Kisah Kesaktian Syeikh Haji Mu'min saat Terdampar dan Membantu Raja Badung Bali
loading...
A
A
A
Salah satunya rombongan yang dipimpin Syeikh Haji Mu’min bin Hasanuddin. Dia dan 40 orang pengikutnya memilih berlayar menggunakan kapal. Dalam pelayaran, mereka akhirnya terdampar di Pulau Serangan.
Jejak sejarah yang masih tersimpan di Kampung Bugis adalah Alquran tua yang dibuat pada abad ke-17. Foto/Ist
Kabar datangnya rombongan Haji Mu’min tersebar hingga ke telinga Raja Badung, Ida Cokorda Pemecutan III. Pulau Serangan merupakan salah satu daerah kekuasaannya.
Raja Pemecutan mencurigai Haji Mu'min merupakan mata-mata Belanda sehingga ditangkap. Namun Haji Mu'min berhasil meyakinkan sang raja hingga akhirnya dia dan pengikutnya diizinkan tinggal sementara di istana Puri Pemecutan.
Raja Pemecutan lalu mendegar kabar bahwa Haji Mu'min adalah orang yang sakti. Sang raja lalu meminta Haji Mu'min ikut membatu peperangan melawan Kerajaan Mengwi dan dijanjikan hadiah menempati Pulau Serangan.
Peperangan pun berlangsung dan dimenangkan Kerajaan Badung. Haji Mu'min kehilangan 31 orang akibat gugur dalam peperangan. Namun pengorbanan itu terbayar. Sang raja pun menepati janjinya. Haji Mu'min dan pengikutnya diizinkan menempati Pulau Serangan.
Raja Pemecutan juga memberikan bonus dengan membangunkan sebuah musala yang menjadi cikal bakal Masjid Assyuhada. Masjid yang terletak di tengah kampung ini sampai sekarang masih berdiri kokoh. Meski beberapa kali telah direnovasi, bangunan masjid masih mempertahankan keasliannya.
Di depan masjid terdapat rumah suku Bugis, rumah ini menjadi cagar budaya karena bangunannya masih asli seperti ratusan tahun silam. Tapi sayangnya, kondisi cagar budaya ini kurang baik dan dirawat padahal menjadi aset sejarah.
Jejak sejarah lainnya yang masih tersimpan di Kampung Bugis adalah Alquran tua yang dibuat pada abad ke-17. Kitab suci kuno itu masih berupa tulisan tangan dengan sampul terbuat dari kulit unta dengan panjang 40 cm dan lebarnya sekitar 20 cm.
Dulunya, Alquran itu selalu dipakai untuk tadarus, khususnya dalam bulan Ramadhan. Namun karena kini isinya banyak yang tidak utuh dan terlepas, kitab suci itu disimpan di sebuah kotak kayu berkaca.
Ikon sejarah lainnya yaitu pemakaman muslim yang sering disebut warga sebagai kuburan kampung Bugis. Di sini pula Haji Mu’min dimakamkan. Hingga kini, makam yang telah menjadi cagar budaya itu selalu ramai dikunjungi peziarah.
Jejak sejarah yang masih tersimpan di Kampung Bugis adalah Alquran tua yang dibuat pada abad ke-17. Foto/Ist
Kabar datangnya rombongan Haji Mu’min tersebar hingga ke telinga Raja Badung, Ida Cokorda Pemecutan III. Pulau Serangan merupakan salah satu daerah kekuasaannya.
Raja Pemecutan mencurigai Haji Mu'min merupakan mata-mata Belanda sehingga ditangkap. Namun Haji Mu'min berhasil meyakinkan sang raja hingga akhirnya dia dan pengikutnya diizinkan tinggal sementara di istana Puri Pemecutan.
Raja Pemecutan lalu mendegar kabar bahwa Haji Mu'min adalah orang yang sakti. Sang raja lalu meminta Haji Mu'min ikut membatu peperangan melawan Kerajaan Mengwi dan dijanjikan hadiah menempati Pulau Serangan.
Peperangan pun berlangsung dan dimenangkan Kerajaan Badung. Haji Mu'min kehilangan 31 orang akibat gugur dalam peperangan. Namun pengorbanan itu terbayar. Sang raja pun menepati janjinya. Haji Mu'min dan pengikutnya diizinkan menempati Pulau Serangan.
Raja Pemecutan juga memberikan bonus dengan membangunkan sebuah musala yang menjadi cikal bakal Masjid Assyuhada. Masjid yang terletak di tengah kampung ini sampai sekarang masih berdiri kokoh. Meski beberapa kali telah direnovasi, bangunan masjid masih mempertahankan keasliannya.
Di depan masjid terdapat rumah suku Bugis, rumah ini menjadi cagar budaya karena bangunannya masih asli seperti ratusan tahun silam. Tapi sayangnya, kondisi cagar budaya ini kurang baik dan dirawat padahal menjadi aset sejarah.
Jejak sejarah lainnya yang masih tersimpan di Kampung Bugis adalah Alquran tua yang dibuat pada abad ke-17. Kitab suci kuno itu masih berupa tulisan tangan dengan sampul terbuat dari kulit unta dengan panjang 40 cm dan lebarnya sekitar 20 cm.
Dulunya, Alquran itu selalu dipakai untuk tadarus, khususnya dalam bulan Ramadhan. Namun karena kini isinya banyak yang tidak utuh dan terlepas, kitab suci itu disimpan di sebuah kotak kayu berkaca.
Ikon sejarah lainnya yaitu pemakaman muslim yang sering disebut warga sebagai kuburan kampung Bugis. Di sini pula Haji Mu’min dimakamkan. Hingga kini, makam yang telah menjadi cagar budaya itu selalu ramai dikunjungi peziarah.