehatan hingga akhirnya menjadi tempat Sekolah Rakyat (SR) .

"Kalau bangunan yang jadi toko batik itu namanya Bumi Ageung , dan disampingnya ada bangunan rumah kecil yang pernah dijadikan rumah dinas dokter oleh Belanda," terangnya.

Masyarakat sekitar biasanya menyebut dengan Toko Dudu. Toko tersebut, pada waktu itu menjual berbagai barang kebutuhan masyarakat sekitar daerah Parigi. "Bangunan toko atau Bumi Ageung dan Bumi Alit beberapa tahun tidak dihuni, sehingga menyimpan kesan angker," jelasnya.

Saat bangunan tidak dihuni, beberapa orang pernah menyewa untuk dijadikan tempat usaha, namun mereka takut dan tidak jadi menyewa karena merasakan kesan angker. "Katanya kalau malam sering terjadi seperti orang beraktivitas menyimpan dan mengambil barang, tetapi siangnya pas dilihat barang yang dipindahkan tidak ada," papar dia.



Selain itu juga, bangunan toko atau Bumi Ageung jika pada kanopi jendela dipasang lampu selalu mati dan tidak menyala. "Beberapa kali kami pasang lampu di kanopi jendela namun tidak pernah menyala, padahal jalur aliran listriknya sudah normal," sambungnya.

Saat ini, bangunan kuno peninggalan era kolonial Belanda itu, masih tetap dipertahankan keasliannya, dan dijadikan tempat untuk tongkrongan berbagai kalangan setelah dibuka menjadi kedai kopi.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1993 seconds (0.1#10.140)