Komnas HAM Surati Kapolda Sulsel Soal Dosen Jadi Korban Salah Tangkap
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyurati Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdisyamm, untuk segera menindaklanjuti kasus dugaan kekerasan dan penganiayaan oleh oknum aparat di jajarannya pada kasus salah tangkap salah satu dosen Universitas Muslim Indonesia, Andry Mamonto.
Surat bernomor 1142/K-PMT/X/2020 diterbitkan Komnas HAM 15 Oktober 2020. Usai menerima pengaduan dari Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sulsel, selaku pendamping hukum Andry pada 12 Oktober, terkait dugaan represifitas aparat terhadap korban, buntut aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di Makassar.
Surat perihal permintaan keterangan dan tindak lanjut dugaan kekerasan terhadap dosen berusia 27 tahun itu, ditandatangani Komisioner Komnas HAM Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan, M Choirul Anam.
Dalam surat itu ditertulis ada 15 oknum polisi jajaran Polda Sulsel yang diduga menganiayaa Andry, imbas kericuhan demonstrasi besar-besaran di sekitar Kantor Gubernur Sulsel Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang, Kamis, (8/10/2020).
Korban mengalami sejumlah luka di tubuhnya, antara lain memar di kelopak mata kiri, kepala sisi kanan bengkak. Luka di hidung, memar di paha kanan, tangan kanan dan kiri, punggung kana, pinggang dan jidatnya. Karena itu Andri bersama PBHI telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Sulsel, (12/10/2020) lalu.
Pertama laporan pelanggaran kode etik dan disiplin dengan nomor registrasi, LP/49-B/X/2020/Subbag Yanduan, 12 Oktober 2020. Tentang laporan terjadinya peristiwa pelanggaran disiplin/kode etik profesi Polri perihal tindakan penganiayaan secara bersama-sama yang dilakukan oleh oknum anggota Polri terhadap korban.
Berikutnya, adalah Laporan Polisi Nomor : LPB/330/X/2020/SPKT POLDA SULSEL tanggal 12 Oktober 2020 terkait dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 Ayat (1) KUHPidana.
Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam membenarkan perihal surat ke orang nomor satu di Polda Sulsel tersebut.
"Iya betul, sesuai aduan yang kami terima dari PBHI Sulsel. Kami melaksanakan sesuai dengan fungsi UU," ujarnya, Jumat (16/10/2020).
Ada empat poin permintaan Komnas HAM ke Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdisyam, pertama memberikan informasi dan keterangan tentang peristiwa kekerasan dan penganiayaan yang diduga dilakukan bawahannya terhadap Andry.
Lalu memeriksa oknum aparat Polda Sulsel yang diduga menganiaya korban, kemudian memberikan sanksi tegas dan tidak terbatas hanya kepada sanksi disiplin dan etis tetapi juga sanksi pidana apabila terbukti ada tindak pidana dalam peristiwa tersebut.
Terakhir menindaklanjuti dua laporan polisi dari korban secara profesional.
"Tanggapan saudara (Kapolda Sulsel) kami harap dapat diterima dalam jangka waktu 14 hari, sejak surat ini diterima," tulis surat dari Komnas HAM untuk Irjen Pol Merdisyam.
Surat bernomor 1142/K-PMT/X/2020 diterbitkan Komnas HAM 15 Oktober 2020. Usai menerima pengaduan dari Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sulsel, selaku pendamping hukum Andry pada 12 Oktober, terkait dugaan represifitas aparat terhadap korban, buntut aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di Makassar.
Surat perihal permintaan keterangan dan tindak lanjut dugaan kekerasan terhadap dosen berusia 27 tahun itu, ditandatangani Komisioner Komnas HAM Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan, M Choirul Anam.
Dalam surat itu ditertulis ada 15 oknum polisi jajaran Polda Sulsel yang diduga menganiayaa Andry, imbas kericuhan demonstrasi besar-besaran di sekitar Kantor Gubernur Sulsel Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang, Kamis, (8/10/2020).
Korban mengalami sejumlah luka di tubuhnya, antara lain memar di kelopak mata kiri, kepala sisi kanan bengkak. Luka di hidung, memar di paha kanan, tangan kanan dan kiri, punggung kana, pinggang dan jidatnya. Karena itu Andri bersama PBHI telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Sulsel, (12/10/2020) lalu.
Pertama laporan pelanggaran kode etik dan disiplin dengan nomor registrasi, LP/49-B/X/2020/Subbag Yanduan, 12 Oktober 2020. Tentang laporan terjadinya peristiwa pelanggaran disiplin/kode etik profesi Polri perihal tindakan penganiayaan secara bersama-sama yang dilakukan oleh oknum anggota Polri terhadap korban.
Berikutnya, adalah Laporan Polisi Nomor : LPB/330/X/2020/SPKT POLDA SULSEL tanggal 12 Oktober 2020 terkait dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 Ayat (1) KUHPidana.
Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam membenarkan perihal surat ke orang nomor satu di Polda Sulsel tersebut.
"Iya betul, sesuai aduan yang kami terima dari PBHI Sulsel. Kami melaksanakan sesuai dengan fungsi UU," ujarnya, Jumat (16/10/2020).
Ada empat poin permintaan Komnas HAM ke Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdisyam, pertama memberikan informasi dan keterangan tentang peristiwa kekerasan dan penganiayaan yang diduga dilakukan bawahannya terhadap Andry.
Lalu memeriksa oknum aparat Polda Sulsel yang diduga menganiaya korban, kemudian memberikan sanksi tegas dan tidak terbatas hanya kepada sanksi disiplin dan etis tetapi juga sanksi pidana apabila terbukti ada tindak pidana dalam peristiwa tersebut.
Terakhir menindaklanjuti dua laporan polisi dari korban secara profesional.
"Tanggapan saudara (Kapolda Sulsel) kami harap dapat diterima dalam jangka waktu 14 hari, sejak surat ini diterima," tulis surat dari Komnas HAM untuk Irjen Pol Merdisyam.
(agn)