Kagetnya Tribhuwana Tunggadewi Ditunjuk Jadi Penguasa Perempuan Pertama di Majapahit
loading...

Arca Tribhuwana Tunggadewi di Museum Nasional. Foto/Instagram Museum Nasional Indonesia
A
A
A
Putri pendiri Majapahit Raden Wijaya akhirnya bertahta meneruskan ayahnya. Sang putri menggantikan Jayanagara, anak dari Raden Wijaya hasil pernikahannya dengan selir bernama Dyah Petak.
Hal ini membuat Tribhuwana Wijayatunggadewi menjadi penguasa perempuan pertama di Jawa bagian timur. Ia sendiri terkejut ketika diminta menjadi raja. Bahkan, dirinya sedari awal tak mau dicalonkan jadi pengganti sang saudara tiri yang tewas di tangan Ra Tanca.
Berkuasanya Tribhuwana Tunggadewi menjadi cikal bakal perluasan wilayah Majapahit dibantu oleh sang mahapatih bernama Gajah Mada. Tetapi layaknya seorang putri yang lahir dari orang tua bangsawan Jawa, ia tetap menjaga sikap.
Earl Drake pada "Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit" mengisahkan bagaimana Tribhuwana dari seorang gadis yang anggun, pandai membawa diri, ramah, dan tenang, menjadi penguasa Majapahit.
Tingkah lakunya tak pernah gegabah dalam menampilkan perasaan suka cita maupun kekalutan yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya akibat kejadian di atas.
Pentahbisan dan penobatan Tribhuwana sebagai ratu, dan juga upacara perkawinannya, digelar sesuai dengan tampilan dan upacara tradisional yang megah, dengan sedikit penyesuaian protokoler, agar statusnya sebagai penguasa perempuan tetap terlihat.
Setahun kemudian, pernikahan adik Tribhuwana, Rajadewi Maharajasa pun digelar tanpa kesulitan berarti karena ia bukan Kepala Negara. Gayatri lega karena pihak kerajaan maupun khalayak pada umumnya menyambut hangat pengangkatan sang ratu muda.
Setelah beberapa dasawarsa hidup dengan konflik dan pemberontakan yang memakan banyak korban di kedua belah pihak, semua orang merasa lelah. Khalayak menyambut kesempatan ini untuk membuka lembaran baru serta bersatu-padu mendukung pasangan rupawan kerajaan, yang melambangkan sebuah awalan baru dan kesatuan cita-cita nasional yang telah lama dinanti.
Tapi bagaimanapun Gayatri masih dalam rasa penyesalannya usai merencanakan pembunuhan ke Jayanagara. Kendati ia melakukan hal itu karena melindungi anak-anaknya dan keuntungan pribadinya.
Namun berkat pertimbangan Gajah Mada, semua peralihan kekuasaan beralih dengan lancar, kendati diiringi pertumpahan darah.
Hal ini membuat Tribhuwana Wijayatunggadewi menjadi penguasa perempuan pertama di Jawa bagian timur. Ia sendiri terkejut ketika diminta menjadi raja. Bahkan, dirinya sedari awal tak mau dicalonkan jadi pengganti sang saudara tiri yang tewas di tangan Ra Tanca.
Berkuasanya Tribhuwana Tunggadewi menjadi cikal bakal perluasan wilayah Majapahit dibantu oleh sang mahapatih bernama Gajah Mada. Tetapi layaknya seorang putri yang lahir dari orang tua bangsawan Jawa, ia tetap menjaga sikap.
Earl Drake pada "Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit" mengisahkan bagaimana Tribhuwana dari seorang gadis yang anggun, pandai membawa diri, ramah, dan tenang, menjadi penguasa Majapahit.
Tingkah lakunya tak pernah gegabah dalam menampilkan perasaan suka cita maupun kekalutan yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya akibat kejadian di atas.
Pentahbisan dan penobatan Tribhuwana sebagai ratu, dan juga upacara perkawinannya, digelar sesuai dengan tampilan dan upacara tradisional yang megah, dengan sedikit penyesuaian protokoler, agar statusnya sebagai penguasa perempuan tetap terlihat.
Setahun kemudian, pernikahan adik Tribhuwana, Rajadewi Maharajasa pun digelar tanpa kesulitan berarti karena ia bukan Kepala Negara. Gayatri lega karena pihak kerajaan maupun khalayak pada umumnya menyambut hangat pengangkatan sang ratu muda.
Setelah beberapa dasawarsa hidup dengan konflik dan pemberontakan yang memakan banyak korban di kedua belah pihak, semua orang merasa lelah. Khalayak menyambut kesempatan ini untuk membuka lembaran baru serta bersatu-padu mendukung pasangan rupawan kerajaan, yang melambangkan sebuah awalan baru dan kesatuan cita-cita nasional yang telah lama dinanti.
Tapi bagaimanapun Gayatri masih dalam rasa penyesalannya usai merencanakan pembunuhan ke Jayanagara. Kendati ia melakukan hal itu karena melindungi anak-anaknya dan keuntungan pribadinya.
Namun berkat pertimbangan Gajah Mada, semua peralihan kekuasaan beralih dengan lancar, kendati diiringi pertumpahan darah.
(rca)
Lihat Juga :