Bukan 'Virgin' Biasa, VCO Inovasi Bambang Bantu Perbaikan Gizi Anak Parigi Moutong
loading...
A
A
A
Selain itu, dana apresiasi itu digunakan juga untuk melakukan inovasi lain, yaitu produksi VCO dalam bentuk kapsul (tablet) dan produksi biskuit Blondo VCO untuk penanganan gizi buruk.
Melalui inovasi teknologi produksi VCO ini melahirkan tiga kelompok mitra usaha masyarakat yang saling mendukung. Pertama, kelompok masyarakat Qonita Nur di Kabupaten Parigi Moutong sebagai penyedia bahan baku kelapa varietas dalam dan tempat riset.
Kedua, kelompok masyarakat Muflih di Palu, sebagai tempat produksi dan pemasaran VCO. Ketiga, kelompok masyarakat Usaha Tadulako, yang memproduksi dan mengembangkan biskuit Blondo VCO.
Dengan berkembangnya industri VCO di Palu, diharapkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat , terutama di Sulawesi Tengah
Teknologi VCO yang ditemukan Bambang Sardi merupakan metode baru pembuatan minyak kelapa murni selain menggunakan metode fermentasi anaerob, juga tidak menggunakan pemanasan dalam pembuatan VCO.
Selama ini, kata dia, masyarakat Sulawesi Tengah memakai cuka dan pemanasan untuk memproduksi VCO. Akhirnya, dia tertantang memaksimalkan pemanfaatan kelapa yang melimpah di daerahnya. Setelah melakukan percobaan berulang kali, Bambang akhirnya bisa memproduksi VCO pada 2016.
Teknologi ini sangat murah dan sangat sederhana, di mana menggunakan sistem fermentor selimut yakni, santan perasan kelapa diselimuti oleh ampas sisa perasannya. Alhasil, VCO memiliki kandungan protein yang tinggi daripada hasil metode konvensional.
“Kandungan laurat yang mencapai lebih dari 50 persen membuat VCO ini efektif digunakan sebagai antivirus, antijamur dan antibakteri. Lebih baik lagi, kini masyarakat Sulawesi Tengah sudah dapat memproduksi VCO sendiri dengan teknologi yang murah, mudah, namun punya hasil berkualitas tinggi,”paparnya.
Pria kelahiran Wakatobi, 29 Januari 1986 menuturkan, terinspirasi menciptakan teknologi VCO dengan metode aenarob semuanya bermula dari pengalaman dan riset yang cukup panjang.
Hal itu, berawal dari Kota Makassar dan Kabupaten Sinjai sebagai tempat menuntut ilmu pada tingkat sarjana. Di mana, pada Kota Makassar dan Kabupaten Sinjai telah ada kelompok masyarakat yang melakukan pembuatan minyak kelapa murni secara konvensional dengan kualitas dan rendamen minyak yang sangat rendah.
Melalui inovasi teknologi produksi VCO ini melahirkan tiga kelompok mitra usaha masyarakat yang saling mendukung. Pertama, kelompok masyarakat Qonita Nur di Kabupaten Parigi Moutong sebagai penyedia bahan baku kelapa varietas dalam dan tempat riset.
Kedua, kelompok masyarakat Muflih di Palu, sebagai tempat produksi dan pemasaran VCO. Ketiga, kelompok masyarakat Usaha Tadulako, yang memproduksi dan mengembangkan biskuit Blondo VCO.
Dengan berkembangnya industri VCO di Palu, diharapkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat , terutama di Sulawesi Tengah
Teknologi VCO yang ditemukan Bambang Sardi merupakan metode baru pembuatan minyak kelapa murni selain menggunakan metode fermentasi anaerob, juga tidak menggunakan pemanasan dalam pembuatan VCO.
Selama ini, kata dia, masyarakat Sulawesi Tengah memakai cuka dan pemanasan untuk memproduksi VCO. Akhirnya, dia tertantang memaksimalkan pemanfaatan kelapa yang melimpah di daerahnya. Setelah melakukan percobaan berulang kali, Bambang akhirnya bisa memproduksi VCO pada 2016.
Teknologi ini sangat murah dan sangat sederhana, di mana menggunakan sistem fermentor selimut yakni, santan perasan kelapa diselimuti oleh ampas sisa perasannya. Alhasil, VCO memiliki kandungan protein yang tinggi daripada hasil metode konvensional.
“Kandungan laurat yang mencapai lebih dari 50 persen membuat VCO ini efektif digunakan sebagai antivirus, antijamur dan antibakteri. Lebih baik lagi, kini masyarakat Sulawesi Tengah sudah dapat memproduksi VCO sendiri dengan teknologi yang murah, mudah, namun punya hasil berkualitas tinggi,”paparnya.
Pria kelahiran Wakatobi, 29 Januari 1986 menuturkan, terinspirasi menciptakan teknologi VCO dengan metode aenarob semuanya bermula dari pengalaman dan riset yang cukup panjang.
Hal itu, berawal dari Kota Makassar dan Kabupaten Sinjai sebagai tempat menuntut ilmu pada tingkat sarjana. Di mana, pada Kota Makassar dan Kabupaten Sinjai telah ada kelompok masyarakat yang melakukan pembuatan minyak kelapa murni secara konvensional dengan kualitas dan rendamen minyak yang sangat rendah.