Dana BOS Diduga Dipotong, Kepala Sekolah Wadul LPBHNU Kabupaten Kediri
loading...
A
A
A
(Baca juga: Tiga Pejabat Pemkot Probolinggo Dicopot, Nasdem Angkat Bicara )
Seperti di MTS Al Falah Badas, Toha mencontohkan, dari jumlah peserta didik 172 orang, kini hanya dapat kuota 78 siswa atau berkurang 94 siswa. Kemudian di MTS Al Hikmah Purwoasri, dari 1.100 siswa hanya dapat 450 siswa.
Akibat dari berkurangnya kuota dana BOS ini, lembaga sekolah mengalami kesulitan operasional. Pasalnya, dana BOS memang berbasis siswa, tetapi pengelolaannya dilaksanakan sekolah. Digunakan untuk gaji guru swasta. Karena banyak yang belum sertifikasi. Kemudian pengadaan lain-lain, seperti sarana prasarana, bayar tagihan listrik dan internet.
Ketua LPBHNU Kabupaten Kediri, Imam Moklas mengatakan, simulasi pembagian kuota per lembaga BOP/BOS tahap II 2020 tersebut menggunakan rumusan tertentu. Data yang dihimpun dari lembaga sekolah terdampak adalah jumlah siswa sesuai ketersediaan anggaran dibagi jumlah siswa riil se-Kabupaten Kediri dikalikan siswa riil lembaga.
Ironisnya, kebijakan pembagian kuota BOS ini diduga belum memiliki payung hukum yang jelas. Pihaknya telah menanyakan payung hukumnya ke kemenag Kabupaten Kediri. "Apakah ada regulasinya? Ternyata tidak ada regulasi," ujar Imam Moklas. Anehnya, ini hanya berlaku untuk sekolah swasta di bawah naungan Kemenag Kabupaten Kediri. Untuk madrasah negeri utuh, sesuai jumlah siswa.
(Baca juga: Malam Senyap Tanpa Kunang-kunang di Blitar Sepanjang 1965 )
"Kami menyayangkan kebijakan tersebut," tuturnya. Menurutnya, pemotongan dana BOS dan pembagian kuota BOS bersifat diskriminatif. Kebijakan itu hanya berlaku untuk siswa dan lembaga madrasah swasta. Pihaknya memberi ultimatum agar kemenag segera mengembalikannya karena tidak ada payung hukumnya.
Pihaknya juga mempelajari, ternyata ada 39.803 siswa yang akhirnya tidak dapat dana BOS. Di aturan Dirjen Kementerian Pendidikan, penyaluran dan pencairan BOS tahap II Juni 2020 sesuai jumlah peserta didik 2020-2021.
Imam Moklas juga akan mengonfirmasi semua itu ke kemenag. Jika tidak dipenuhi, akan menempuh jalur hukum.
Seperti di MTS Al Falah Badas, Toha mencontohkan, dari jumlah peserta didik 172 orang, kini hanya dapat kuota 78 siswa atau berkurang 94 siswa. Kemudian di MTS Al Hikmah Purwoasri, dari 1.100 siswa hanya dapat 450 siswa.
Akibat dari berkurangnya kuota dana BOS ini, lembaga sekolah mengalami kesulitan operasional. Pasalnya, dana BOS memang berbasis siswa, tetapi pengelolaannya dilaksanakan sekolah. Digunakan untuk gaji guru swasta. Karena banyak yang belum sertifikasi. Kemudian pengadaan lain-lain, seperti sarana prasarana, bayar tagihan listrik dan internet.
Ketua LPBHNU Kabupaten Kediri, Imam Moklas mengatakan, simulasi pembagian kuota per lembaga BOP/BOS tahap II 2020 tersebut menggunakan rumusan tertentu. Data yang dihimpun dari lembaga sekolah terdampak adalah jumlah siswa sesuai ketersediaan anggaran dibagi jumlah siswa riil se-Kabupaten Kediri dikalikan siswa riil lembaga.
Ironisnya, kebijakan pembagian kuota BOS ini diduga belum memiliki payung hukum yang jelas. Pihaknya telah menanyakan payung hukumnya ke kemenag Kabupaten Kediri. "Apakah ada regulasinya? Ternyata tidak ada regulasi," ujar Imam Moklas. Anehnya, ini hanya berlaku untuk sekolah swasta di bawah naungan Kemenag Kabupaten Kediri. Untuk madrasah negeri utuh, sesuai jumlah siswa.
(Baca juga: Malam Senyap Tanpa Kunang-kunang di Blitar Sepanjang 1965 )
"Kami menyayangkan kebijakan tersebut," tuturnya. Menurutnya, pemotongan dana BOS dan pembagian kuota BOS bersifat diskriminatif. Kebijakan itu hanya berlaku untuk siswa dan lembaga madrasah swasta. Pihaknya memberi ultimatum agar kemenag segera mengembalikannya karena tidak ada payung hukumnya.
Pihaknya juga mempelajari, ternyata ada 39.803 siswa yang akhirnya tidak dapat dana BOS. Di aturan Dirjen Kementerian Pendidikan, penyaluran dan pencairan BOS tahap II Juni 2020 sesuai jumlah peserta didik 2020-2021.
Imam Moklas juga akan mengonfirmasi semua itu ke kemenag. Jika tidak dipenuhi, akan menempuh jalur hukum.
(msd)