Miris, Video Porno Picu Lonjakan Perkawinan Usia Anak di Jawa Tengah
loading...
A
A
A
SEMARANG - Fenomena tingginya angka perkawinan usia anak di Jawa Tengah diakui Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Rahesli Humsona, merupakan pelanggaran hak-hak anak. Meskipun terdapat budaya masyarakat yang menempatkan kawin usia anak sebagai sebuah keharusan, namun itu harus diubah dengan cara diberi pengertian. (Baca juga: Tangis Calon Bupati Sidoarjo Pecah Saat Bersimpuh di Kaki Gurunya )
" Perkawinan usia anak adalah pelanggaran. Hak pendidikan anak menjadi hilang. Anak perempuan yang kawin tidak boleh sekolah. Ini membuat kesempatan berkreativitas juga terhambat. Ini juga memasukkan anak pada lingkaran kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, baik secara fisik maupun psikis," kata Rahesli Humsona, Kamis (19/11/2020).
Namun, kondisi ekonomi masyarakat yang berada di garis kemiskinan, juga menyebabkan kontrol orang tua kepada anak-anak menjadi lebih sedikit. Orang tua lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja di bidang-bidang informal yang penghasilannya sedikit.
"Penyebab lainnya adalah konsumsi video porno . Ini akan meningkat pada situasi untuk mempraktikkan. Mereka yang malu akan mengajak pacarnya. Yang tidak punya pacar akan beralih ke prostitusi," katanya. (Baca juga: Tulungagung Geger, Ibu Rumah Tangga Ditemukan Tewas dengan Luka Menganga di Kepala )
Di saat pandemi seperti saat sekarang, juga dinilai Rahesli ikut mempengaruhi anak-anak lebih banyak mengkonsumsi internet dengan alasan belajar daring. Kondisi ini membuat anak-anak menjadi jenuh. Mereka ingin hiburan namun tidak bisa bebas keluar, sehingga konten porno di internet menjadi salah satu pelarian.
Rahesli mengingatkan para orang tua agar lebih sering mengawasi anak-anak saat mengkonsumsi internet, sekalipun saat belajar daring. Orang tua juga harus berani memanggil anak-anak mereka yang telah berpacaran, dan memberi pemahaman tentang pendidikan seksualitas yang benar.
Sementara, aktivis anti perkawinan usia anak dari Yayasan Kita Bersama (Yayasan KitaB) Lies Marcoes Natsir mengatakan, tahun ini bisa menjadi momen bagus untuk Jawa Tengah untuk pencegahan perkawinan usia anak . (Baca juga: Diduga Hasil Hubungan Gelap, Bayi Baru Lahir Dibuang Dalam Kantong Plastik )
"Jawa Tengah punya modal sosial, politik, ekonomi yang bisa mencegah perkawinan usia anak . Berdirinya PKK di Indonesia juga diawali dari inspirasi Jawa Tengah saat itu. Dari segi keagamaan, Jawa Tengah juga memiliki pesantren dengan jumlah cukup banyak. Sementara untuk kekuatan ekonomi, industri banyaknya di Jawa Tengah. Ini modal besar sebenarnya," ujar Lies Marcoes Natsir.
Selama belasan tahun melakukan penelitian perkawinan usia anak di Jawa Tengah, Lies menilai ada korelasi antara hilangnya akses masyarakat terhadap lahan (agrarian) dengan julah perkawinan usia anak. Perubahan politik ekonomi di pusat berpengaruh pada relasi jender.
Menurutnya, di Jateng banyak memiliki lembaga riset terbaik, punya akses besar ke pusat. Ini menurutnya bisa menempatkan Jawa Tengah menjadi tolok ukur pembangunan pencegahan perkawinan anak. (Baca juga: Buron Sejak 2013, Terpidana Korupsi Pelabuhan Awerange Dibekuk Saat Pulang ke Rumah )
"Harus ada lembaga pendidikan tingkat desa setingkat SMA. Harus ada lapangan kerja setelah anak-anak lulus SMA. Itu jalan keluar terbaik untuk mencegah perkawinan usia anak ," ujarnya.
" Perkawinan usia anak adalah pelanggaran. Hak pendidikan anak menjadi hilang. Anak perempuan yang kawin tidak boleh sekolah. Ini membuat kesempatan berkreativitas juga terhambat. Ini juga memasukkan anak pada lingkaran kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, baik secara fisik maupun psikis," kata Rahesli Humsona, Kamis (19/11/2020).
Namun, kondisi ekonomi masyarakat yang berada di garis kemiskinan, juga menyebabkan kontrol orang tua kepada anak-anak menjadi lebih sedikit. Orang tua lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja di bidang-bidang informal yang penghasilannya sedikit.
"Penyebab lainnya adalah konsumsi video porno . Ini akan meningkat pada situasi untuk mempraktikkan. Mereka yang malu akan mengajak pacarnya. Yang tidak punya pacar akan beralih ke prostitusi," katanya. (Baca juga: Tulungagung Geger, Ibu Rumah Tangga Ditemukan Tewas dengan Luka Menganga di Kepala )
Di saat pandemi seperti saat sekarang, juga dinilai Rahesli ikut mempengaruhi anak-anak lebih banyak mengkonsumsi internet dengan alasan belajar daring. Kondisi ini membuat anak-anak menjadi jenuh. Mereka ingin hiburan namun tidak bisa bebas keluar, sehingga konten porno di internet menjadi salah satu pelarian.
Rahesli mengingatkan para orang tua agar lebih sering mengawasi anak-anak saat mengkonsumsi internet, sekalipun saat belajar daring. Orang tua juga harus berani memanggil anak-anak mereka yang telah berpacaran, dan memberi pemahaman tentang pendidikan seksualitas yang benar.
Sementara, aktivis anti perkawinan usia anak dari Yayasan Kita Bersama (Yayasan KitaB) Lies Marcoes Natsir mengatakan, tahun ini bisa menjadi momen bagus untuk Jawa Tengah untuk pencegahan perkawinan usia anak . (Baca juga: Diduga Hasil Hubungan Gelap, Bayi Baru Lahir Dibuang Dalam Kantong Plastik )
"Jawa Tengah punya modal sosial, politik, ekonomi yang bisa mencegah perkawinan usia anak . Berdirinya PKK di Indonesia juga diawali dari inspirasi Jawa Tengah saat itu. Dari segi keagamaan, Jawa Tengah juga memiliki pesantren dengan jumlah cukup banyak. Sementara untuk kekuatan ekonomi, industri banyaknya di Jawa Tengah. Ini modal besar sebenarnya," ujar Lies Marcoes Natsir.
Selama belasan tahun melakukan penelitian perkawinan usia anak di Jawa Tengah, Lies menilai ada korelasi antara hilangnya akses masyarakat terhadap lahan (agrarian) dengan julah perkawinan usia anak. Perubahan politik ekonomi di pusat berpengaruh pada relasi jender.
Menurutnya, di Jateng banyak memiliki lembaga riset terbaik, punya akses besar ke pusat. Ini menurutnya bisa menempatkan Jawa Tengah menjadi tolok ukur pembangunan pencegahan perkawinan anak. (Baca juga: Buron Sejak 2013, Terpidana Korupsi Pelabuhan Awerange Dibekuk Saat Pulang ke Rumah )
"Harus ada lembaga pendidikan tingkat desa setingkat SMA. Harus ada lapangan kerja setelah anak-anak lulus SMA. Itu jalan keluar terbaik untuk mencegah perkawinan usia anak ," ujarnya.
(eyt)