Libatkan Alumni di Tiga Benua, Kauje Berkontribusi Tanggulangi Pandemi Covid-19

Rabu, 06 Mei 2020 - 14:30 WIB
loading...
Libatkan Alumni di Tiga...
Kauje dan LP2M menggelar Webinar Kronik Pandemi Covid-19 di Berbagai Belahan Dunia.Foto/ist
A A A
SURABAYA - Virus corona atau Covid-19 telah mengubah hidup jutaan warga dunia, termasuk di Indonesia. Pemerintah dan masyarakat di masing-masing negara berusaha menekan penyebaran Covid-19 dengan berbagai cara.

Untuk mengetahui pencegahan Covid-19 di berbagai belahan dunia, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) bekerjasama dengan Keluarga Alumni Universitas Jember (Kauje) menggelar webinar yang melibatkan alumni di benua Afrika, Amerika dan Australia sebagai pembicara.

Ketua LP2M Unej Prof. Achmad Subagio, menjadi narasumber pertama yang menyampaikan materi. Dia menyampaikan materi dari Nigeria. Dia tertahan di sana hampir tiga bulan dan belum dapat pulang ke Indonesia karena penerbangan internasional belum beroperasi sebagai imbas Covid-19.

Menurutnya, jumlah penderita positif Covid-19 di Nigeria dan negara lain di benua Afrika mulai merangkak naik. Penambahan jumlah korban ini dikarenakan belum banyak masyarakat Nigeria yang paham akan bahaya Covid-19, dan bagaimana cara mencegahnya. (baca juga: Simak Webinar Kauje dan LPPM Unej Bahas Kronik Pandemi di Berbagai Negara )

“Masih banyak warga yang abai akan anjuran social dan physical distancing, atau keharusan memakai masker seperti yang disarankan oleh pemerintah. Apalagi masyoritas warga Nigeria masih rendah taraf pendidikannya, ditambah sanitasi adalah barang mewah di sini,” jelas Achmad Subagio.

Pemerintah Nigeria bukan tanpa usaha, semenjak 21 April lalu pemerintah Nigeria melaksanakan lockdown total di beberapa kota besar, seperti Lagos dan Abudja. Jam malam pun diberlakukan secara ketat, dimana warga hanya bisa beraktivitas secara terbatas mulai jam 7 pagi hingga jam 2 siang saja.

Warga yang melanggar aturan akan berurusan dengan polisi dan militer. Langkah ini cukup efektif menahan laju penambahan korban Covid-19. Tapi dampaknya terjadi masalah sosial dan ekonomi. Banyak warga di kota besar yang tak bisa bekerja sehingga mengalami kekurangan pangan.

Begitu juga bahan makanan terutama makanan instan yang habis di pasaran mengingat pabrik berhenti beroperasi. Akibatnya beberapa kali terjadi kerusuhan yang menelan korban jiwa.

Untungnya, kasus kekurangan pangan ini tidak terjadi di pedesaan. Pasalnya bahan pangan masih tersedia, apalagi warga pedesaan terbiasa makan makanan yang tersedia di alam, tidak bergantung pada satu jenis bahan pokok saja.

"Hal ini bisa menjadi pelajaran bagi kita, bagaimana Indonesia harus mempersiapkan modal sosial dalam menghadapi bencana seperti Covid-19. Misalnya sosialisasi pencegahan Covid-19 yang masif agar warga tahu bagaimana menjaga diri, ketegasan pemerintah melakukan lockdown atau PSBB, termasuk diversifikasi pangan dimana kita tidak boleh bergantung pada satu jenis bahan pangan saja, misalnya beras. Jika daerah penghasil beras berhenti beroperasi, maka krisis pangan bisa terjadi,” ujar pakar tepung Mocaf ini.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2295 seconds (0.1#10.140)