Gereja Kepanjen, Rose Window Berpadu Kaca Mozaik, Pernah Hancur saat Battle of Surabaya
loading...
A
A
A
Sejarah Surabaya dibangun dalam lipatan darah dan saksi kekejamanpenjajah. Saksi bisu perjuangan masih banyak yang tersisa, dari sisa kepingan puing, Gereja Kepanjen tak mau binasa membangun asa di lintasan zaman yang telah berubah.
(Baca juga: Sultan Nuku, Keberanian dan Kekuatan Batin Mengusir Penjajah dari Tidore)
Kilau kaca mozaik yang terpancar dari bangunan gereja gaya arsitektur khas Eropa masih memendarkan kenangan sampai saat ini. Dindingnya pernah runtuh ketika bom sekutu memborbardir di 10 November 1945 dalam Battle of Surabaya.
(Baca juga: Menelusuri Kisah Raja Nong Isa, Penguasa Pertama Pulau Batam)
Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria itu lebih populer dikenal dengan Gereja Kepanjen. Lokasinya berada di Jalan Kepanjen, bersebelahan dengan SMK Katolik Frateran Surabaya yang tersohor. Sampai saat ini, gereja itu masih menjadi sumber kegiatan religius oleh warga sekitar, pemeluk agama Katolik.
Gaya Neo Gotik menjadi patron utama yang menegaskan nuansa khas Eropa. Dinding gereja dilapisi bata yang sangat indah. Gagah dengan nuansa teduh sekaligus membungkus nuansa klasik yang ditegaskan dengan pilar-pilar kokoh.
Usianya sudah menembus 100 tahun lebih, dinding bata di gereja ini masih tetap mengkilap. Pada beberapa bagian dinding ada memang mulai berlumut dan menghitam tak membuatnya kusam.
Gereja Kepanjen dibangun pada 1899. Awalnya, dua orang pastor dari Belanda datang ke Surabaya. Pastor bernama Hendricus Waander dan Phillipus Wedding pada 12 Juli 1810. Kemudian, Pastor Wedding bertugas ke Batavia, sedangkan Pastor Waanders menetap di Surabaya.
Saat Pastor Waanders menetap di Surabaya, ia sering mengadakan misa untuk umat Katolik. Karenanya, dari hari ke hari, jumlah umat Katolik makin bertambah. Kemudian mereka berencana untuk membangun rumah ibadah berupa gereja dan terealisasi pada 1822.
(Baca juga: Sultan Nuku, Keberanian dan Kekuatan Batin Mengusir Penjajah dari Tidore)
Kilau kaca mozaik yang terpancar dari bangunan gereja gaya arsitektur khas Eropa masih memendarkan kenangan sampai saat ini. Dindingnya pernah runtuh ketika bom sekutu memborbardir di 10 November 1945 dalam Battle of Surabaya.
(Baca juga: Menelusuri Kisah Raja Nong Isa, Penguasa Pertama Pulau Batam)
Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria itu lebih populer dikenal dengan Gereja Kepanjen. Lokasinya berada di Jalan Kepanjen, bersebelahan dengan SMK Katolik Frateran Surabaya yang tersohor. Sampai saat ini, gereja itu masih menjadi sumber kegiatan religius oleh warga sekitar, pemeluk agama Katolik.
Gaya Neo Gotik menjadi patron utama yang menegaskan nuansa khas Eropa. Dinding gereja dilapisi bata yang sangat indah. Gagah dengan nuansa teduh sekaligus membungkus nuansa klasik yang ditegaskan dengan pilar-pilar kokoh.
Usianya sudah menembus 100 tahun lebih, dinding bata di gereja ini masih tetap mengkilap. Pada beberapa bagian dinding ada memang mulai berlumut dan menghitam tak membuatnya kusam.
Gereja Kepanjen dibangun pada 1899. Awalnya, dua orang pastor dari Belanda datang ke Surabaya. Pastor bernama Hendricus Waander dan Phillipus Wedding pada 12 Juli 1810. Kemudian, Pastor Wedding bertugas ke Batavia, sedangkan Pastor Waanders menetap di Surabaya.
Saat Pastor Waanders menetap di Surabaya, ia sering mengadakan misa untuk umat Katolik. Karenanya, dari hari ke hari, jumlah umat Katolik makin bertambah. Kemudian mereka berencana untuk membangun rumah ibadah berupa gereja dan terealisasi pada 1822.