Sultan Nuku, Keberanian dan Kekuatan Batin Mengusir Penjajah dari Tidore
loading...
A
A
A
Sultan Nuku identik dengan sejarah dan kejayaan Kerajaan Tidore, Maluku Utara. Di masanya, Sultan Tidore ke-30 ini sangat berkuasa dan membawa banyak perubahan, seperti perluasan wilayah kekuasaan mulai dari Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Pulau Seram dan sekitarnya hingga Papua dan Gugusan Pulau Raja Ampat.
(Baca juga: Kisah Keraton Merapi, Kerajaan Jin hingga Penampakan Awan Petruk)
Lahir dengan nama Muhammad Amiruddin yang merupakan putra Sultan Jamaluddin (1757-1779) dari Kerajaan Tidore. Pada 13 April 1779, Nuku dinobatkan sebagai Sultan Tidore dengan gelar Sri Paduka Maha Tuan Sultan Syaedul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan Jou Barakati.
(Baca juga: Menelusuri Kisah Raja Nong Isa, Penguasa Pertama Pulau Batam)
Jou Barakati adalah sebutan untuk panglima perang. Nuku berjuang selama 25 tahun untuk mempertahankan tanah airnya dari tangan kolonialisme. Hingga atas kegigihannya tersebut, ia dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Sebuah kebanggaan dari masa lalu hingga masa depan bagi Tidore yang tidak dapat dipisahkan.
Makam Sultan Nuku di wilayah Soa Sio, Tidore. Foto/Ist
Sultan Nuku wafat pada 14 November 1805 di Tidore dan dimakamkan di Tidore. Kini lokasi makam tersebut termasuk di wilayah Soa Sio. Di masa lalu Soa Sio adalah sebuah kawasan Kedaton Sultan Tidore, dan masa sekarang adalah ibu kota Tidore Kepulauan. Sebuah tempat yang sangat strategis dan bermakna dari kedua masa.
Akses mencapai makam sangat gampang, karena terletak di pinggir jalan. Kondisi makam Sultan Nuku sendiri masih terawat dan sudah mengalami pemugaran, namun bentuk dan bahan batu nisan masih asli. Makam Sultan Nuku pun ternyata tidak sendiri karena ada beberapa makam Sultan lainnya yang turut dimakamkan di sana.
Kompleks Makam Sultan Nuku di wilayah Soa Sio, Tidore. Di masa lalu Soa Sio merupakan kawasan Kedaton Sultan Tidore, dan sekarang jadi ibukota Tidore Kepulauan. Dok/Kemendikbud
Pada awalnya, memang hanya terdapat makam saja. Namun saat pemugaran, juga ditambahkan bangunan pelindung (lengkap dengan tembok, atap dan pagar keliling), sehingga makam Sultan Nuku dan makam lainnya tidak terkena hujan maupun sinar matahari yang berpotensi merusak cagar budaya itu sendiri.
(Baca juga: Kisah Keraton Merapi, Kerajaan Jin hingga Penampakan Awan Petruk)
Lahir dengan nama Muhammad Amiruddin yang merupakan putra Sultan Jamaluddin (1757-1779) dari Kerajaan Tidore. Pada 13 April 1779, Nuku dinobatkan sebagai Sultan Tidore dengan gelar Sri Paduka Maha Tuan Sultan Syaedul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan Jou Barakati.
(Baca juga: Menelusuri Kisah Raja Nong Isa, Penguasa Pertama Pulau Batam)
Jou Barakati adalah sebutan untuk panglima perang. Nuku berjuang selama 25 tahun untuk mempertahankan tanah airnya dari tangan kolonialisme. Hingga atas kegigihannya tersebut, ia dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Sebuah kebanggaan dari masa lalu hingga masa depan bagi Tidore yang tidak dapat dipisahkan.
Makam Sultan Nuku di wilayah Soa Sio, Tidore. Foto/Ist
Sultan Nuku wafat pada 14 November 1805 di Tidore dan dimakamkan di Tidore. Kini lokasi makam tersebut termasuk di wilayah Soa Sio. Di masa lalu Soa Sio adalah sebuah kawasan Kedaton Sultan Tidore, dan masa sekarang adalah ibu kota Tidore Kepulauan. Sebuah tempat yang sangat strategis dan bermakna dari kedua masa.
Akses mencapai makam sangat gampang, karena terletak di pinggir jalan. Kondisi makam Sultan Nuku sendiri masih terawat dan sudah mengalami pemugaran, namun bentuk dan bahan batu nisan masih asli. Makam Sultan Nuku pun ternyata tidak sendiri karena ada beberapa makam Sultan lainnya yang turut dimakamkan di sana.
Kompleks Makam Sultan Nuku di wilayah Soa Sio, Tidore. Di masa lalu Soa Sio merupakan kawasan Kedaton Sultan Tidore, dan sekarang jadi ibukota Tidore Kepulauan. Dok/Kemendikbud
Pada awalnya, memang hanya terdapat makam saja. Namun saat pemugaran, juga ditambahkan bangunan pelindung (lengkap dengan tembok, atap dan pagar keliling), sehingga makam Sultan Nuku dan makam lainnya tidak terkena hujan maupun sinar matahari yang berpotensi merusak cagar budaya itu sendiri.